Tantangan Gurusiana Hari ke 2

Menjadi guru adalah pilihan bagi Bu Cici, ia adalah tenaga pengajar disalah satu kota kecil di Pulau Sumatera. Tak banyak yang tahu kisah manis dan beratnya perjuangan Bu Cici dalam mengabdikan diri. Hidup sendiri jauh dari keluarga menjadikan Ia sosok yang mandiri dan dewasa padahal usianya masih 22 tahun, selalu bijaksana menyikapi tingkah polah murid-muridnya yang beranjak remaja. Status Bu cici yang belum berkeluarga membuat banyak guru muda menaruh hati padanya. Tapi ia enggan menerima dengan alasan ingin fokus mengajar dulu demi kebahagiaan orang tua dan kebanggaan keluarga.

Malam yang sunyi dan dingin setelah hujan, membuat suasana perumahan guru yang terletak di ujung pekarangan sekolah menjadi lengang. Tak terdengar suara tangisan bocah dan gelak canda para penghuninya. Bu cici sudah terbiasa melewati semua dengan rasa tak gentar, hanya berharap kepada Allah sebagai pelindung dari segala mara bahaya. Kebetulan saja Bu cici tinggal di ujung dari jajaran rumah para guru, tentu saja aktivitas Bu Cici tidak terlihat dan terdengar jelas dari mereka demikian juga sebaliknya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22.15 Wib, ketukan pintu dari luar membuat gerakan refleks untuk siaga dan waspada. Tak terdengar ucapan salam membuat Bu Cici tetap bergeming dalam diam. Ketukan pintu berkali-kali membuat Bu Cici segera menghubungi Pak Sunan satpam sekolah yang senantiasa berada dipintu gerbang, namun tak kunjung bisa. Dengan keberanian dan pentungan ditangan akhirnya Bu Cici mengintip dari celah daun jendela. Terkejut Bu Cici demi melihat siapa datang, segera membuka pintu. kejutan ulang tahun dari para tetangga sekaligus rekan kerja memberi rasa bahagia. Dengan suara serak karena haru Bu Cici berkata "Saya tak merasa sendiri di kota ini, terimakasih semuanya!" sambil memeluk seorang guru senior di sekolahnya.

pku251120_sk