SONGGORITI PELETAK DASAR KOTA WISATA
#TANTANGAN GURUSIANA HARI KE 47
SONGGORITI PELETAK DASAR KOTA WISATA
Memilih KWB menjadi tujuan wisata bagi para pelancong tentunya sudah dipertimbangkan dalam segala segi. KWB adalah sebuah kota kecil dilereng kaki Panderman. Negeri kecil yang menjadi tujuan wisata dari para raja di jaman Mpu Sendok. Telah tersurat sebagai kota wisata
Sejak abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan, karena wilayahnya yang terbentang dari deretan rangkaian pegunungan ditambah dengan kesejukan udara yang nyaman full Ac, serta didukung oleh keindahan pemandangan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan. Benar- benar menjadi daerah eksotis.
Alkisah yang melegenda dari Kota Batu adalah pada waktu pemerintahan Raja Sindok,seorang petinggi Kerajaan bernama Mpu Supo diperintah Raja Sendok untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pegunungan yang didekatnya terdapat mata air. Dengan upaya yang keras, akhirnya Mpu Supo menemukan suatu kawasan yang sekarang lebih dikenal sebagai kawasan Wisata Songgoriti.
Atas persetujuan Raja, Mpu Supo yang konon kabarnya juga sakti mandraguna itu mulai membangun kawasan Songgoriti sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan serta dibangunnya sebuah candi yang diberi nama Candi Supo.
Ditempat peristirahatan tersebut terdapat sumber mata air yang mengalir dingin dan sejuk seperti semua mata air di wilayah pegunungan. Mata air dingin tersebut sering digunakan mencuci keris-keris yang bertuah sebagai benda pusaka dari kerajaan Sendok. Oleh karena sumber mata air yang sering digunakan untuk mencuci benda-benda kerajaan yang bertuah dan mempunyai kekuatan supranatural (Magic) yang maha dasyat, akhirnya sumber mata air yang semula terasa dingin dan sejuk akhirnya berubah menjadi sumber air panas. Dan sumberair panas itupun sampai saat ini menjadi sumber abadi di kawasan Wisata Songgoriti. Jadi semenjak Kerajaan Sendok Kota Batu telah dipilih untuk dijadikan sebagai Kota Wisata dan tempat para keluarga kerajaan refresing dengan berendam atau berenang.
Jajaran pohon dari hutan pinus yang melingkari wilayah Songgoriti tempat Raja Sendok berwisata bersama keluarga menjadi daya pikat tersendiri, nuansa hijau yang berpadu dengan birunya langit menjadi kekaguman sebuah mahakarya dari Sang Pencipta yang telah menganugrahkan kota perdikan menjadi sebuah kota wisata yang berskala internasional. Berubahnya kota perdikan ini tidak serta merta terjadi begitu saja, semuanya melalui proses panjang yang disebut perjuangan dan pengorbanan, dari tangan dingin seorang pemimpin yang berjiwa besar dan mencintai rakyatnya sehingga terbentuk Kota Wisata Batu , pemimpin itu adalah Pak Eddy seorang pria bersahaja kelahiran Menado yang mencintai Kota Batu sebagai bagian nafasnya. Pak Eddy total mengantarkan keberhasilan Kota kecil ini mencapai puncak keberhasilanya.
Wilayah Kota Batu yang terletak di dataran tinggi di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian 700 sampai 1100 meter di atas permukaan laut, berdasarkan kisah-kisah orang tua maupun dokumen yang ada maupun yang dilacak keberadaannya, sampai saat ini belum diketahui kepastiannya tentang kapan nama “B A T U” mulai disebut untuk menamai kawasan peristirahatan tersebut. Nama Batu disandangkan pada daerah perdikan ini berkaitan dengan kisah dari beberapa pemuka masyarakat setempat yang mengisahkan bahwa sebutan Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, juga agar lebih singkat penyebutannya serta lebih cepat bila memanggil seseorang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil Mbah Tu menjadi Mbatu atau batu sebagai sebutan yang digunakan untuk Kota Dingin di kaki Panderman Jawa Timur.
Sedikit menengok ke belakang tentang sejarah keberadaan Abu Ghonaim sebagai cikal bakal serta orang yang dikenal sebagai pemuka masyarakat yang memulai babat alas dan dipakai sebagai inspirasi dari sebutan wilayah Batu, sebenarnya Abu Ghonaim sendiri adalah berasal dari JawaTengah. Abu Ghonaim sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah dikaki Gunung Panderman untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda (Kompeni)
Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidupan barunya bersama dengan masyarakat yang ada sebelumnya serta ikut berbagi rasa, pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro. Akhirnya banyak penduduk dan sekitarnya dan masyarakat yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru, menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu.
Bermula mereka hidup dalam kelompok (komunitas) di daerah Bumiaji, Sisir dan Temas akhirnya lambat laun komunitasnya semakin besar dan banyak serta menjadi suatu masyarakat yang ramai.
Sebagai layaknya Wilayah Pegunungan yang wilayahnya subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki Panorama Alam yang indah dan berudara sejuk, sebutlah satu daerah yang telah menobatkan dirinya sebagai Desa Wisata Bunga Sidomulyo, maka siapapun yang berkunjung ke Desa ini akan di buat jatuh cinta karena keelokan alamnya beraneka macam bunga tumbuh berkembang di desa ini, air yang bening dan sejuk serta keramahan penduduknya menjadi daya Tarik tersendiri dan tentunya akan menarik minat orang lain untuk mengunjungi dan menikmati Kota Batu sebagai kawasan pegunungan yang mempunyai pesona tersendiri. Keelokan Kota Batu inipun telah dicium oleh orang-orang Belanda pada zaman penjajahan, sehingga orang-orang Belanda itupun membangun tempat-tempat Peristirahatan (Villa) disepanjang jalan Bukit berbunga (sekarang Jalan Bukit Berbunga) banyak peninggalan villa kuno dan rumah-rumah kuno dari orang-orang Belanda tersebut. Bahkan yang melegenda di Kampung saya adalah “Omah Papak” di rumah ini merupakan rumah kuno peninggalan orang Belanda yang menetap di kampung saya, Desa Sidomulyo. Rumah yang bergaya arsitektur zaman Kolonial itu memang berbentuk papak dan bercat putih. Ketika penghuninya semuanya telah meninggal dunia dan sebagian anak keturunanya tidak lagi tinggal di rumah itu. Maka Omah Papak menjadi rumah hantu yang menyeramkan hingga sekarang.
Situs dan bangunan-bangunan peninggalan Belanda atau semasa Pemerintahan Hindia Belanda itupun masih berbekas bahkan menjadi aset dan kunjungan Wisata hingga saat ini. Begitu kagumnya Bangsa Belanda atas keindahan dan keelokan Batu, sehingga bangsa Belanda mensejajarkan wilayah Batu dengan sebuah negara di Eropa yaitu Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein Switzerland atau Swiss kecil di Pulau Jawa.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar