Siti Suhelni

Kelahiran Medan generasi tahun 80'an merupakan sulung dari tiga bersaudara. Menjadi guru merupakan cita-cita sejak SMP. Dan Alhamdulillah dengan segala pu...

Selengkapnya
Navigasi Web

9. Mencoba Peruntungan di Kampung Ibu

Mencoba Peruntungan di Kampung Ibu

Hidup yang selalu berpindah-pindah sudah ku jalani sedari kecil karena Bapak tidak mempunyai kemandirian dalam ekonomi. Kabar sulitnya perekonomian keluarga kami terdengar sampai ke kampung halaman ibu. Sehingga pada suatu siang ada tukang pos yang mengantarkan surat ke rumah. Ternyata surat itu merupakan surat dari nenek dan angguik orang tua ibu yang berada di kampung nun jauh di sana. Isi dari surat itu menyuruh ibu untuk pulang kampung mencoba mencari peruntungan pula di kampung halaman ibu.

Dengan melalui diskusi dan rembukan yang alot bersama bapak dan ibu. Akhirnya walaupun dengan berat hati Bapak mau mengikuti kemauan ibu untuk pulang ke kampung halamannya. Di hati ku ada terbersit rasa gembira ingin melihat kampung halaman ibu dan ini tentu saja membuat aku pindah sekolah lagi. Tiga buah sekolah aku jalani selama aku duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini merupakan pengalaman yang cukup menyenangkan karena aku mempunyai banyak teman dan guru tentunya.

Setelah berpamitan dengan keluarga Bapak terutama Mbah Kakung dan Mbah Wedok dengan enggan hati mereka melepas Bapak dan keluarganya untuk pulang ke kampung halaman ibu. Kami meninggalkan rumah kenangan kami dengan menumpang becak motor menuju loket bus yang ada di kecamatan. Bus yang kami tumpangi bernama Bus ALS bus itu cukup panjang. Bapak membawa barang-barang seadanya salah satu barang berharga yang dibawa Bapak adalah sepeda dayung yang bisa dipakai sebagai kendaraan nantinya setelah sampai di kampung ibu.

Perjalanan pulang ke kampung halaman ibu memakan waktu sekitar sehari semalam. Selama dalam perjalanan aku banyak melihat jalan yang berliku dan berkelok sehingga cukup untuk mengocok perut ku. Di sepanjang jalan aku melihat hutan, sungai, dan perkebunan sungguh indah perjalanan di kala itu. Kami berangkat siang hari maka akan sampai keesokkan siang pula di kampung ibu.

Kenangan tinggal di kampung ibu sangat banyak suka dan dukanya. Ada pun pengalaman yang menyenangkan diantaranya, aku menikmati masa kecil dan bermain bersama teman-teman di pematang sawah yang sedang menghijau untuk menangguk ikan puyu saat sawah dalam keadaan berair dan juga menangguk di sungai kala setahun sekali masyarakat membuka lubuk larangan.

Ada kalanya di saat padi sudah siap panen merupakan saat yang membahagiakan karena di saat itu para petani menunggu hasil panennya yang telah dinantikan selama lebih kurang tiga sampai empat bulan. Saat itu adalah waktu yang mengasyikkan bagi kami anak-anak kecil. Di siang hari kami dapat bermain layang-layang di lahan sawah yang kering tersebut lalu sore harinya kami saling berkejaran untuk berebut mencari cendawan yang tumbuh ditimbunan daun padi yang kering kami menyebutnya dengan “tindawan”. Tindawan ini merupakan lauk yang sangat enak bagi kami dan cukup menyehatkan.

Setelah puas mencari tindawan dan membersihkannya ke sungai. Kemudian kami mandi berenang ke lubuk yang ada di sungai. Kegiatan mandi dan terjun dari tepi tebing menuju ke dalam air merupakan kegiatan yang tak kalah mengasyikkan. Kami bisa belajar berenang, pernah suatu ketika aku belum bisa berenang namun dengan beraninya ikut mandi di lubuk. Hal itu membuat ku hampir tenggelam untung saja ada teman yang menolong ku sementara aku telah meminum air sungai.

Permainan “sepak galuak” merupakan permainan seru berikutnya. Permainan ini sering kami lakukan menjelang sore sebelum mandi . Sepak Galuak ini dimainkan oleh lima sampai enam orang. Sebelum bermain kami melakukan hom pim pa dan dan bersut ria siapa yang kalah maka ia yang jaga untuk menyusun galauk sementara teman yang lain mencari tempat bersembunyi. Galuak di sepak saat teman yang jaga mencari teman yang sedang bersembunyi dan teman lain yang sedang bersembunyi keluar dari tempatnya dan menyepak galuak yang telah disusun di awal tadi. Keseruannya terletak di saat teman yang jaga menemukan tempat teman yang sedang bersembunyi. Tanpa terasa permainan sepak galuak ini menghabiskan banyak waktu terkadang sudah hampir magrib baru kami bubar. Pernah suatu ketika aku pulang hingga adzan magrib ibu memarahi ku karena terlalu asyik bermain hingga lupa waktu.

