Sofia Marni

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Gubuk Gerbang Istana

Gubuk Gerbang Istana

Gubuk itulah kata yang cocok untuk bangunan yang kutempati ini, bangunan yang berukuran 3 x 2 m², berdindingkan anyaman bambu, dan bagian bawah potongan pohon enau tersusun rapi memperindah bentuk bagunan tersebut, berlantaikan tanah dan tanpa loteng. Bangunan bekas warung kopi dan pisang goreng tempat bapak-bapak berkumpul bersenda gurau sambil minum kopi di pagi dan sore hari. Gubuk yang terletak dipinggir jalan, ditepi kolam dan sawah luas yang terletak kaki gunung merepi. Bangunan tanpa kantor guru dan kepala sekolah, tanpa jamban tempat buang hajat, tanpa loker anak tempat penyimpanan barang, tanpa meja guru tempat guru beraktivitas, dan tempat mencuci piring bekas makanan anak. Namun kecerian dan antusias anak-anak bermain dan belajar bersama seakan mampu menjadikan gubuk ini bak istana bagi anak diidkku.

Taman Kanak-kanak Baiturrahman Lasi Mudo itulah namanya, tempat yang kupilih untuk mengembangkan ilmu yang ku dapat dalam perkuliah D II PGTK UNP dan meninggalkan TK Islam Al Azhar Bukittinggi pada tahun 2000.

Udara bersinar cerah, angin bertiup sepoi-sepoi, kicauan burung-burung bernyanyi riang, desiran angin seakan menyanyikan lagu-lagu kecerian mengiringi langkahku menuju TK Baiturrahman dihari pertama masuk sekolah, Hari yang sangat menegangkan bagiku, dengan suasana baru dipedesaan yang sangat berbeda dengan kondisi TK Al Azhar yang terletak dipusat kota tempat tugasku sebelum ini.

Tak percaya tapi nyata hari pertama baru 5 anak mendaftar, hari berganti dan sampai dengan hari keenam tugasku hanya 9 anak yang mendaftar. Aku bertanya-tanya dalam hati benarkah ini adanya, aku harus menghadapi anak yang hanya 9 orang, padahal sebelum ini aku mengahadapi anak dalam jumlah besar bahkan sampai 150 anak, sementara hari ini hanya 9 anak. Ini tantangan bagiku, mampukan aku mengubah data anak yang 9 orang ini menjadi puluhan anak ang ingin belajar dan bermain bersama di TK Baiturrahman. Jumlah anak yang minim bukan karena rendahnya minatnya masyarakat akan pendidikan, tapi karena TK ini pernah dalam kondisi ada dan tiada atau on/off beberapa kali pada waktu yang lalu, dan beban berat bagiku untuk bisa menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk menitipkan putra putri mereka ka TK.

Setiap pagi anak-anak didikku bersama-sama dengan gembira dan ceria menuju TK Baiturrahman, mereka bermain dan belajar bersama di bawah bimbinganku. Mereka begitu antusias, sehingga masyarakat dan pengurus TK merasa tertantang untuk dapat segera menyelasaikan pondasi bangunan yang awalnya direncanakan untuk MDA dan kantor pemuda, untuk dijadikan ruang belajar TK. Enam bulan sepertinya cukup untuk membuktikan kepada masyarakat Lasi bahwa TK Baiturrahman layak dan cocok untuk tempat bermain dan belajar anak usia dini di daerah mereka.

Hari berlalu begitu cepat, tak terasa setahun sudah kami ada di TK Baiturrahman, sembilan orang anak didikku harus ku lepas untuk melanjutkan pendidikan mereka di jenjang sekolah dasar. Sembilan orang ditahun pertama mampu mengundang belasana sampai puluhan anak yang menggantikan mereka di TK Baiturrahman. Tahun kedua TK ku berjalan anak didikku meningkat menjadi 25 orang, sungguh peningkatan yang sangat drastis, dan tak pernah ku bayangkan sebelumnya, dan peningkatan ini terjadi setiap tahunnya.

Keterbatasan media pembelajaran yang dimiliki, menuntutku untuk kreatif dan inovatif dalam melengkapi sarana tersebut. Walau harus menajdi pemulung bermartabat ku coba melengkapi APE dari bahan sisa, baik dari sisa potongan kertas, perca kain, botol-botol bekas sampho dan minuman dan yang lainnya, ku olah menjadi alat permaina yang menarik dan bermanfaat bagi anak didikku. Satudemi satu APE di sekolahku mulai bertambah, namun tidak hanya itu APE yang ku buat tidak kubiarkan berlalu begitu saja, walaupun dalam bentuk yang sederhana ku coba menuangkan APE ini dalam bentuk tulisan, sehingga aku punya bukti tentang inovasi-inovasi yang ku tuangkan lewat barang bekas. Gubuk kecil dikaki gunung merapi, yang tanpa jamban, tanpa meja dan kursi guru serta inovasi barang bekas mampu menjadi gerbang keberhasilanku menuju istana negara dalam karir guru berprestasi nasional ditahun 2004.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semangat tetap berkobar untuk generasi yang akan datang. Saluuttt

12 Dec
Balas

Iya mas, semangat demi anak bangsa

14 Dec
Balas



search

New Post