Slamet Trihartanto

Widyaiswara LPMP Jateng. Tinggal di Salatiga. Minat menulis, berkebun, dan melukis. Silaturahmi online bisa dilakukan melalui email [email protected]...

Selengkapnya
Navigasi Web

3. Menaklukkan Jogjakarta

Usai lolos tes tulis dan wawancara, ternyata belum segera mengantarkan kami menjadi widyaiswara. Masih ada satu syarat lagi yang harus kami penuhi, yaitu lulus tes kompetensi. Repotnya untuk dapat mengikuti tes itu, kami harus menjalani Pendidikan dan Pelatihan Kewidyaiswaraan selama dua minggu di Jogjakarta. Ujung tahapan ini adalah kami memperoleh Sertifikat kelayakan untuk dapat diangkat menjadi widyaiswara. Penyelenggara diklat itu adalah Lembaga Administrasi Negara (LAN). Lembaga yang kelak menentukan karier dan kepangkatan widyaiswara.

Karena sudah menjadi persyaratan, kami bersembilan dari Semarang harus berangkat ke Jogjakarta. Saat itu kami masih berstatus guru, dengan begitu kami izin tidak mengajar selama tiga minggu. Meskipun kami berangkat sudah atas nama BPG Semarang, tetapi belum sebagai pegawai BPG. Akibatnya pembiayaan mengikuti diklat itu tidak dapat sepenuhnya ditanggung BPG. Beruntung kami mendapat subsidi biaya diklat dari BPG. Sebagian biayanya harus kami tanggung sendiri. Meski hanya sebagian, tidak sedikit dana yang masih kami tanggung.

Saat itu, tanggal 15 Juni 2003, kami tim sembilan berangkat bersama dari Semarang menuju Jogjakarta. Ada dua Kijang yang dikemudikan Pak Pahyono dan Pak Harun membawa kami ke sana. BPG Jogja di Kalasan tujuan kami. Berangkat kompak dengan satu tekad menaklukkan Jogjakarta.

Pagi harinya, kami bergabung dengan para calon widyaiswara dari BPG Jogja, P3G Matematika, dan P3G (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Guru) Seni Budaya. Sekitar 40 peserta bersama mengikuti pembukaan diklat. Selanjutnya, selama dua minggu kami tinggal di asrama, sekamar bertiga. Pagi sampai sore belajar di kelas, malam hari mengerjakan tugas. Di penghujung diklat, tanggal 1 Juli 2003, masing-masing dari kami harus menempuh ujian kompetensi dengan melakukan unjuk kerja melakukan presentasi.

Selama mengikuti diklat, kami semakin tahu tugas dan fungsi widyaiswara dalam kegiatan diklat. Tentang apa saja yang harus kami siapkan sebelum diklat, bagaimana menerapkan andragogi saat pembelajaran, dan bagaimana melakukan evaluasi pascadiklat, kami menjadi paham. Kompetensi apa saja yang harus dimiliki widyaiswara, kami peroleh dalam diklat kewidyaiswaraan itu.

Lima belas hari mengikuti diklat, dalam kondisi tertekan oleh serangkaian tugas, tentu bukan waktu yang singkat. Ditambah keminiman fasilitas, keawaman kami terhadap tugas kewidyaiswaraan, keterbatasan keterampilan kami dalam bidang komputer, semua itu menjadi faktor penyulit kami mengikuti diklat.

Ada satu nama widyaiswara pengajar kami yang melekat dalam kenangan sampai kini, dia adalah Bapak Marpaung. Kami mengenangnya karena teramat galak, tegas, dan cerdas selama diklat itu. Kami bahu-membahu menaklukkan hatinya. Saat itu kami merasa, dialah penentu apakah kami layak menjadi widyaiswara atau tidak. Karena itulah, mengantar ke Prambanan, menjamu makan malam, berbelanja di Malioboro, dan memberi cendera mata kepadanya kami lakukan untuk merebut hatinya. Di penghujung diklat, kami baru tahu bahwa kegalakan dan ketegasan serta warning yang sering ditunjukkan kepada kami adalah bagian dari teknik mengajar.

Puncak ketegangan dalam diklat adalah ketika kami harus melakukan ujian presentasi. Masing-masing dari kami harus melakukan simulasi diklat. Menghadapi dua orang penguji yang akan menanyai kami dengan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Sebelumnya kami harus sudah menyerahkan perangkat diklat seperti GBPP (Garis-garis Besar Program Pembelajaran), SAP (Satuan Acara Pembelajaran), bahan ajar, bahan tayang, dan lembar evaluasi. Bukan perkara yang amat rumit jika kami harus menyiapkan semua perangkat itu.

