SRI MUJIANI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
HANYA DOA UNTUK NINDIA
HANYA DOA UNTUK NINDIA

HANYA DOA UNTUK NINDIA

Langit mulai memerah, suara adzan maghrib berkumandang. Orang-orang mulai berdiri satu persatu meninggalkan ruangan. Mereka pergi entah ke rumah masing masing atau ke masjid.

Hatiku sendiri dag, dig, dug karena sudah sampai jam 18.00 wib belum juga ada kabar atau tanda- tanda suara mobil jenazah datang.Dengan langkah gontai aku menuju musholla yang berada dekat situ..

Assalamu'alaikum...wr..wb...baru saja kuakhiri shalatku . Tiba-tiba terdengar suara teriakan.

" Jangan pak!"

Biarkan anak kami, kami yang mengurusnya.

"Kalian tidak berhak untuk mengatur kami!"

Aku bergegas lari , dan suara teriakan semakin kencang.

Jangan...!

Tidak boleh.....!

Lepaskan...!

Itu bukan korban covid!

Anak kami hanya asma, bukan karena covid.

Teriakan semakin ramai, dan mencekam.

Jangan......jangan........!

Lepaskan.......lepaskan.....!

Aku terduduk bersimpuh, dada terasa makin sesak melihat nindia, kekasihku yang sudah menjadi mayat jadi tarik tarikan antara petugas dari rumah sakit dan keluarganya.

Aku mencoba mendekat, tapi Pak Wondo menarik tanganku. "Kamu nggak usah ikut campur!", teriaknya. Gara-gara kamu, anakku menjadi seperti ini.

"Pergi kamu!.Pergi!"

"Aku nggak ingin melihat wajahmu lagi".

"Tolong Pak, beri saya kesempatan untuk menebus kesalahan saya."

"Saya juga sangat menyayangi nindia, Pak.Tolong Pak, biarkan saya melihat nindia untuk terakhir kali dan ikut mengantarnya untuk terakhir kali.

"Tidak perlu! Kami tidak butuh kamu!". Dengan Alasan apapun, kami muak melihatmu.

Tubuhku menjauh tanpa daya dengan perasaan bersalah, akhirnya aku mengalah. Teringat waktu itu bulan juli tahun 2020 pada waktu liburan sekolah. Nindia memaksaku untuk mengajak ke gunung Bromo, karena dia belum pernah ke sana.Aku sudah mengingatkan bahwa Bromo itu sangat dingin, apalagi saat iini lagi musim bediding kata orang Jawa.

Tapi, nindia tetap memaksa dengan alasan kondisi tubuhnya baik baik saja, asmanyapun sudah satu bulan ini tidak kambuh.

Hari itu juga Kami berangkat dengan naik sepeda motor dari Banyuwangi pukul 06.00 menuju gunung Bromo di Probolinggo. Pukul 10.00 wib Kami memasuki dusun Cemara Lawang, udarapun mulai menusuk tulang.

"Bagaimana ? masih terus?.udara sudah sangat dingin.

"Nanggung sudah sampai sini, aku harus ke puncak, katanya. Akhirnya akupun mengalah karena kulihat dia masih semangat, walau tangannya terasa seperti es meski memakai sarung tangan sambil memelukku ketika kubonceng tadi.

Jalan mulai menaik dan berliku-liku, di depan padang pasir pun tampak terbentang luas. Akhirnya sampai juga di puncak Bromo, meski ada sedikit kendala yaitu ban sepeda motor yang sedikit tergelincir serta terseok-seok melewati padang pasir tersebut, tetapi kulihat nindia makin bersemangat.Akhirnya kami sampai juga di tempat parkir yang letaknya tepat berada di bawah gunung Bromo. Dengan penuh semangat kulihat nindia langsung lari ke anak tangga yang menghubungkan kaki gunung Bromo dengan puncak Bromo.

Tiba-tiba nindia terduduk dengan napas tersengal-sengal. Nindia tampak pucat, dadanya turun naik tanpa terkendali.kucoba untuk mengolesi kaki, tangan, dan dadanya dengan minyak kayu putih yang selalu dia bawa. Kondisi nindia tidak ada perubahan.Akhirnya Kami ditolong oleh pengawas gunung Bromo yang kebetulan tidak jauh dari kami.

Nindia dilarikan ke puskesmas terdekat dengan mobil pengawas gunung Bromo. Nindia langsung ditangani dengan cekatan oleh dokter dan perawat. 30 menit sudah aku menunggu, tapi belum ada kabar dari dokter. Aku mencoba lagi bertanya pada dokter yang kebetulan lewat, katanya masih diusahakan.

Hampir satu jam, tiba-tiba keluar seorang dokter dari ruangan dan menemuiku.Dengan penuh kesedihan dokter itu mengatakan bahwa nindia tidak bisa ditolong. Hatiku terasa hancur dan pilu, tak terasa air mata mengalir deras dan dada terasa sesak. Aku tak bisa berkata apa-apa, hanya kata nindia...nindia...itu saja yang mampu kuucapkan.

Mas, tolong segera hubungi keluarganya! Kata dokter dengan lebih keras.Tersentak, aku pun segera menelpon kakaknya. Cuma itu satu-satunya nomor keluarganya yang kumiliki.sampai 30 panggilan tidak diangkat. Akhirnya tanpa pikir panjang aku segera kembali ke Banyuwangi, menuju rumah nindia. Dengan kecepatan tinggi dan dalam waktu kurang lebih 2 jam, aku sudah sampai di rumah nindia.

Segera kuceritakan peristiwa yang menimpa nindia dan keadaan nindia pada orangtuanya .Dengan penuh amarah orangtuanya membentak dan memaki-makiku. Orangtua nindia pun mengusirku. Aku pun hanya bisa memandang jenazah nindia dari jauh dan tidak berani mendekati rumahnya. Orang-orangpun menatapku dengan penuh kebencian.

Tiba-tiba ada seorang warga yang lewat di depanku yang baru saja keluar dari kerumunan orang-orang2 di rumah nindia. Akupun menghampirinya .Orang itu mengatatakan bahwa nindia tetap dimakamkan seperti penanganan korban covid .

Akupun hanya bisa termangu melihat dari jauh proses pemakaman tersebut. Air mata tak terasa mengalir, penyesalan yang masih menyeruak di dada. Hanya doa yang kupanjatkan, semoga nindia tenang di sana, semoga nindia memaafkanku, semoga nindia mendapat kan surgamu.....Ya Alloh...Amin Ya Robbal Alamin.

Tak terasa sudah lebih dari satu bulan peristiwa itu terjadi.Tapi, aku masih belum bisa melupakannya, dan keluarganya pun belum bisa memaafkanku.Hanya doaku selalu kupanjatkan untuk nindia dalam shalat dan kini, di depan pusaranya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Maasyaa Allah.. serasa jadi tokoh di dalamnya

09 Sep
Balas

Trimakasih bu

14 Sep

Jadi larut Bu membacanya, keren....

09 Sep
Balas

Trimakasih bu

14 Sep

cerpennya keren

09 Sep
Balas

Trimakasih pak

14 Sep

Trimakasih, dan alhamdulilah...walau masih belum pd.

14 Sep
Balas



search

New Post