Di malam hari kami pergi belajar mengaji ke rumah guru yang berada di ujung kampung dengan penerangan lampu togok aku bersama teman berangkat dan pulang bersama. Aku sangat bersyukur mempunyai guru yang sabar mengajari kami mengaji hingga aku mampu membaca Al quran. Tidak hanya itu Uwan guru juga membimbing kami membaca bacaan salat fardhu dan salat jenazah lalu melakukan praktik salat bersama. Alfatihah untuk Uwan guru semoga amal jariyah beliau selalu mengalir hingga mengantarkannya ke surga.

Pada bulan Ramadhan kampung kami mengadakan lomba musabaqah tilawatil quran. Pernah suatu ketika Uwan guru mendatangi ku ke rumah mengatakan bahwa di malam ke tujuh belas Ramadhan persiapkan diri untuk berlomba mengaji dengan memberikan surat untuk berlatih membacanya. Pengalaman yang sangat mengesankan bagi ku mengaji di depan banyak orang dan berada di atas podium, walaupun kala itu aku belum menjadi pemenang nomor satu namun pengalaman ini membuat ku berani tampil berada di depan orang banyak. Sungguh pengalaman yang sangat berharga untuk masa depan.

Aku bersekolah di SD Negeri yang berada di kampung Ibu. SD ini berada di tengah sawah aku berangkat ke sekolah berjalan kaki dengan menempuh jarak lebih kurang dua kilometer. Masa-masa bersekolah di SD adalah masa yang menyenangkan kami belajar bersama di bawah bimbingan guru. Suatu ketika Aku bersama kelima temanku, Liza, Leni, Ijum, Yanti, dan Iwit mengikuti lomba mata pelajaran di SD kampung sebelah. Aku mendapatkan lomba untuk mata pelajaran IPA. Kami belajar dengan rajin dan tekun setiap hari dan berharap dapat memenangkan lomba agar dapat diutus ke kecamatan. Walaupun kami belum menjadi pemenang nomor satu di kala itu paling tidak kami mendapatkan pengalaman dan teman baru dari SD yang lain.

Kegiatan ku sebelum berangkat ke sekolah yaitu membantu pekerjaan ibu untuk mencuci kain ku dan adikku di sungai setiap pagi harinya. Walaupun terkadang udara dingin menusuk tulang aku dengan senang hati melakukan pekerjaan mencuci di sungai ini karena mencuci di sungai mempunya kekhasan tersendiri yakni kita membilas hanya dengan satu kali celup di air yang mengalir.

Suka dan duka dalam mengarungi kehidupan selalu datang silih berganti. Ketika itu aku akan menamatkan sekolah dasar namun perekonomian Bapak belum juga membaik. Pekerjaan Bapak setiap harinya adalah “manakiak gatah” atau menderes pohon karet. Kebun karet yang di deres Bapak berada di atas perbukitan yang cukup tinggi. Setiap pagi sebelum matahari menampakkan wajahnya nan garang hendaknya Bapak harus sudah siap melaksanakan pekerjaannya. Namun hal ini berbeda dengan kenyataannya kondisi jalan menuju ke “kabun gatah” sangat jauh berbeda dengan lingkungan di kampung bapak di Medan yang dataran rendah. Bapak mempunyai keterbatasan dari segi fisik yaitu di waktu muda Bapak pernah jatuh dari pohon sawo di kampungnya sehingga kaki Bapak sebelah kiri patah dan membuat jalannya tidak rata lagi. Sementara itu kampung Ibu berada di dataran tinggi jalan menuju kebun karet nenek mendaki dan berliku membuat Bapak merasa kesulitan dalam menempuh jalan tersebut. Hasil menderes pohon karet tidak seberapa hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap minggunya. Dan terkadang kalau musim hujan melanda getah tidak menjadi karena banyak mengandung air sehingga membuat Bapak tidak punya penghasilan yang akan diberikan kepada Ibu untuk berbelanja kebutuhan pokok hal ini menjadi saat tersulit bagi keluarga kami.

Pernah suatu ketika menjelang hari raya Idul Fitri orang-orang kampung tengah sibuk mempersiapkan diri untuk keperluan di hari raya ada yang sibuk memasak kue yang dilakukan oleh para ibu-ibu. Dan tidak lupa teman-teman sepermainkan ku sibuk membincangkan baju lebaran yang sudah dibelikan oleh orang tua mereka berbeda dengan ku. Aku hanya diam mendengarkan cerita mereka karena aku tak sanggup meminta dibelikan baju lebaran karena untuk makan sehari-hari saja kami serba kekurangan. Selama bulan Ramadhan ini cuaca sering hujan sehingga Bapak tidak bisa manakiak gatah sedangkan pekerjaan sampingan Bapak hanya sebagai tukang pijat bagi orang-orang kampung yang merasa penat dalam bekerja ada juga yang datang ke rumah untuk minta pijat ke Bapak dengan imbalan ala kadarnya.

Namun Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada hambaNya di malam lebaran di kala takbir berkumandang dari Mesjid yang berada persis di depan rumah nenek, kami masih menumpang di rumah nenek Bapak belum mampu untuk membuat rumah sendiri. Tanpa disangka dan diduga Mak wo kakak kandung Ibu datang ke kampung di malam lebaran itu. Mak wo adalah saudagar baju beliau berjualan dan mempunyai toko di Simpang Empat. Mak wo membelikan baju lebaran untuk ku dan adik-adik ku. Rasa terima kasih dan syukur yang tak berhingga akhirnya aku dapat menikmati lebaran besok dengan berbaju baru.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post