Diajak kumpul keluarga, alasannya, "Sibuk." Disarankan menghafal Al-Qur'an, "Sibuk cari nafkah, nanti saja kalau sudah tua." Diarahkan agar ketika hendak tidur dengar murottal, "Terlalu sibuk, jadi biasanya langsung terlelap."

Di dimensi lain ada beberapa orang kecanduan dengan kesibukannya, berkomunikasi liar dengan lawan jenis, arah pembicaraannya pun sudah cukup mengerikan. Namanya juga sibuk kan ya harus enggak kenal waktu lah.

Daftar kewajiban pribadi yang harus ditunaikan, tertiup angin, begitu saja berulang, menghiasi dinding. Ketika waktunya tiba, diingatkan, marah. Yang harus selalu salah, ya yang mengingatkan, sebab cara dan seninya terlalu menggurui dan SANGAT MENYEBALKAN!

Kalau yang sedang sibuk, tak ada indikasi menyebalkan sedikit pun. Dimensi satu beranjak ke dimensi dua. Ternyata, di sana sedang sibuk dengan permainan bola, "Eh ini kewajiban bulan kemarin belum tuntas."

"Nanti nanti, lagi sibuk nih, nanti ya, nanti saya akan kerjakan."

Waktu tak pernah mau basa basi dengan segala kebasian yang sengaja dibuat tanpa alasan yang jelas dan kokoh.

Kita sudah berkumpul bersama anggota keluarga masing-masing, berbicang, berbagi pengalaman dengan anak yang sudah pandai bercakap-cakap. "Jadi kenapa Ayah dulu tak sempat menyelesaikan tugas yang seharusnya diselesaikan saat itu?"

Dengan senyum tanpa rasa bersalah sedikit pun, pertanyaan dijawab, "Ayah benci dengan kesibukan itu Nak, beberapa kali Ayah beranjak, berkali-kali lipat Ayah ditenggelamkan kesibukan."

Anak itu terperangah, mulutnya membentuk huruf 'o', membayangkan ombak bertuliskan 'sibuk' yang sedang menarik Ayahnya dari tugas yang semestinya telah dituntaskan di masa silam.

Cls, Rabu 270324, 23.17, halub©