Rezekimu Takkan Tertukar
Jadwal yang padat beberapa hari ini cukup membuatku kewalahan. Beberapa pekerjaan jadi keteteran. Senin ini aku mengajar dari pagi. Kumulai hari ini dengan semangat empat lima.
Pagi ketika upacara, ibu kepala madrasah bercerita tentang kegiatan sagu sabu yang kami ikuti sabtu dan minggu kemarin. Fera, temanku telah menulis sebuah buku. "Akan ada buku berikutnya dari guru-gurumu", papar beliau dengan semangat.
Ketika kakiku baru melangkah ke salah satu kelas sambil mengucap salam, tiba-tiba salah seorang muridku nyeletuk, "ibu juga menulis buku ya?" teriaknya. Aku meletakkan buku pelajaran di atas meja. Sambil tersenyum aku menjawab, "insyaAllah anak-anak."
Lima menit sebelum berakhir jam pelajaran anak gadisku menelpon dari sekolahnya. Dia minta aku menjemputnya.
"Aku mau kesekolah umi", pintanya. "Sebentar ya nak, lima menit lagi umi jemput", jawabku.
Aku mengantar si gadis pulang ke rumah dan pamit ke pasar setelah shalat zuhur.
"Jaga adik-adik ya nak" pintaku.
"Siip umi", jawabnya sambil mengacungkan jempol.
Aku buru-buru ke pasar karena harus kembali ke sekolah. Biasanya aku ke pasar hari minggu. Berhubung hari minggunya pelatihan menlis sagu sabu jadi deh kepasarnya hari senin.
Kurang dari satu jam aku selesai belanja. Aku kembali ke sekolah. Jam 03.20 aku sudah sampai di rumah. Aku keluarkan belanjaan sambil berhayal menghidangkan sop sapi lezat untuk suami sepulangnya dari kantor nanti.
Aku mulai merebus daging dan tulang iga sapi. Lima menit pertama api kompor terlihat menyala. Menit berikutnya tiba-tiba apinya semakin mengecil.
"Ya Allah, gas habis", pekikku dalam hati. Pupus sudah harapanku memasak sop lezat untuk suami dan anak-anak.
Aku mandi dan shalat ashar. Aku tidak bisa melanjutkan memasak. Kemudian duduk membaca buku di kamar. Jam lima sore ku panggil anak-anak pulang untuk mandi sore.
Menjelang magrib suamiku pulang.
"Sehat sayang", sapanya seperti biasa.
"Alhamdulillah sehat sayang," jawabku.
Beliau membersihkan diri untuk shalat magrib di mushala. Ketika hendak shalat, putra keduaku memanggil.
"Umi, ada bang azki di luar, mana umi?", tanyanya.
Aku bergegas ke ruang tamu. Kutemukan azki, kemenakan suami ku yang bersekolah di kampung ini.
"Umi ada titipan dari umak", katanya sambil menyodorkan sebuah bungkusann.
"Apa ini nak", tanyaku.
"Gulai udang mi", jawabnya.
"Alhamdulillah, terima kasih ya nak", ucapku.
Azki kusuruh shalat magrib di rumah. "Ini ada kiriman gulai udang dari kampung da", kataku. "Alhamdulillah ya da, selalu ada saja rezki yang datang di waktu yang tepat."
Selesai magrib aku menghidangkan semangkok gulai udang lezat untuk suami. Makannya terlihat lahap.
"Tuh kan, Allah sudah mengganti jerih payah umi tadi," kata suamiku. "Alhamdulillah sayang, Allah maha pemberi rezki."
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar