SOLEHAN ARIF

Nama : SOLEHAN ARIF, M.Pd alamat : JL Gatot Koco RT.001 RW.004 Dusun Nyabagan Kel. Kolpajung Kec. Pamekasan Kab. Pamekasan Unit Kerja : SDN Toket 2 Gur...

Selengkapnya
Navigasi Web

Karya Para Mufasir yang Menggunakan Metode Tafsir Muqarin

Karya Para Mufassir yang Menggunakan Metode Tafsir Muqārin dan Contoh Pembahasannya.

Mufassir yang pertama kali menggunakan metode ini adalah Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Jāmi’ al-Bayān fî Ta’wil al-Qur’ān. Selain itu, mufassir lainnya yang menggunakan metode serupa, antara lain Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’ān al-‘Azhîm, Asy-Syanqithi dalam Adhwā’ al-Bayān fî îdhah al-Qur’ān bi al-Qur’ān, dan Abu Abdirrahman Ibnu Uqail Azh-Zhahiri dalam Tafsir at-Tafāsîr. Tetapi dalam makalah ini hanya membahas tentang contoh pembahasan dari Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Jāmi’ al-Bayān fî Ta’wil al-Qur’ān dan Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’ān al-‘Azhîm.

1. Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Jāmi’ al-Bayān fî Ta’wil al-Qur’ān.

Dalam surah al-Baqārah ayat 220 Allah berfirman:

فِى الدُّنْيَا وَالْأخِرَةِ وَيَسْئَلُوْ نَكَ عَنِ الْيَتمى قُلْ إِصْلاَخٌ لَّهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُو هُمْ فَإِخْوَنُكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَآءَ اللّهُ لأعْنَتَكُمْ إِنَّ اللّهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ.

“Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: "mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah Mengetahui siapa yang berbuatan kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Di dalam Tafsir Jāmi al-Bayān beliau berpendapat bahwa, harta benda anak yatim pada waktu itu dicampur adukkan dalam hartanya (wali yatim), makanan, minuman, tempat tinggal. Maka katakanlah, wahai Muhammad pada orang-orang yang mencampur harta anak yatim dengan hartanya sendiri, bahwa kelebihan kepada mereka dengan menasehati (mengurus) harta-harta mereka, tanpa campur tangan sesuatu dalam harta mereka dan tidak mengambil bagian dari harta mereka melainkan mengurus secara baik terhadap mereka.

Dan kebaikan disisi Allah bagimu dan pahala lebih banyak buat kamu. Dan berbuat baiklah pada mereka dalam mengurus harta benda mereka dalam masa yang akan datang dan janganlah kamu campur harta mereka dengan hartamu semua, baik dalam nafkahmu memberi makan, minum, dan tempat tinggal kamu sekalian. Dan kumpulkanlah harta mereka sebagai ganti dari kehidupanmu dalam segala permasalahan mereka. Dan uruslah dengan baik harta mereka, karena mereka merupakan saudaramu dan tentukanlah sebagian mereka dengan sebagian yang lain yang merupakan saudaramu semua dan jagalah atas bagian mereka, maka yang mempunyai tentukanlah atas yang lemah yang mempunyai kekuatan dalam dirinya tentukanlah yang lemah. Dan Allah berfirman, yang artinya : "Apabila kamu mencampur harta mereka dan harta kamu, maka kamu kumpulkan makananmu pada makanan mereka, dan minuman kamu dengan minuman mereka, dan harta lebihmu dengan harta kelebihan mereka, apabila kamu mengambil dari harta mereka pada kelebihan yang ditentukan selagi keberadaanmu dari kehidupanmu dengan harta mereka. Dan menolong kepada mereka pada waktu kamu melihat pada mereka. Lihatlah seperti saudaramu sendiri, melakukan sesuatu di antara kamu dan mereka dengan apa yang ditetapkan oleh Allah merupakan kehalalan bagi kamu. Karena sesungguhnya kamu semua merupakan saudara atas sebagian yang lain“.

Dalam al-Qur’ān Surah al-Mā'un ayat [4]: 1-3

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَدِّبُ بِالدِّيْنِ. فَذلِكَ الَّذِي يَدُعُّ اليَتِيْمِ. وَلاَيَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ.

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orangorang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin".

