Menjaga Hati, Lisan, dan Akal di Ramadan Berkah
Episode Artikel Khusus Ramadan (10)
JUMAT kemarin, saat penulis membelikan makanan untuk marbot (penjaga kebersihan masjid) dekat rumah, ada kejadian menarik yang sayang untuk dilewatkan. Kejadian menarik tersebut terkait dengan proses pembelian makanan yang sedang penulis lakukan. Bermula dari membeli nasi campur bungkus seharga Rp 20.000,- ternyata sama mbak yang melayani pembelian saya, uang Rp 50.000,- seharusnya kembali Rp 30.000,- mendapat kembalian Rp 35.000,-.
Saat transaksi hampir selesai, dan nasi bungkus akan diberikan pemilik warung datang dengan senyum khas, dan wajah yang ceria. Kemudian terjadi dialog singkat, yang punya warung bertanya pada mbak pembantu: "... Mbak saya dengar tadi pembelian nasi habisnya Rp 20.000,- kenapa kembaliannya Rp 35.000,- nggak keliru kah ! ...". Dengan tersenyum kecut mbak pembantu tadi menjawab: "... Oh iya buk, maaf saya yang keliru, mas saya minta dihitung lagi uang kembaliannya, kalau lebih yang Rp 5000,- saya minta balik ya. Maaf tadi salah dalam penghitungannya ...".
Penulis yang menyaksikan dialog antara mbak pembantu dengan pemilik warung tersenyum dan dengan santai mengembalikan uang Rp 5.000,- dan bergumam: "... untung belum saya masukkan ke kantong, ini mbak saya kembalikan. Dan maaf saya juga salah, mohon dimaafkan ya buk untuk mbaknya yang salah menghitung tadi.... ". Pemilik warung menyela: ".... ndak apa-apa pak, sesama manusia ada salah dan keliru itu sudah biasa., saya juga minfa maaf kalau dalam melayani bapak kurang berkenan ...".
Keluar dari warung nasi, sambil menjinjing nasi campur bungkus berpikir. Wajah dan senyum pemilik warung terlihat tetap cerah meskipun apa yang dilakukan mbak pembantunya tadi termasuk kesalahan yang fatal. Apa karena ini bulan puasa atau memang beliau sosok teladan, hanya Allah-lah yang maha tahu.
====
Dialog singkat ini menarik untuk penulis tuangkan dalam artikel ini, karena ada sisi-sisi nilai positifnya bila dihubungkan dengan bulan ramadan sebagai bulan penuh hikmah dan sejuta ampunan. Terutama kalau sudah berbicara tentang watak dan karakter manusia yang dalam proses menjalani kehidupan di dunia ini penuh dengan masalah.
Membicarakan keunikan manusia, setidaknya terdapat tiga komponen penting yang ada pada diri manusia, yakni hati, akal, dan lisan. Tiga komponen ini akan baik jika dirawat dengan baik. Sebaliknya, ketika tidak dirawat, tentu akan menimbulkan malapetaka dan bencana, baik bagi dirinya maupun orang lain. Karena itu, setiap manusia penting untuk menjaga ketiganya dari penyakit berbahaya.
Penyakit hati adalah menganggap rendah orang lain (takabbur), merasa dirinya adalah yang terbaik ('ujub), riya, pelit (bakhil) hasud, dan lain sebagainya. Penyakit lisan adalah berdusta, berkata kotor, menipu, mengejek, menghina, menggunjing, bersilat lidah, bertengkar, berdebat berlebihan, dan lain sebagainya.
Sedangkan penyakit yang berhubungan dengan kecerdasan akal adalah percaya diri berlebihan sehingga suka meremehkan, kesombongan intelektual yang menghilangkan akhlaq al-karimah, merasa superior dan berkualitas padahal lemah dan tidak mempunyai apa-apa, dan lain sebagainya.
Setelah mereka bertaubat atas kesalahan yang diperbuat, obat paling ampuh untuk mengatasi penyakit hati, lisan, dan akal adalah puasa dan Alquran. Untuk itu, datangnya bulan Ramadan sudah semestinya menjadi momentum untuk mensucikan diri dari segala penyakit.
Orang beriman senantiasa merindukan datangnya Ramadan. "Ya Allah sampaikan kami pada bulan Ramadan," demikian doa yang dipanjatkan. Puasa merupakan ibadah intim dari seorang hamba kepada Sang Pencipta.
