TRIVIA 

#cerpen Esha

Di tengah berkibarnya kesuksesan orang lain, ada aku yang masih saja hanya menatap sukses itu dari pondok pengangguranku. Aku ingin seperti teman lain, mereka cuma tamatan SMK, tetapi bisa bekerja di Jepang. Dia juga berkirim uang untuk ibu, untuk adiknya, dan dia juga ikut berkurban di hari Idul Adha. 

Sementara aku, lulusan S-1, malah masih menggantungkan makan pada kedua orang tua.. Menjadi pengangguran sama dengan mencoreng arang di muka rasanya, malu sekali! Apa lagi ketika bertemu dengan teman kedua orang tuaku, aku sering ditanyai tentang bekerja di mana. Dengan ikhlas dan berat hatiku kujawab "Masih belum, Om, Tante!". 

Kedua orsng tuaku telah menyuruhku melanjutkan pendidikanku ke S-2 di kampus tempat aku menyelessikan S-1. Aku menolaknya. Sebetulnya, aku mau kuliah S-2, tetapi tidak di sini. Aku protes kepada beberapa dosen yang sering tidak masuk memberi kuliah, kemudian seenaknya saja merapel tanda tangan dan ada juga yang mengambil jadwal kuliah di hari-hari yang tidak ada  jadwal resmi. Mamaku juga peotes kepadaku dengan sikapku ini. Mamaku menyuruhku agar punya pengertian dan empati. 

Pernah terpikir juga olehku, apa yang menjadi penyebab aku tidak lulus mendapatkan pekerjaan. Aku selalu serius dengan perkuliahanku. Akupun sudah ke Jakarta untuk mendapatkan kerja. Kebanyakan perusahaan menanyakan kemampuanku berbahasa Msndarin. Padahal di lowongan kadang tidak tercantum syarat bisa berbahasa Mandarin. Empat bulan aku tinggal bersama abangku di Jakarta, tetap saja aku tidak bisa mendapatkan kerja sesuai impianku. Membuat konten games tidak pula direstui orang tuaku. 

Kini tekadku sudah bulat. Aku juga ingin bekerja di Jepang seperti temanku yang tamatan SMK. Hari ini merupakan hari ke-3 aku mengikuti pelatihan kerja ke Jepang. Ternyata belajar bahasa Jepang tidak sesusah bahasa Mandarin. Waktu SMA, aku pernah belajar bahasa Mandarin sebagai mata pelajaran bahasa asing, pusing! Pandu temanku malah jadi ketagihan belajar bahasa tersebut. Kini dia sudah bekerja di perusahaan asing.

Semoga aku berhasil berangkat ke Jepang tahun ini. Satu hal yang menyita perhatianku dalam latihan kerja ini adalah insrukturnya yang bernama Trivia. Performanya persis gadis jepang, tetapi namanya, Trivia! Tidak ada nyambungnya nama iru dengan orangnya. Trivia itu cantik, beda tipis dengan Shef Renatta dalam Master Shef RCTI.

Sudah sejak awal latihan aku ingin lebih dekat dengannya dan bertanya tentang nama yang tidak cocok itu untuk seorang gadis jepang secantik dia. Aku juga heran pada diriku,  mengapa nama itu kupersoalkan. Jangan-jangan aku terpikat padanya.  Ah, itu tidak boleh terjadi.

Aku datang lebih awal daripada biasanya. Kuambil posisi duduk dekat meja instruktur. Agenda utama adalah menelusuri nama Trivia itu? Selanjutnya aku belum terpikir. Yang mrnjadi prioritas bekerja di Jepang. Aku juga ingin mengalami sendiri seperti apa tingginya disiplin orang Jepang. Wiranda yang sudah ke Jepang karena prestasi sekolahnya sangat memuji-muji orang Jepang. 

Seorang lelaki tinggi besar berkaca mata memasuki ruangan dan duduk di meja instruktur. Ke mana Trivia? Ya, ampun! Dia mengatakan Trivia sudah kembali ke Jepang. Aku kecewa, misiku hari ini tidak tercapai. "Tenang, tenang diriku! Kita akan menyusulnya. Tunggu aku negeri Sakura, tunggu aku Trivia!"