Allah telah menyebutkan di dalam firman-Nya. (أرأيت الذي يكذ باالدين. فذلك الذي يدع اليتيم) ditafsirkan, apakah kamu mengerti wahai Muhammad orang yang mendustakan agama yaitu, orang yang selalu berbuat dosa kepada Allah. Dan mereka tidak mentaati akan perintah Allah dan larangan-Nya, berkata para ahli ta'wil: Menceritakan kepadaku bapakku, Muhamad bin Said telah menceritakan padaku pamanku, dari Ibn Abbas tentang firman Allah أرأيت الذي يكذ باالدين) (. Maka adapun huruf “ba” pada bacaan ini itu maksudnya bacaan kepada kalam dan mengeluarkan bacaan salah satunya, dan firman Allah (فذلك الذي يدع اليتيم) dikatakan dan inilah orang yang mendustakan agama yaitu orang yang menolak anak yatim dari hak-haknya dan berbuat dzalim kepadanya sebagaima dikatakan Aku menghardik atau memusuhi si fulan dari haknya. Menceritakan kepadaku Muhamad bin Said, berkata: Dari ibn Abbas tentang firman Allah (يدع اليتيم) ditafsirkan dengan menolak atau mencegah hak anak yatim. Menceritakan kepadaku Haris, berkata: dari Ibn Abi Najih dari Mujahid tentang firman Allah(يدع اليتيم) ditafsirkan olehnya, menolak anak yatim dan tidak memberikan mereka makanan, telah menceritakan padaku Basyar dari Qatadah (يدع اليتيم) ditafsirkan yaitu menyekap dan menganiaya anak yatim. Telah menceritakan kepadaku dari Husain yang berkata: Aku mendengar dari Abah Mu'ad yang berkata telah menceritakan kapada kami Ubay'id berkata: Aku mendengar akan Surah al-Mā'un yang berkata tentang firman Allah di dalam Surah al-Mā'un ayat(يدع اليتيم) berkata Ubay, yaitu menyekap dan menganiaya mereka.

Dan dalam Surah al-An’am ayat 152 dengan Surah al-Isra’ ayat 34 ada persamaan redaksi dan substansi dari masing ayat-ayat tersebut sebagaimana tertera:

وَلاَتَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلاَّبِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّى يَبْلُغَ اَشُدَّهُ.

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat hingga ia sampai dewasa”.

Ditafsirkan oleh beliau yang dimaksudا احسن disini adalah صلاحه وتثميره (menjaga dan mengembangkan) harta anak yatim sesuai dengan hadits Nabi:

حد ثني محمد بن الحسين قال: حد ثنا احمد بن المفضل قال: حدثنا اسباط عن السري ولا تقربوا مال اليتيم الا با لتي هي احسن فليثمر ماله.

“Muhammad bin Husain telah menceritakan padaku, telah berkata Muhammad bin Husain: Ahmad bin Mufadhol telah menceritakan padaku, telah berkata Muhammad bin Husain Asbath telah menceritakan padaku dari Asy-Sudadan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik. Kemudian kembangkanlah oleh kamu harta anak yatim”.

Al-Isra' ayat 34 Allah berfirman:

وَلاَتَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلاَّبِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّى يَبْلُغَ اَشُدَّهُ وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً.

"Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya".

