Tagur Ke-86

Menulis Hari Ke-767

Belajar Gema dan Gaung

“Anak-anak kalau jalan hati-hati, karena di lantai gua terkadang ada bongkahan batu padas besar,” kata Mang Juki.

“Baik Mang,” jawab anak-anak serempak.

“Hai, suara kita seperti ada yang menirukan,” kata Danu.

Kemudia mereka bergantian mengucapkan kata. Dari kata yang mereka ucapkan tersebut, bersahut-sahutan seperti ada yang menirukan.

“Diam, Aku takut!” seru Edo.

Mendengar seruan Edo, teman-temannya pun tertawa cekikikan. Karena kata-kata yang diucapkan Edo pun seperti ada yang menirukan.

“Kalau tidak salah ini yang dinamakan gema ya Vin?” tanya Raya.

“Bukan gema Ray, tapi gaung,” jawab Alvin.

“Memangnya apa beda gema dan gaung?” tanya Adi.

Alvin pun menjelaskan perbedaan gema dan gaung kepada teman-temannya.

“Kalau gema adalah bunyi pantul yang terdengar jelas, sedangkan kalau gaung adalah bunyi pantul yang terdengar kurang jelas,” kata Alvin.

“Suara kita tadi seperti ada yang menirukan tapi tidak jelas, karena suara kita yang asli sebelum selesai sudah disusul dengan suara pantulan,” sambung Alvin lagi.

“Mengapa bisa terjadi gaung ya Vin?” tanya Danu.

“Ini karena jarak kita berbicara dengan dinding gua sangat dekat,” jawab Alvin.

“Coba kamu tendang bola ke dinding yang dekat dan dinding yang jauh, bola yang cepat memantu kembali ke kamu bola yang mana?” tanya Alvin.

“Tentu dinding yang dekat dong,” jawab Edo.

“Tapi kenapa kalau kita bicara biasa di kelas, di halaman, dan di rumah kok tidak ada gema atau gaung ya?” tanya Adi.

“Itu sama halnya kita menendang bola di lapangan luas tidak ada penghalangnya, apakah bola memantul dan kembali ke kamu?” tanya Alvin.

“Tidak,” jawab mereka serentak.

“Karena gema dan gaung terjadi karena adanya penghalang gelombang bunyi,” kata Alvin.

Mang Juki tersenyum senang mendengar percakapan mereka. Mang Juki bangga dengan Alvin dan teman-temannya, karena mereka bisa belajar dimana saja.