Sofia Marhenis

Mengajar di SMP NEGERI 2 Bukittinggi,SUMATRA BARAT, mari kita berliterasi dan belajar cerdas dari kehidupan ....

Selengkapnya
Navigasi Web
Aku Menyesal

Aku Menyesal

"Aku menyesal, aku menyesal, dia sudah pergi, sedangkan aku belum tentu bertemu dengannya lagi pada kesempatan lain". Itulah jeritan hati seorang perempuan tua, menapaki jalan diujung senja, yang tersisa hanya lelah tubuh dan lelah hati, iapun terlelap ditempat tidurnya yang kumuh.

Bermimpi tentang indahnya syurga, dan teriknya api neraka, ia terseok-seok berlari dan ingin kembali, tapi kakinya tidak mampu berdiri, iapun menjerit sekuat tenaga, sehingga membangunkan ayam-ayam di kandang samping rumahnya," oh ternyata hanya mimpi" gumamnya dalam hati.

Telah berbilang tahun berganti, ia melalui bulan Ramadhan yang suci, berkali-kali dia berharap bahwa Ramadhan yang dia lalui akan suci dan penuh arti, tapi harapannya begitu sulit terwujud, hanya tinggal bau nafasnya yang sengit karena kurang minum. Ramadhan...oh Ramadhan...

Pagi sekali, sewaktu makan sahur tiba, niat yang suci ia tanamkan bahwa ia akan puasa esok hari, mencari berkah dan RidhaNya, tapi hidupnya begitu Nista..., ia berusaha menahan amarahnya, ketika sang kakek meneriakinya untuk segera membersihkan kotoran ayam yang berserakkan di lantai, ia merasa dilecehkan seperti seorang pembantu, tapi ia berusaha diam dan membersihkan saja kotoran ayam yang berserakkan.

Keesokkan harinya si nenek tua telah berangkat lagi ke ladang, mengolah ladang demi kehidupannya, ia hanya bekerja sendirian, sementara si Kakek setiap kali diajak ke ladang, dia beralasan sakit kepala, sakit pinggang, sesak nafas, batuk, pilek dan seribu alasan selalu muncul dari sang kakek semenjak usia muda, sang kakek lebih senang berada di rumah, duduk dimuka televisi dengan berita politik yang tidak hentinya menjatuhkan lawan.

Meskipun si Nenek telah mengalami pedihnya perlakuan sang kakek, semenjak mereka masih punya anak yang masih kecil-kecil, tapi ia tetap tabah, sehingga ia mampu menyekolahkan anaknya dan memperoleh pendidikkan yang layak, sekarang semua sudah bekerja dan sudah mandiri, bagi si Nenek itulah kesuksesannya yang ia banggakan dalam setiap langkahnya, kini ia bertekad akan tetap bekerja dan bekerja meski sudah dilarang oleh anak-anaknya.

Bagi si Nenek ada satu kesuksesan yang belum tercapai yaitu menyadarkan si kakek akan hakekat Suami, isteri dan tanggung jawab, tapi ia selalu gagal dan menyerah dengan hati pedih. Seperti halnya hari ini ia pergi ke ladang meski tubuhnya sudah mulai renta, ia ingin memperlihatkan pada suaminya bahwa uang yang ia cari selalu ada artinya, ia dapat memberi anak yatim tetangganya, dan membantu mereka untuk biaya sekolah, ia dapat berinfaq dan sedekah, ternyata uang itu selalu punya arti meski sudah tua.

Tidak seperti kata suaminya yang selalu mengatakan:" buat apa kamu mencari uang lagi, toh kita sudah tua," itulah kata-kata yang selalu diucapkan sang kakek berulang kali jika diajak pergi ke ladang, sedangkan diwaktu muda sang kakek selalu berkata:" buat apa susah-susah mencari uang, toh uang bukan segalanya."

Memang uang bukan segalanya, bagi nenek uang adalah penting, ketika usia muda uang adalah untuk biaya hidup dan pendidikkan anak-anaknya, ketika tua uang adalah untuk membantu sesama dan berinfaq serta bersedekah untuk masa akhirat kelak.

Tapi si kakek tidak pernah mendengar prinsip hidup si nenek, setiap hari si kakek selalu saja membuat ulah yang membuat hati si nenek kesal, si nenek berharap setiap Ramadhan ada perubahan dari sikap sang kakek, tapi ternyata tidak, harapannya semakin pudar, si kakek makin tua makin bertingkah, sehingga ia tidak dapat menahan emosinya, seperti yang terjadi siang tadi, emosinya benar-benar tersulut karena si kakek telah bertingkah lagi.

Sang kakek berpura-pura sakit, seperti orang yang sangat lemas, tingkahnya seperti orang sudah mau mati saja, akhirnya si nenek tidak tega, dengan alasan mau minum obat sang kakek membatalkan puasanya, karena kasihan si nenek memasak lauk kesukaan kakek, eh ternyata setelah lauknya masak sang kakek makan dengan sangat lahapnya bahkan makan sampai tiga kali ia menambah nasinya, kemudian sang kakek sudah segar lagi.

Si Nenek merasa tertipu, dan tanpa disadari ia menumpahkan segala emosinya, ternyata ia sedang berpuasa, Ya Allah, Ya Rabbi, dia terduduk lemas, matanya nanar, dan berbisik " kapan aku dapat Ramadhanku yang suci, ia menangis dan menyesali diri.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa...

07 Jun
Balas

Terima kasih Coment nya mas Eko...

08 Jun
Balas



search

New Post