SRI HARDIYATI WAHYURINI

Karanganyar bumi kelahiranku. Sekarang tinggal di Kota Semarang...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ku Panggil Dia Kakak

Namaku Icha. Aku bekerja di salah satu kantor di daerah Gajahmungkur. Keseharian pekerjaan ku lakukan dengan penuh semangat. Meskipun aku bukan orang yang pinter, aku berusaha untuk melakukan pekerjaanku sendiri. Andaikata kesulitan, aku baru minta tolong pada Pak Budi.

"O ya Dik, ini yang dibuat bersama. Kita satu tim. Aku pasrah ya, gak paham kalau pakai program ini. Pokoknya ngikut, manut saja," kata Kakak panggilan keseharianku.

"Ya, nanti kalau sudah longgar ku keejakan," sambungku.

"Ok. Makasih banyak ya, Aku istirahat dulu, agak pusing kepalaku," katanya.

"Baik Kak, minum obat kalau pusing, jangan lupa," kataku

"Ya Dik," jawabnya sambil berlalu.

Ku panggil dia Kakak, serasa nyaman dan begitu akrab. Karena pekerjaan kami satu level satu jurusan, kami saling membantu dan melengkapi. Hal yang biasa bagiku, karena aku berusaha membantu siapapun sesuai kemampuan.

Akhir-akhir ini ku lihat ada yang beda dari kakak. Tapi biarlah, yang penting tugasku bersama kakak beres. Untung tidak begitu banyak, jadi cepat selesai tidak perlu lembur. Baru kelar pekerjaanku, tiba - tiba ... .

"Kakak, kok sedih kamu apakan?" kata Mei sahabat Kakak.

"Ada apa lagi dengan Kakak?" tanyaku.

"Mbok jangan begitu, gara-gara omonganmu tadi, dia sedih," kata Mei blak-blakan.

"O begitu, ya dimaafkan. Tidak ada niatan untuk membuat sedih. Aku hanya kasih saran ternyata beda tafsir, tidak apa-apa," jelasku.

Aku jadi bingung sendiri, tumben Kakak sedih dengan omongan yang sering ku lontarka. Tidak biasanya begitu. Ya mungkin saja kakak baru ada masalah. Biarlah maksudku juga baik demi kesehatannya.

Keesokan harinya, ketika aku asyik bersantai bersama Kakak dan teman lainnya datanglah Mei.

Dia menyapaku seraya berkata, "Cha, selama kepergianku ke luar kota. Kakak saya titipkan pada Mbak Sari yang amat sabar. Untuk pekerjaan atau tugas nanti biar dibantu Sari."

"Tidak masalah. Ya beginilah aku, kurang sabar sama Kakak," sambungku.

Begitulah, sejak saai itu aku jarang ngobrol dengan Kakak. Aku bicara seperlunya, takut kalau salah tafsir lagi. Lebih baik diam daripada bicara yang tak ada gunanya.

*

Semarang, 28 Mei 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sip. Lebih baik diam

28 May
Balas



search

New Post