Suprapti Prapti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

PENDIDIKAN INKLUSI UNTUK SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS

#TANTANGAN GURUSIANA HARI KE 81

PENDIDIKAN INKLUSI UNTUK SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS

Hari pertama pembekalan Gupres yang di tempatkan di SLB mata saya tak bisa saya alihkan ke tempat lain di luar jendela itu. Pemandangan itu terlalu berharga untuk saya sisihkan, walaupun telinga saya masih setia mendengarkan penjelasan instruktur dalam persiapan lomba gupres Jatim bertempat di gedung SLB. Pemandangan yang membuat hati serasa di tusuk, ketika melihat seorang guru di SLB yang berjalan menuju ruang kelas diikuti oleh beberapa siswanya sekitar lima orang.

Dalam hati saya memuji manajemen pendidikan di SLB yang dapat melatih siswa siswi SLB untuk bisa berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain. Itu terbukti dengan pemandangan di seberang jendela itu. Betapa bahagianya Ibu guru tadi masuk ruang kelas, tanpa beban tanpa takut, tanpa malu. Sedangkan dibelakang ibu guru para siswa SLB membuntuti berjalan sambil membawakan buku maupun tasnya.Mereka bersendau gurau. Sungguh pemandangan yang menakjubkan yang sudah semakin langka. Tetapi selang beberapa saat saya sungguh terkejut ketika kaki ibu guru di jegal ( menjatuhkan orang lain mengaitkan kakinya tujuanya agar orang tersebut jatuh) dari belakang oleh beberapa siswa. Ketika Ibu guru jatuh terjengkang mereka mengitari ibu guru sambil bertepuk tangan bersorak kegirangan. Ya ampun....dalam hati saya berteriak kaget. Kembali saya di buat trenyuh oleh sikap ibu guru tadi. Beliau pura pura menangis dan kakinya digerak gerakkan seperti gaya anak kecil yang ngambeg. Apa yang terjadi selanjutnya? Alhasil semua siswa yang bertepuk tangan langsung berhenti dan bersama sama membantu Ibu guru untuk berdiri. Tidak nampak kemarahan di wajah Ibu guru juga tidak tampak penyesalan diwajah siswa siswanya. Ibu guru dapat bermain peran seperti mereka dan merubah diri seperti kelompok mereka.Hebat !, Pemandangan yang membuat saya semakin penasaran dengan peristiwa itu.

Pelatihan hari kedua di SLB, saya dan beberapa teman tidak berani keluar kamar karena ada siswa SLB yang mengejar- ngejar kami dikarenakan ada salah satu teman kami yang wajahnya mirip dengan ibunya, ( Kebanyakan siswa SLB ini di asramakan oleh orang tuanya bersama guru guru di SLB itu) Dia menyampaikan kangen dan ingin dipeluk. Seandainya siswa itu masih kecil mungkin tidak mengapa, tetapi siswa ini sudah agak dewasa. Kami mengambil sikap seperti pecundang yang tidak berani menghadapi kenyataan. Di dalam kamar ukuran 2×3 itu saya merenung dengan sikap kami yang tidak berani keluar kamar. Kami juga guru, kenapa tidak bisa bersikap profesional layaknya seorang guru.

Para siswa SLB adalah manusia biasa hanya mempunyai sedikit keterbatasan sehingga membedakan mereka dengan anak normal. Keadaan inilah yang membuat mereka berada di sekolah ini. Siswa yang berketerbatasan dengan grade lebih tinggi melebihi dari kriteria kekurangan dari ciri ciri siswa berkebutuhan khusus bisa di sekolahkan di SLB. Sedangkan bagi siswa yang grade keterbatasannya lebih rendah dari itu bisa di sekolahkan di sekolah umum yang mempunyai pelayanan untuk siswa inklusi. Apa sebenarnya pendidikan inklusi itu? Bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatakan anak anak berkebutuhan khusus dengan anak anak normal pada umumnya untuk belajar.

Selaras dengan UU sistem pendidikan no 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 inti dari pendidikan inklusi adalah hak azazi manusia atas pendidikan.

Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak mendiskriminasikan dengan kecacatan etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, dan kemampuan. Dimana sekolah harus bisa mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik intelektual sosial emosional linguistik dan kondisi lainnya

Alternatif kebutuhan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah regular (umum) dapat dilakukan dalam bentuk:

(1)Kelas regular (inklusi penuh)

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas regular dengan menggunakan kurikulum yang sama.

(2)Kelas regular dengan tambahan bimbingan dalam kelas (Cluster)

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular dalam kelompok khusus

(3)Kelas regular dengan tambahan bimbingan di luar kelas (Pull Out)

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak lain (normal) di kelas regular, namun dalam waktu-waktu tertentu, anak berkebutuhan khusus dapat ditarik dari kelas regular dengan kebutuhan pembelajarannya.

(4)Kelas regular dengan Cluster dan Pull Out

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular dalam kelompok khsus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

(5)Kelas khusus dengan berbagai peingintegrasian

Anak berkebutuhan khsus di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama-sama dengan anak lain (normal)

(6) Kelas khusus penuh

Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.

Dengan demikian pendidikan inklusi tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas regular setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Karena sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi sesuai dengan gradasi kelainannya. Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus yang gradasi berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khsusus pada sekolah regular (inklusi lokasi). Kemudian, bagin yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan ditempatkan di sekolah regular, dapat disalurkan kesekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (Rumah Sakit)

Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) hanyalah satu bentuk Kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, atau agama. Di dalam individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam individu anak normal maupun anak berbakat pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak ada makhluk yang diciptakan sempurna. Kelainan tidak memisahkan peserta didik satu dengan yang lainnya. Hal ini harus diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam,

Kesepakatan UNESCO di Salamanca tentang Inclusive Education (1994). Deklarasi ini sebenarnyaj penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada peraturan standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian dari sistem pendidikan yang ada.

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1) yang berbunyi: Bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan.

6) Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 4 (1) dinyatakan bahwa pendidikan di negeri ini diselenggarakan secara diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa. Pasal 5 (2) menyatakan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Tanpa Diskriminasi, Sukron.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mohon maaf Bu Zulfa, saya baru menjawab sekarang, untuk menggolongkan anak menjadi berkebutuhan perlu di berikan tes dulu oleh psikolog. Nanti dari hasil tes akan di tentukan dalam kategori apa anak tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai kebutuhannya.

01 May
Balas

Bu Suprapti, mohon izin untuk bertanya. Kapankah anak-anak digolongkan berkebutuhan khusus? Terima kasih sebelumnya Bu.

22 Apr
Balas



search

New Post