Sri Hartati

Pegangan Hidup dalam Diri Hidup adalah perjuangan, bersama perjuangan, sepasang suka dan duka selalu ada, kegigihan adalah modal, kesabaran ada...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cinta Khalis kepada Bidari

Cinta Khalis kepada Bidari

Sore itu, setelah selesai mandi, Bidari duduk di antara dua anaknya Satria yang baru berumur 5 tahun dan Santia baru berumur 3 tahun . Bidari memandangi lama kedua buah hatinya itu. Dua-duanya minta disuapi Bidari. Bidari tidak bisa berkata, yang ada hanyalah usapan lembut tangan seorang ibu membelai kedua anaknya dengan tangan terbungkus APD. Khalis yang hampir satu bulan ini telah menjadi juru masak untuk anak istrinya karena istri tercintanya tengah berjuang di rumah sakit tempat dia bertugas menyelamatkan kelangsungan hidup pasien, menyeduhkan sesendoh sup buntut kesukaan Bidari ke mulut Bidari. Bidari menatap suaminya, tatapan yang teduh, yang selalu menambahkan kesejukan di dada Khalis.

"Ayo, Dari! Bukalah mulutmu itu agar sup ini bisa menghangatkan dirimu!" bujuk Khalis. Memang dalam sebulan ini selera makan Bidari berkurang drastis. Mungkin tingkat kelelahan yang tinggi membuat selera makan Bidari jadi menghilang.

Bidari melepas masker yang terpasang dan memaksa dirinya menerima suapan dari suaminya. Ketika suapan keempat diberikan oleh Khalis, Bidari menolaknya.

"Uda, sebetulnya, tidak ada lapar dalam diriku yang terasa, tiga suap yang telah aku makan, itu adalah rasa cintaku padamu yang telah setia, mengerti, dan ikhlas membantuku menjalankan tugas mengurus rumah dan anak kita selama tugasku di rumah sakit menjadi luar biasa tuntutannya. Terima kasih Uda. Meskipun dirimu juga bekerja di kantor setiap jari, tetapi sebulan ini dirimu telah membuktikan bahwa aku tidak salah memilihmu menjadi suamiku."

Bidari terdiam lama," Tidak, kamu harus menikah dengan Randi kemenakan ayahmu. Mamakmu itu telah banyak membantu kita Dari. Kamu harus terima lamaran Randi." Kalimat itulah yang melintas di pikiran Bidari, kalimat yang diucapkan ibunya 6 tahun yang lalu.

Bidari dengan memelas penuh harap pada ibu dan abaknya agar ia diizinkan menikah dengan Khalis. Khalis adalah kakak teman Bidari seperkuliahan. Ghena, itulah nama adik Khalis yang telah menjodohkan Bidari dengan Khalis.

Saat itu, di hari wisuda, Khalis hadir mendampingi Ghena sebagai pengganti ayah Ghena karena ayah Ghena telah berpulang menghadap ilahi saat Ghena kelas 7 SMP. Saat itulah Ghena mengatakan kepada Bidari bahwa Khalis sering bertanya-tanya perihal Bidari kepada Ghena.

Bidari memang tidak pernah punya pacar. Bidari tidak seperti teman lainnya yang rata-rata punya pacar. Bidari yang selama SMA aktif di Forum Annisa sekolah telah paham sekali bahwa pacaran itu termasuk perbuatan mendekati zina.

Waktu kelas X, Bidari pernah jadi peserta debat tim kontra pacaran. Kala itu, tim Bidari menjadi pemenangnya. Bidari dan timnya dapat hadiah dari guru bahasa Indonesianya karena tim Dari dinilai paling bagus. Kelaspun takjub dengan tampilan tim debat Bidari yang solid, ilmiah, dan mampu meyakinkan tim propacaran bahwa pacaran harus ditinggalkan.

Abak Bidari yang bijaksana telah mencairkan ketegangan antara ibu dengan Bidari. Ibu Bidari yang pada awalnya bersikokoh dengan rencana penjodohan Rendi dengan Bidari berubah menjadi melembut. Betapa besarnya kesyukuran Bidari saat ibunya tidak lagi mempersoalkan penjodohan. Bidari hatinya menjadi tenang karena dengan melembutnya hati ibu tentunya dia tidak akan dicap sebagai anak durhaka.

"Uda, terima kasihku memenuhi dunia ini untukmu. Aku yang dihimpit kelelahan menjadi seperti terlepas. Mana ada suami seperti sebaikmu. Aku yang pulang dari setiap dinasku selama corona ini, telah engkau manjakan. Sesampai di rumah, kau melarangku melakukan pekerjaan rumah yang bagiku itu adalah kewajibanku. Kau menyuruhku berisirahat untuk memulihkan kelelahanku."

