AKAR TIDAK AKAN PERNAH DIANGGAP SEBAGAI ROTAN
AKAR TAK AKAN PERNAH DIANGGAP SEBAGAI ROTAN
#TANTANGANGURUSIANA
#TANTANGANHARI1
Tidak ada yang istimewa, semua biasa saja, tapi cukup membanggakan bagi keluarga Supan, yang sudah terbiasa bergelut dengan keadaan yang sederhana, bahkan tak jarang berada pada kondisi yang serba kekurangan. Sehingga sekecil apapun prestasi yang diraih mampu membuat keluarganya menjadi bangga, maklum belum pernah merasakan hal yang oleh orang lain dianggap istimewa. Ya itu ukuran istimewa bagi dia dan keluarga, yang mungkin menurut orang lain belum ada apa-apanya.
Dengan kenyataan yang ada,Supan tetap berjalan terus, melaksanakan apa yang menjadi tanggungjawabnya sampai menjelang purna tugas. Berada di kelas yang paling bawah, tidak menyurutkan tekatnya untuk tetap melangkah, walaupun kadang kadang tugas laksanakan dengan menggerutu, biasa, naluri manusia.
Tidak jarang Supan menerima tugas dari pimpinan tempat dia bekerja secara kebetulan.Dikatakan secara kebetulan karena secara logika bukan dia yang harus melaksanakan, karna masih banyak orang lain, teman sekerjanya yang lebih mampu untuk melaksanakan tugas itu. Hanya karena yang lain sibuk sendiri dengan tugas pribadi masing-masing, sibuk alasan keluarga, sibuk alasan organisasi yang diikuti, sibuk alasan hobi, dan sibuk sejuta alasan yang cenderung ke arah kepentingan kelompok dan perorangan, sehingga supan pantas mendapat julukan “timun wungkuk jaga imbuh “ yang sesuai dengan pepatah “ tiada rotan akarpun jadi”. Namun, walaupun tugas yang Supan laksanakan tergolong tugas yang vital di tempat kerjanya, banyak teman kerjanya yang memandang sebelah mata. Tidak memandang posisi Supan sebagai rotan, dia tetap memandang Supan sebagai akar. Akar ya tetap akar, tidak akan pernah berubah menjadi rotan. Tapi pemkiran Supan lain, bahwa tugas yang dia lakukan adalah sudah menjadi kehendak Tuhan, sudah merupakan kodrat yang harus dia jalani dengan penuh keikhlasan. Dengan kata lain, Tuhan mengakui si Supan sebagai sebuah rotan, tapi mengapa orang lain menganggapnya tetap sebagai akar. Apakah orang lebih berhak memvonis orang lain dari pada Tuhan ?
“SEPI ING PAMRIH, RAME ING GAWE”
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar