Sofwan Munawar

Guru Matematika SMA Negeri 1 Rangkasbitung...

Selengkapnya
Navigasi Web
KASUS BULLYING, IBARAT DURI DALAM DAGING

KASUS BULLYING, IBARAT DURI DALAM DAGING

Akhir-akhir ini, pemberitaan di media, baik elektronik maupun cetak begitu banyak kasus perundungan atau istilah populernya bullying yang mencuat. Terakhir kasus di Tasikmalaya yang menimpa anak sekolah, oleh teman-temannya dipaksa melakukan perbuatan tidak senonoh yang direkam dan kemudian disebar ke media sosial, membuat jiwa anak tersebut menjadi terguncang hingga akhirnya meninggal dunia. Kejadian perundungan atau bullying memang seperti duri dalam daging, artinya menjadi sesuatu yang tidak mengenakkan apalagi bagi korban, tetapi sulit untuk dideteksi, sampai muncul suatu kejadian yang luar biasa, seperti korban melakukan upaya ekstrim yaitu bunuh diri. Terkadang, kita sebagai orang dewasa atau orangtua menganggap bahwa suatu tindakan tertentu dianggap biasa, padahal itu termasuk perundungan atau bullying.

Menurut Olweus (1997) bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman/terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang yang ditandai dengan adanya ketidakseimbangan kekuasaan antara pelaku dan korban. Perilaku negatif yang diterima oleh korban bullying bisa bermacam-macam, mulai dari verbal bullying/perundungan kata-kata, physical bullying/perundungan fisik, social bullying/perundungan sosial, cyber bullying/perundungan dunia maya, dan sexual bullying/perundungan seksual. Diantara kelompok masyarakat yang rentan mengalami bullying dan menjadi pelaku adalah anak-anak dan remaja, yang secara fisik dan emosionalnya masih sangat labil dalam menerima fenomena kejadian yang dilihat, baik dari tontonan maupun dari lingkungan tempat bersosialisasinya. Anak-anak ataupun remaja usia sekolah yang menjadi korban bullying biasanya memiliki penampilan atau perilaku yang berbeda sendiri dibanding teman-temannya yang ada dalam lingkungan yang sama, misalkan di kelas atau sekolah. Contohnya anak yang memiliki kecenderungan pendiam atau pasif akan sangat mudah mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan karena dimata teman-temanya yang lain, dia dianggap tidak memiliki kemampuan untuk membela dirinya sendiri. Kebalikannya, yang menjadi pelaku perundungan atau bullying, biasanya adalah anak-anak atau remaja yang berperilaku lebih agresif dan dominan dalam lingkungannya. Bisa juga anak yang mempunyai karakter ingin diakui sebagai pimpinan dalam kelompoknya sehingga bisa menggiring teman sebayanya untuk bersama-sama melakukan perundungan pada temannya yang dianggap lemah tadi.

 

Dikutip dari hasil penelitian oleh Matraisa Bara Asie Tumon yang berjudul “Studi Deskriptif Perilaku Bullying Pada Remaja” yang diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, vol 3 no 1 (2014) bahwa kurang dari 50 persen subjek penelitiannya sering dan selalu melakukan bullying. Kemudian seluruh subjek penelitian pernah terlibat bullying. Verbal bullying/perundungan dengan kata-kata  menjadi jenis yang paling sering dilakukan. Berdasarkan penelitian diatas juga, didapatkan bahwa faktor keluarga yang kurang kondusif menjadi pemicu terjadinya bullying, dan yang lebih mencengangkan, dari penelitian tersebut terungkap bahwa perilaku bullying sering terjadi di sekolah dan 76% subjek penelitian mengatakan bahwa pihak sekolah tidak mengetahui adanya kejadian bullying tersebut.   

Faktor keluarga, teman sebaya dan sekolah menjadi hal yang sangat penting dan krusial sehingga kasus bullying itu bisa terjadi. Keluarga yang kurang harmonis, pola asuh di rumah yang salah, seperti orangtua yang otoriter dapat menjadi salahsatu penyebab. Salah dalam memilih teman bergaul dan lingkungan pertemanan yang ada bisa juga menjadi hal yang potensial dalam terjadinya kasus bullying. Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah bahwa sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berat untuk mengurangi kasus terjadinya bullying. Lingkungan sekolah diharapkan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para siswa untuk dapat mengembangkan dan mengarahkan perilakunya menjadi lebih terkendali. Ini menjadi PR besar bagi dunia pendidikan kita terutama para guru yang menjadi garda terdepan dalam proses perkembangan siswa, baik akademik, sosial maupun emosionalnya. Dengan adanya program Sekolah Ramah Anak, diharapkan bisa mengendalikan atau bahkan meminimalisir terjadinya perundungan atau bullying. Ditambah lagi dengan diluncurkannya kurikulum merdeka belajar yang mulai diterapkan di banyak sekolah, mudah-mudahan menjadikan para siswa lebih terakomodir dalam meniti langkah demi langkah perjalanan hidupnya yang menyenangkan sehingga di masa depan tumbuh menjadi generasi emas harapan bangsa dan negara.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya, semoga sukses dan salam kenal!

16 Aug
Balas

Terima kasih atas apresiasinya Bu,salam kenal kembali

16 Aug
Balas



search

New Post