Bidari meraih piring dari tangan Khalis. Bidari mengambil sesendok sup di piring itu dan menyuapkannya ke mulut santia. Santia dengan penuh bahagia menerima suapan itu.

"Aku lagi, Umi!" " potong Satria yang juga mau disuapin uminya. Satriapun mendapatkan sesuap.

" Bidari, selama ini, selama lebih 6 tahun, dirimu telah menunjukkan baktimu sebagai istri dengan sangat baik. Aku akan selalu mendukungmu dalam semua pengabdian hidupmu. Saat ini, peranku akan kutingkatkan melebihi peran biasa. Perjuanganmu di rumah sakit sangat luar biasa berat dan hebatnya. Aku hanya bisa seperti ini saja untuk mendukungmu. Anak kita Satriapun telah menunjukkan dukungannya padamu. Saat aku memasak, dia menyapu rumah. Saat aku mencuci, dia bermain membujuk adiknya yang rewel menanyakanmu tiap sebentar. Saat aku menyetrika, Satria tidak hentinya memerankan dirinya sebagai seorang ibu. Dia makan, dia suapi adiknya. Dia ceritakan cerita-cerita yang pernah didapatkannya darimu. Kamu harus bangga pada kedua anakmu ini, kami saling bantu. Jadi, kamu fokuslah dengan pengabdianmu di rumah sakit. Kami senantiasa menyertaimu dengan doa."

Kalimat terakhir dari mulut Khalis diucapkannya dengan terbata-bata dan tersendat. Air mata yang menetes dari mata perkasa itu telah membuat Khalis kehilangan kontrol pengucapan dan ketepatan intonasi.

Hari tepat pukul 17.20 di hp Bidari. Bidari menyerahkan kembali piring itu ke tangan Khalis.

" Terima kasih Uda, kau sangat baik. Aku harus balik ke rumah sakit. Aku tahu, Uda telah menjaga kami, aku dan anak kita dengan baik. Tetaplah seperti itu sampai kapanpun. Semoga aku bisa kembali ke rumah seperti biasa."

Kedua anak mereka seperti sudah sangat me gerti bahwa ibunya akan kembali berangkat menuju rumah sakit. Bidari sangat merisaukan dirinya, akan dia bisa kembali ke rumah untuk selalu bersama di samping Khalis, di samping Satria, dan di samping Santia, permata hatinya. Tidak ada yang bisa membaca kerisauan Bidari, kecuali hati Bidari dan yang maha membolak-balikkan hati, yaitu Allah sang pemilik diri Bidari. Bidaripun pamit pada Khalis, pada kedua anaknya, lalu melaju dengan motornya menuju rumah sakit sambil memanjatkan doa ke langit paling atas agar corona Allah ambil kembali.

Catatan=

Abak merupakan panggilan terhadap orang tua laki-laki di Minang Sumatera Barat, artinya sama dengan ayah, papa.

Bidari adalah tempat batas permainan dalam kasti, diberi nama Bidari biar tokoh menjadi sosok pembatas.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Penuh penasaran Bu.

13 Apr
Balas

Semoga bersama penasarannya bosa mendapat sesuatu, namun yang pasti adalah setiap perempuan bisa punya pendamping hidup seperti Khalis.Terima kasih telah mengapresiasi Ibu Nur!

13 Apr

Ya Allah, Khalis itu nama adik saya bu..makasih...oh iya semoga istrinya cepat sembuh nih..suaminya pinter masak jug..tapi adik saya enggak ha..ha., salam bu..lanjut

13 Apr
Balas

Benarkah? Saya sengaja memberi nama tokohnya Khalis agar identik dengan karakter tokoh yang ikhlas. Ikhlas itu tingkat takwa paling tinggi 'kan Pak Eko? Walau adik Bapak gak bisa masak, Allah tentu menyertainya dengan kelebihan yang lain. Terima kasih, Pak dah mampir. Sehat selalu Pak.

13 Apr

adik saya ikhlas kok..ibdahnya juga bagus he..he.., gak popo, .kan kebetulan he..he., eh Abk Bidari itu artinya apa ? abah atau abak ?

14 Apr

Semoga bersama penasarannya bosa mendapat sesuatu, namun yang pasti adalah setiap perempuan bisa punya pendamping hidup seperti Khalis.Terima kasih telah mengapresiasi Ibu Nur!

13 Apr
Balas



search

New Post