Hal paling merisaukan kami saat itu adalah ketika harus memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris dan menyiapkan diri menjawab pertanyaan dalam bahasa Inggris. Beruntung ada Pak Yusak dari tim sembilan Jawa Tengah, ia semula guru bahasa Inggris dari Kudus. Kami belajar darinya untuk bisa berkomunikasi bahasa Inggris. Paling tidak bisa memperkenalkan diri, membuka pembelajaran, dan menjawab pertanyaan. Karena seringnya kami mengulang perkenalan berbahasa Inggris, sampai 15 tahun setelah peristiwa itu, masih terkenang.

Akhirnya saat ujian presentasi pun tiba. Berpakaian kemeja lengan panjang, berdasi, bersepatu hitam kami berfoto diri setengah badan terlebih dulu. Foto itu akan ditempel pada sertifikat kelulusan diklat kewidyaiswaraan yang kami ikuti. Kegiatan berfoto itu menyiratkan bahwa kami bakal lulus dari diklat kewidyaiswaraan. Kecemasan akan mengulang bahkan gagal mendadak sirna dengan kegiatan berfoto itu.

Usai acara foto-foto, kami bersiap mengikuti uijian presentasi. Persiapan jelas sudah kami lakukan beberapa hari sebelumnya. Ada sepuluh aspek yang akan dinilai. Setiap aspek bernilai maksimal 10. Kami dinyatakan lulus bila minimal memperoleh nilai 85. Kurang dari itu, kami harus mengulang. Bila ternyata setelah mengulang belum juga layak, maka mimpi menjadi widyaiswara pun sirna.

Sepuluh aspek penilaian dalam ujian presentasi itu adalah: (1) Penguasaan Materi/Esensi Spesialisasi; (2) Relevansi Materi dengan Tujuan Instruksional; (3) Sistematika Penyajian Spesialisasi; (4) Penggunaan Metode dan Alat Bantu Pengajaran; (5) Keterampilan men-jawab Pertanyaan; (6) Daya Simpatik, Gaya, dan Sikap dalam penyajian; (7) Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar; (8) Kualitas Bahan Diklat (GBPP, SAP, Bahan Ajar, Transparansi); (9) Ketepatan waktu dalam penyajian; dan (10) Keterampilan Bahasa Inggris (Comunicative English).

Tiba juga giliran saya melakukan pemaparan di hadapan dua orang penilai. Saat itu, saya mengambil spesialisasi Pembelajaran Puisi. Meski sudah saya siapkan, ada rasa gugup yang tiba-tiba menyergap saat memasuki ruangan. Bagaimana saya harus mengajar tanpa siswa, apa yang nanti akan ditanyakan oleh dua orang penilai itu. Segera saya tepis pertanyaan dalam hati itu. Segera saya lontarkan senyum termanis, menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan saya kepada mereka.

Sejurus kemudian, saya mulai memperkenalkan diri dengan bahasa Inggris. Berikut ini sebagian perkenalan berbahasa Inggris yang saya lakukan saat itu.

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Allow me to introduce my self. My name is Slamet Trihartanto. I was born in Surakarta, five January nineteen sixty six. I work in SMA 1 Wirosari, Grobogan. And Insyaallah on the morrow in BPG Semarang. Now, I live in Salatiga.

Iam sorry, because my english is not good, my presentation with bahasa Indonesia, please.... Thank you.

Setelah diizinkan, saya pun menggunakan bahasa Indonesia dalam melakukan pemaparan materi. Satu persatu OHT (Over Head Transparancy) saya tayangkan melalui OHP (Over Head Projector). Sekali saya peragakan kemampuan membaca sebait puisi. Belum selesai semua materi terpaparkan, penilai sudah menyatakan cukup.

Tibalah saat yang menegangkan. Menanti pertanyaan apakah yang akan diajukan penilai. Ternyata tidak terlalu sulit. Apa perlunya materi Anda bagi peserta? Pertanyaan dalam bahasa Inggris, mengapa Anda memilih materi itu? Semua pertanyaan itu saya jawab dengan menggunakan bahasa Indonesia. Akhirnya, acara pemaparan dan tanya jawab selesai dalam waktu kurang lebih 45 menit. Setelah kami berjabat tangan, mendadak serasa lepas beban yang menggayuti pundak dalam beberapa hari terakhir.

Alhamdulillah, setelah beberapa hari kemudian kami bersembilan dari Jawa Tengah dinyatakan layak menjadi widyaiswara. Sertifikat Diklat Kewidyaiswaraan kami peroleh dengan nilai memuaskan. Tim sembilan yang terdiri atas Muchlas Yusak, Sukardi, Harun, Pahyono, Abadi, Suminarsih, Alif Nur Hidayati, Sri Hartati, dan Slamet Trihartanto akhirnya berhasil menaklukkan Jogjakarta.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tulisan ini sebenarnya pernah saya unggah tetapi sempat saya hapus karena ada kesalahan kronologi. Saya unggah kembali setelah diperbaiki.

25 Jul
Balas



search

New Post