Tujuan inti dari menjalankan puasa adalah menggapai ketakwaan. Puasa menjadi salah satu sarana mensucikan hati dan jiwa agar taat kepada perintah-Nya, sekaligus mengobati dan menjadi terapi kesehatan manusia. Ramadan merupakan bulan pendidikan rohani yang melatih keuletan, kejujuran, kesabaran serta menjadi pakem menahan gejolak nafsu yang mendorong hamba melakukan dosa dan kesalahan.
Imam Abdurrahman al-Shafury dalam kitab 'Nuzhah al-Majalis wa Muntakhab al-Nafais' menjelaskan, kata ramadan terdiri dari 5 kata, yakni: ra (ridwanullah) berarti keridhaan Allah, mim (maghfirah) berarti ampunan-Nya, dhad (dhimanullah) berarti jaminan keamanan dari Allah SWT, alif (ulfah) berarti kelembutan, dan nun (nawalullah) berarti pemberian dari Allah SWT.
Terdapat banyak penjelasan dari Rasulullah Muhammad SAW terkait keutamaan bulan ramadan. Salah satunya yang meriwayatkan bahwa Rasulullah mengisi ramadan dengan memperbanyak membaca Alquran, memahami dan merenungi kandungannya, serta mengamalkannya.
Man qaraa harfan min kitaabillah fa lahu bihi hasanatun, wal hasanatu biasyri amtsaalihaa. Laa aquulu alif lam mim harfun, wa lakin alifun harfun, laamun harfun, wa miimun harfun.
"Siapa saja yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tapi alif itu satu huruf, lam itu satu huruf, dan mim itu satu huruf."
Dalam riwayat lain, Rasulullah Muhammad SAW bersabda: Kullu amalibni Adam yudhaafu asyrul hasanati ila dhifi sabimiati amtsaalihaa. Qaala Allahu Azza wa Jalla: Illaa ash-Shauma, fa innahu liii wa Ana Ajzi bihi. Yadau syahwatahu wa thaamahu min ajlii. Lis-shaaimi farhataani, farhatun inda fithrihi wa farhatun inda fithrihi wa farhatun inda liqaai rabbihi. Wa lakhuluufu fiihi athyabu indallahi min riihil miski.
"Setiap amalan kebaikan yang dilakukan manusia akan dilipat-gandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan ia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada bau minyak kasturi."
Terkait anjuran untuk merenungkan kandungan Alquran, Rasulullah SAW bersabda: rubba taalin lil quraani, wal quraanu yalanuhu."Banyak orang yang membaca Alquran, tapi Alquran justru melaknatnya." Sambut ramadan, pesan hadits di atas seyogyanya direnungkan sebagai modal membangun karakter (character building) dan merevolusi mental. Ramadan menjadi momentum yang tepat untuk mempraktikkan nilai-nilai ideal dalam realitas kehidupan bermasyarakat.
Memahami pentingnya kejujuran dengan tidak berbuat curang dan penipuan. Memahami keadilan penguasa dengan tidak korup dan mengeksploitasi alam. Mendakwahkan ayat-ayat Tuhan tanpa mencampurinya dengan syahwat politik kekuasaan.
Ketika seseorang menghendaki hati, lisan dan kecerdasan akalnya memiliki pancaran cahaya yang menyelamatkan, tentunya Alquran adalah pedoman dan pusaka yang paling ampuh. Sedangkan untuk merawat kesucian hati, lisan, dan kecerdasan akal, puasa adalah kunci utamanya.
Selamat menjalankan ibadah puasa di bulan ramadan, bulan penuh berkah ini saudaraku. Hari ini tanpa terasa sudah memasuki hari kesepuluh, dan esok kita memasuki hari kesepuluh yang kedua. Ada kekurangan di hari-hari sebelumnya mari kita perbaiki dan tingkatkan, untuk kita buka sepuluh hari kedua ini agar menjadi lebih baik. Aamiin ...
Slamet Yuliono -Si Pembelajar-
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Karena puasa bukan sekedar menahan lapar dan haus, namun juga menjaga hati, lisan dan seluruh alat indra. Jazakallah khoir.....pak guru, tulisan yang sangat mengingatkan. Salam sehat dan sukses selalu. Semoga mencapai mardhatillah. Barakallah.
Aamiin ....