Sitti Rahma

Lahir di Bone, 19 Nopember 1974, Tamat SMA thun 1993 di iSMA Neg 2 Watampone, kemudian melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri, UNHA...

Selengkapnya
Navigasi Web
Celoteh si Anak

Celoteh si Anak

Kala sore, bocah-bocah kecil udah meramaikan jalanan sempit yang ada dikompleks prumahanku. Jalanan multi fungsi, selain sebagai area lalu lintas, difungsikan pula sebagai lapangan sepak bola, lapangan bulu tangkis bahkan arena balapan sepeda juga.

Sehingga kadang mobil yang hendak melintas terdengar bunyi klakson yang bertubi-tubi masih juga belum minggir, sibuk pinggirkan tumpukan sandal, atau tumpukan bebatuan sebagai batas area lapangannya. Tak jarang pula, bolanya melayang ke beranda atau ke atap rumah yang nyaring bikin jantung sedikit melayang.

Lepas main bola, mereka kadang ngumpul di suatu rumah entah main game atau nonton yang suaranya taka da yang mau kalah kencang. Pernah suatu hari, aku mencoba dengar-dengar dari kamar apa yang mereka perbincangkan mulai teman sekolahnya, mainannya dirumah, ayah atau adeknya. Cerita sambil main game yang membuat tak focus…daarrrrr… mati, deh pertahanannya. Pertahanan apaan? Tanyaku menyela . Mereka main perang-perangan spertinya yang saling baku tembak, baku kejar atau apalah gamenya yang seru.

Tak jarang pula sering saling menyalahan, harusnya kamu begini tadi, jangan dulu serang itu supaya tidak cepat habis nyawanya. Makin penasaran saja mau ikut nimbrung. Aku yang dari dulu tidak tau dan tidak suka main game, jadi wajarlah aku sangat kolot untuk urusan yang satu ini. Mencoba nanya-nanya salah seorang anak yang tinggal di kompleks baris belakang, dimana sekolah, kelas berapa, di blok mana tinggal, siapa nama bapaknya., ibunya dan seterusnya, aku hanya ikut arus dari setiap jawaban terus saya reply kembali dengan pertanyaan.

Anak-anak ngumpul 3 atau 4 orang saja semua serba mau bercerita, taka da yang bisa jadi pendengar, gaduh kedengaran. Sampai aku menanyakan pelajaran apa di sukai, siapa nama gurunya , gurunya itu baik atau tidak. Terkaget rasanya mendengar mereka bisa cerita kan satu persatu mulai perhatian baik gurunya disekolah sampai galaknya juga di ceritakan. Bahkan sadisnya lagi, ada anak yang mampu merasakan perlakukan gurunya yang dirasa tidak adil . Misalkan ketika ia di suruh kerja baru tidak tahu, terus dimarah-marahi jika anak yang lain tidak di marahi. Rasa kesal dalam hatinya sudah muncul pada guru tertentu. Ternyata anak seusia SD sudah memiliki kemampuan menilai gurunya sendiri, sudah bisa mengerti ketidak adilan, gumanku dalam hati. Hal ini membuat aku tersadar sebagai guru, mungkin ada kalanya apa yang kita lakukan tidak bermaksud membeda-bedakan, hanya sebagai penekanan untuk lebih serius memperhatikan, namun di sisi anak di anggap sebagai sebuah bentuk kemarahan dan ketidak adilan. Jika anak SD sudah mampu peka perasaannya, bagaimana dengan anak SMP atau SMA ? Anak yang sangat peka perasaannya, bukan tidak mungkin membawa rasa itu hingga membekas sampai ia dewasa. Yahhh… sebuah pelajaran bermakna yang aku dapatkan dari celoteh si anak, yang berkata jujur apa yang dia rasakan karena keluguannya.

#MarikiMenulis

#SatuHariSatuTulisan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post