Tantangan Gurusiana (1)

Oleh : Sri Harya Ningsih, S.Pd.,Gr.

Beberapa hari yang lalu, media sosial penuh dengan postingan sukacita. Pada guru dan calon guru muda dibuat begitu bahagia. Ya, pengumuman kelulusan CPNS 2019 yang telah dinanti-nanti, membawa kabar bahagia. Perjuangan demi perjuangan yang telah dilewati terjawab sudah. 

Tidak heran jika ekspresi kebahagiaan itu dibagikan di media sosial. Mengingat keseharian kita sudah akrab dengan media sosial (medsos). Berbagai ucapan selamat datang dari berbagai kalangan. Mulai dari sanak saudara, sahabat bahkan orang lain yang sempat membaca postingan bahagia tersebut. Seolah ikut merasakan kebahagiaan yang sama.

Membaca postingan dari beberapa teman di medsos tersebut, membuatku tersenyum haru. Seolah kembali dilempar pada masa lalu. Tepatnya setahun yang lalu. Saat mengikuti tes CPNS 2018. Sungguh masih sangat segar dalam ingatan.

Setahun yang lalu, dengan penuh keyakinan, aku mencoba mendaftar. Memilih salah satu formasi yang berada di kabupaten yang sama denganku. Persiapan dilakukan, mulai dari membaca persyaratan, menyiapkan berkas yang diminta hingga mendaftar secara online pada web sscn.

Sambil menunggu pengumuman kelulusan administrasi, aku belajar ala kadarnya dari file soal yang kudapat secara online juga. Ku sebut ala kadar, karena saat itu sedang sibuk-sibuknya kegiatan di sekolah. Persiapan akreditasi membuat semua guru dan karyawan sekolah lembur. Beberapa hari harus pulang sore. Saat itupun, aku mengemban amanah untuk menggantikan guru yang cuti melahirkan. Sudah dipastikan rasa lelah selalu menerpa saat pulang sekolah.

Tidak ada yang bisa menebak rezeki, setelah lulus administrasi, dilanjutkan dengan tes SKD. Lagi-lagi dengan keyakinan, mengingat waktu belajar ala kadarnya. Mencuri-curi waktu saat jam istirahat sekolah. 

Tes SKD berjalan lancar, lulus melewati sedikit nilai ambang batas yang diinginkan pemerintah. Dengan sukacita, aku pulang sore itu. Pertanyaan kawan-kawan tentang hasil SKD ku waktu itu, belum aku gubris. Aku hanya ingin segera sampai ke rumah dengan segera. 

Kupacu sepeda motor. Sinar matahari sore terpancar jelas. Kurasakan ada yang istimewa dari pancaran itu. Dengan mata berkaca-kaca, aku berlari menuju rumah sesaat setelah motor diparkirkan. Ucapan salam dijawab dari dalam rumah. Kulihat ibu sedang duduk. Beliau makan saat itu. Aku langsung saya memeluk beliau. Ibu kaget dan membalas pelukanku. Kakak dan adikku yang melihat kejadian haru tersebut langsung mendekat. "Ceria, kabar bahagia nampaknya nih," ujar adikku sembari tersenyum. Aku katakan kalau aku lulus. Ucapan syukur terlontar dari mereka. Kami saling berpelukan.

Sungguh, tiada yang lebih membahagiakan selain melihat senyum bahagia mereka. Ibu mengatakan jika ia baru selesai shalat dan mendo'akanku. Lagi-lagi aku tersenyum dan memeluk beliau. Bahagia kami melebur menjadi satu. Meski masih ada satu tantangan lagi yang harus dilewati.