Allah memerintahkan dalam ayat ini agar tidak mendekati harta anak yatim dengan memakan harta mereka secara berlebihan akan tetapi dekatilah mereka (anak yatim) dengan perbuatan yang bagus dan baik dan persaudaran dengan cara membaguskan mereka yang demikian itu, dengan mengusahakan terhadap harta anak yatim agar dapat bertambah dan memberikan kebaikan. Qotadah berkata tentang ayat (ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن حتى يبلغ أشده واوفوابالعهد إن العهد كان مسئولا) ketika turun ayat ini para sahabat mencampurkan harta mereka dengan harta anak yatim mereka mencampuradukkan dengan anak yatim di dalam makanan mereka atau memakan makanan mereka dan selainnya. Maka Allah menurunkan firmanNya: Dan jika kamu mencampuradukkan hartamu dengan harta anak yatim maka mereka itu adalah saudara kamu, dan Allah Maha Mengetahui perkara yang baik dari perkara yang buruk. Maka anak yatim itu orang-orang yang lemah meriwayatkan, Muhamad bin Abdul A'la menceritakan Muhamad bin Tsur dan Mu'mar dari Qatadah tentang ayat (ولا تقربوامال اليتيم)ada para sahabat itu mencampuradukkan harta mereka dengan harta anak yatim dan mereka tidak memberi makan sampai turun ayat (ولا تقربوا مال اليتيم إلا با التي هي احسن) hal ini sependapat dengan Ibnu Jain menceritakan padaku Yunus mengabarkan pada kamu Ibnu Wahab berkata : Ibnu Jain tentang ayat (وَاَوْفُوْاالْكَيْلَ إذَاكِلْتُمْ وَزِنُوْا بِالْقِسطَاسِ الْمُسْتَقِيْمِ ذلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيلاً) ditafsirkan dengan memakan harta mereka dengan baik jika kamu memakan bersamanya membutuhkan harta tersebut bapakku berkata yang demikian itu tentang firman Allah (وآتوا اليتامى أموالهم ولا تتبدلوا الخبيث بالطيب ولا تأْكلوا أموالهم إلى أموا لكم إنه كان حوبا كبيرا) ditafsirkan dengan sampai waktu remaja di dalam pikirannya dan mengurusi hartanya dan dapat berlaku baik terhadap kelakuannya di dalam agama dan firman Allah (ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن حتى يبلغ أشده واوفوابالعهد إن العهد كان مسئولا) Maksudnya penuhilah janji yang kamu mengadakan perjanjian kepada manusia di dalam kebaikan antara ahlul harbi dan Islam dan di dalam suatu antara kamu semua dan jual beli perserikatan sewa menyewa dan lainnya.

Begitu juga dalam Surah An-Nisa ayat 2:

وَاتُوْاالْيَتمى أَمْوَا لَهُمْ وَلاَ تَتَبَدَّلُوْاالْخَبِيْثَ بِالطَّيْبِ وَلاَ تَأْكُلُوْآ اَمْوَا لَهُمْ اِلى اَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوْبًاكَبِيْرًا.

"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa besar ".

Berkata Imam Abu Jafar tentang ayat tersebut telah menyebutkan kepada para wali yatim agar berikanlah olehmu wahai para wali yatim akan harta anak-anak yatim jika mereka telah mencapai masa kedewasaan dan janganlah kamu menukar antara keburukan dan kebaikan dan firman Allah SWT:

وَاتُوْاالْيَتمى أَمْوَا لَهُمْ وَلاَ تَتَبَدَّلُوْاالْخَبِيْثَ بِالطَّيْبِ وَلاَ تَأْكُلُوْآ اَمْوَا لَهُمْ اِلى اَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوْبًاكَبِيْرًا.

ditafsirkan dan jangan kamu mengganti atau merubah sesuatu yang haram atas kamu terhadap harta-harta anak yatim lalu menghalalkannya untuk kamu sebagaimana meriwayatkan kepadaku Muhammad bin Umar Abu Hasyim, Abu Isa dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid tentang firman Allah SWT (ولا تتبدلوا الخبيث بالطيب) menukar yang halal dengan yang haram meriwayatkan keadaan kami Sufyan dari bapakku, dari abu Jafar kemudian terjadi perbedaan antara ahli ta'wil tentang shighat menukar antara yang baik dengan yang buruk mereka dilarang akan hal tersebut mengandung para ulama berpendapat, bahwa para wali yatim mengambil dengan cara berlebihan di dalam hartanya. Berkata Abu Jafar, adapun pendapat yang lebih utama dari berbagai pendapat ahli ta’wil tentang ayat di atas, janganlah kamu mengganti atau menukar anak yatim dengan harta yang haram, harta yang baik dengan yang buruk wahai para wali yatim.

Meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Husain dari Ahmad bin Mufadhal menceritakan Asbath dari Hadi tentang ayat(ولا تتبدلوا الخبيث بالطيب) ada seseorang wali yatim yang mengambil sembilan kambing dari harta peninggalan anak yatim dan menjadikannya satu tempat dengan kambingnya tapi yang kurus, Abu Jafar berkata tentang pendapat yang paling utama di antara pendapat para ahli ta'wil yaitu janganlah kamu menukar harta-harta dengan mengumpulkan hartamu wahai para wali yatim yang haram dan buruk atas kamu. Di dalam ayat ini, Abi Jafar berkata tentang Firman Allah yang berbunyi:

…وَلاَ تَأْكُلُوْآ اَمْوَا لَهُمْ اِلى اَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوْبًاكَبِيْرًا.

