Suprapti Prapti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

CERITA LEBARAN HARI PERTAMA (PART 1)

CERITA LEBARAN HARI PERTAMA (PART 1) Seminggu sebelum lebaran sibuknya luar biasa pasalnya rumahku sedang direnovasi. Masih semrawut keadaan didalam rumah membuat hormon kortisol semakin meningkat. Emosi jiwa. Setres banget melihat keadaan rumah seperti itu, padahal aku mencoba inspeksi kerumah saudara yang dekat rumahku semuanya sudah disiapkan serba rapi jali. Memang tidak dapat diingkari semua yang disiapkan pada waktu hari raya tujuannya untuk menghormati tamu yang akan datang berkunjung (menurut ajaran agama Islam) menghormati tamu akan dapat pahala yang berlipat ganda. Kenyataannya unsur pamer sangat terasa, ada rasa prestise ingin mempunyai sesuatu yang dibanggakan dan ingin dipuji atau dikagumi. Jadi rasanya beda tipis antara pamer (Riya) dan mendapatkan pahala. Bingung dan takut juga. Tukang plafon yang mengerjakan rumahku juga nggak ada niat untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat padahal targetnya hari raya harus sudah jadi. " blung kira kira selesai nggak hari raya plafonnya?" Tanyaku hati hati maklum tukang sekarang bawaannya ngambeg jadi nanyanya juga harus ekstra hati hati. " mudah mudahan buk" jawabanya datar saja . Idihh sebenarnya aku benar benar nggak sabar melihat gaya bicaranya yang kelihatan ogah ogahan. "Gini lo blung, aku ingin hari raya nanti plafon udah ketutup walaupun belum di cat nggak apa apa yang penting nggak bolong"aku masih berusaha memaksakan kehendak. Jemblung tukang plafon cuma manggut manggut. Ternyata manggut manggutnya cuma isapan jempol dan sampai malam takbiran plafon di rumah tetap berlubang. Ternyata ini adalah cara Alloh mengingatkan aku untuk merayakan idul fitri dengan sederhana. Akhirnya sebenarnya kecewa juga, rencananya mau pamer rumah baruku gagal sia sia... Hehehe berarti aku masih takut dosa dong?? Suara takbir terus berkumandang lambat laun fajar sidiq juga mulai turun, lebaran telah tiba menutup amalan ibadah selama ramadhan. Dengan bergegas anak anak ku bangunkan semua. Dasar anak anak padahal usianya sudah remaja, bangun saja tidak punya kesadaran. Aku menyuruhnya segera mempersiapkan diri untuk pergi berangkat sholat Ied. Selama dalam perjalanan menuju masjid ada sesuatu beban dihatiku. Kucoba mengadakan dialog antara hati baikku dan hati jelekku. "Wahai hati baik setelah pulang sholat nanti apakah aku harus meminta maaf kepada suamiku?" Hati baikku menjawab " pasti kau adalah wanita sudah menjadi kewajibanmu untuk tunduk dan patuh kepada suamimu, sedangkan selama satu tahun ini apakah kamu sudah merasa menjadi istri yang sholeha?"hati baikku menghakimi diriku. Jadi ingat pertengkaran demi pertengkaran dengan suamiku gegara renovasi rumah. Suamiku kurang setuju jika aku melaksanakan renovasi. Menurutnya rumah kami masih terlalu kuat dan sayang kalau harus di bongkar, selain itu rumah kami mempunyai nilai sejarah yang dalam. Tapi menurutku pemikiran suamiku sudah kuno karena model rumah kami memang rumah kuno dan sudah ketinggalan mode. Oleh sebab itulah aku merasa sangat perlu untuk melakukan renovasi, akupun tetap memaksakan diri. Hati jelekku terus mengompor ngompori" ahhh nggak perlu minta maaf,suamimu yang salah wong rumah mau di perbaiki kok malah marah, biarkan saja" Dialog itu hampir final ketika aku sudah sampai dipelataran masjid. Aku masih merasa malu dan berat memikirkan bagaimana caraku meminta maaf. Tapi aku akan berusaha, minta maaf dengan tulus. Pukul 08.00 pagi tibalah saatnya even bermaaf maafan di mulai, diatas kursi suamiku duduk dengan gagahnya penuh pesona wibawa.Dan aku tidak mampu menolak tatapan matanya untuk mendekat, aku duduk bersimpuh dihadapannya kucium tangan kasarnya aku memohon maaf kepadanya atas ketidaktaatanku sebagai seorang istri. Dan dengan penuh kasih sayang serta kelembutan (khas suamiku banget) dia merengkuhku kami saling meminta maaf dan dadaku terasa plong. Meminta maaf kepada suami tidak semudah meminta maaf kepada orang lain.Mungkin karena dosa dosa yang sudah menumpuk kepada suami yang menyebabkan lidah kelu untuk berucap. Dan lebaran pertamaku berakhir happy ending karena kami seperti bayi yang baru dilahirkan tanpa dosa dan tanpa beban.Terima kasihku kepada Mu Ya Alloh tuntunlah kami selalu dalam kebaikan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post