"Janganlah kamu mencampurkan harta anak yatim, yakni merncampurkan harta anak yatim dengan harta-hartamu dan kamu memakan dengan harta tersebut bersama harta kamu Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa besar ".

Ayat tersebut ditafsirkan bahwa Sebagaimana telah menceritakan kepada kami Ibnu Ba'syar dari Sufyan dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid terhadap firman Allah (وَاتُوْاالْيَتمى أَمْوَا لَهُمْ وَلاَ تَتَبَدَّلُوْاالْخَبِيْثَ بِالطَّيْبِ وَلاَ تَأْكُلُوْآ اَمْوَا لَهُمْ اِلى اَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوْبًاكَبِيْرًا)ditafsirkan janganlah kamu memakan harta kamu dengan harta anak yatim dengan mencampurkan harta tersebut dan memakan keseluruhan harta tersebut meriwayatkan Mutsanna, Ishak, Abu Juhairi dari Mubarok dari Hasan yang berkata ketika turun ayat ini tentang harta–harta anak yatim mereka membenci untuk mencampurnya anak yatim dan wali yatim memisahkan harta anak yatim dari hartanya, maka mereka menanyakan kepada nabi SAW, maka Allah SWT menurunkan ayat:

وَاتُوْاالْيَتمى أَمْوَا لَهُمْ وَلاَ تَتَبَدَّلُوْاالْخَبِيْثَ بِالطَّيْبِ وَلاَ تَأْكُلُوْآ اَمْوَا لَهُمْ اِلى اَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوْبًاكَبِيْرًا.

Kamu memakan harta dan mencampurkannya dengan harta kamu itulah dosa besar.

Dalam surah an-Nisa ayat 5:

وَلاَتُؤْتُوْاالسُّفَهَآءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِيْ جَعَلَ اللّهُ لَكُمْ قِيماًوَّارْزُقُوْهُمْ فِيْهَا وَاكْسُوْهُمْ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوْفًا.

"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta mereka dalam kekuasaanmu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hadil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik ".

Pada ayat ini ditafsirkan oleh iman ath-Thabari Janganlah kamu serahkan harta anak yatim kepada anak yatim yang masih kecil dan perempuan, orang yang belum sempurna akalnya yaitu anak laki-laki yang bodoh dan anak perempuan yang bodoh. Dan janganlah kamu memberikan harta mereka pada anak yang belum sempurna akalnya baik itu anak yatim laki-laki maupun anak yatim perempuan.

Apabila si wali yatim itu termasuk ke dalam katagori miskin maka ia boleh memakan harta anak yatim dengan sepatutnya sewaktu dia dalam keadaan darurat atau karena kebutuhan yang sangat mendesak. Seorang yang mengurus anak yatim janganlah menguasai harta mereka kecuali demi kebaikan mereka. Dengan demikian akan menjadi jelas hak dari anak yatim yang harus di tunaikan oleh sang wali yatim.

Dalam surah lain an-Nisā’ ayat 6 Allah berfirman:

وَبْتَلُوْاالْيَتمى حَتّى إِذَابَلَغُواالنِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِّنْهُمْ رُشْدًافَادْفَعُوْآإِلَيْهِمْ اَمْوَالَهُمْ وَلاَتَأْكُلُوْ هَآ إِسْرافًا وَّبِدَارًااَيَّكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيْرًا فَلْيَأْ كُلْ بِالْمَعْرُوْفِ فَإِذَادَفَعْتُمْ اِلَيْهِمْ اَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوْا عَلَيْهِمْ وَكَفى بِاللّهِ حَسِيْبًا.

"Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin, kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesagesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksiaan itu) ".

Pada kalimat (حتى إذا بلغوا النكاح)ditafsirkan oleh Iman ath-Thabari agar para wali yatim hendaknya terlebi dahulu mengadakan penyelidikan kepada anak yatim yang ditanggungnya tentang keagamaannya, usaha-usaha mereka. Dan jikalau mereka telah cukup umur untuk menikah dan mulai telah pandai, maka hendaknya para wali yatim menyerahkan harta mereka ketika mereka telah mampu untuk menjaganya dan jangan para wali yatim memberikan kepada anak yatim yang lemah.

2. Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’ān al-‘Azhîm

Dalam Surah al-‘An’am [8]: 111

وَلَوْ اَنَّنَا نَزَّلْنَآ اِلَيْهِمُ الْمَلئِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْ تى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلاً مَّا كَانُوْا لِيُؤْمِنُوْآإِلّآ اَنْ يَّشَآءَ اللّهُ ولكِنَّ اَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُوْنَ.

Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu kehadapan mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

Allah Swt. Berfirman bahwa sekiranya Allah memperkenankan permintaan mereka yang bersumpah dengan menyebut Nama Allah dengan sumpah yang penuh kesungguhan, sesungguhnya jika datang kepada mereka suatu mukjizat, pastilah mereka akan beriman kepada mukjizat itu. Allah menurunkan malaikat kepada mereka untuk memberitahukan risalah Allah yang dibawa oleh rasul-rasul-Nya agar mereka percaya kepada rasul-rasul itu. Seperti yang mereka mintakan, yang disitir dalam firman-Nya.

لَوْتَأْتِيَ بِاللّهِ وَالْمَلئِكَةِ قَبِيْلاً.

Atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat dengan berhadapan muka dengan Kami. (al-Isrā’: 92)

قَالُوْالَنْ نُؤْمِنَ حَتّى نُؤْتى مِثْلَ مَآاُوْتِيَ رَسُلُ اللّهِ.

Mereka berkata, “Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah. (al-An’ām: 124)

وَقَالَ الَّذِيْنَ لاَيَرْجُوْنَ لِقَآءَ نَالَوْلآ أُنْزِلَ عَلَيْنَا الْمَلئِكَةُ اَوْنَرى رَبَّنَا, لَقَدِ اسْتَكْبَرُوْا فِيْ اَنْفُسِهِمْ وَعَتَوْ عُتُوًّا كَبِيْرًا.

Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan-Nya dengan Kami,”Mengapakah tidak di turunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?”Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kezaliman. (al-Furqān: 21).

Adapun Firman Allah Swt:

وَكُلَّمَهُمُ الْمَوْتى.

Dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka. (Al-An’am: 111)

Maksudnya orang-orang yang telah mati itu memberitahukan kepada mereka tentang kebenaran dari apa yang didatangkan oleh para rasul (dalam dialog mereka dengan para malaikat).

وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلاً.

Dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka. (Al-An’am: 111)

Sebagian dari ulama membacanya qibalan, berasal dari kata muqābalah dari mu’āyanah (berhadap-hadapan). Sedangkan ulama yang lainnya membaca qubulan, yang menurut suatu pendapat mempunyai makna yang sama, yaitu berasal dari muqābalah dan mu’āyanah juga, seperti yang diriwayatkan oleh Ali Ibnu Abu Talhah dan Al-Aufî, dari Ibnu Abbas, hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah dan Abdur Rahman Ibnu Zaid Ibnu Aslam.

Mujahid mengatakan, makna qubulan ialah bergelombang-gelombang, yakni ditampilkan kepada mereka semua umat secara bergiliran, satu demi satu, lalu para malaikat memberitahukan kepada mereka tentang kebenaran dari apa yang didatangkan oleh para rasul kepada mereka.

مَّا كَانُوْا لِيُؤْمِنُوْآإِلّآ اَنْ يَّشَآءَ اللّهُ

Niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki. (Al-An’am: 111).

Dengan kata lain, sesungguhnya hidayah itu, hanyalah diberikan oleh Allah, bukan oleh mereka (para malaikat), bahkan Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dia Maha melakukan semua apa yang dikehendaki-Nya.

لاَيُسْئَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْئَلُوْنَ.

Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatnya, dan merekalah yang ditanyainya. (Al-Anbiyā’: 23).

Berkat ilmu-Nya, hikmah-Nya, kekuasaan-Nya. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt dalam Firman-Nya:

اِنَّ الَّذِيْنَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لاَيُؤْمِنُوْنَ. وَلَوْجَآءَ تْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتّى يَرَوُاالْعَذَابً الْآلِيْمَ.

Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidak akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yūnus: 96-97).[1]

[1]Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasîr Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasîr Juz 8 (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2012), 1-3.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post