Sri Musalifah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
# Tantangan GuruSiana # Tantangan hari ke-16 #
bigsta.net

# Tantangan GuruSiana # Tantangan hari ke-16 #

Pahlawan Kecil

*part 4*

Bujang kecilku sangat syok menghadapi insiden malam itu. Sebetulnya aku juga merasakan “kesereman” itu. Tapi akal sehatku yakin bahwa Allah melihat kondisi kami. Dan segera melindungi kami. Tak lama terdengar suara mengaji di surau belakang rumah. Tanda waktu subuh menjelang.

Setelah sholat subuh perasaan semakin tidak menentu. Kecemasan tingkat tinggi. Kaila tergolek lemah. Tekadku bulat membawanya ke rumah sakit.

Tak butuh lama berunding dengan si mas. Cekatan sekali Habib menyiapkan persiapan adiknya ke rumah sakit. Sementara aku membantu Kaila beberes ke kamar mandi untuk sekedar gosok gigi dan cuci muka.

“Bu adik lemes kepala sakit, gosok giginya pakai kursi boleh ya.” Pusingnya seperti apa nak.” Aku mendesak cemas.

“Mata adik juga agak ndak terang,” lanjutnya. Segera kupercepat mengelap Kaila. Dengan harapan cepat menuju rumah sakit.

Duh….dengan apa harus ke rumah sakit. “Ojek… pakai ojek pakde langganan Habib saja, pikirku”. Masyaallah bukankah pakde kalau Sabtu libur.

Kami memang baru sebulan tinggal di komplek perumahan ini. Jadi belum banyak yang kenal. Lagi pula rasanya segan kalau harus merepotkan mereka. Ditengah kalutku tergopoh aku siapkan perlengkapan ke rumah sakit di teras. Tiba-tiba tetangga sebelah mengetahui kalau kami mau bepergian.

“Bu Yuli mau kemana, mari bareng sekalian. Kami mau ke Padang.” Berulangkali kuucapkan terima kasih. Tanpa ba bi bu lagi segera kugendong Kaila. Habib sigap membawa perlengkapan adiknya.

Kami langsung menuju IGD saja karena kondisi Kaila sudah sangat lemah. Segera anak cantikku ditangani oleh dokter jaga. Si mas dengan seksama mengamati proses pengobatan Kaila. Bahkan Habib sesekali ikut merespon pertanyaan dokter.

Sampai akhirnya Kaila harus menjalani tes darah. “Separah inikah sakitmu nak. Bukankah dirimu hanya demam dan muntah saja.” Kami terbengong mendengar penjelasan dokter dan instruksi apa-apa yang harus kami lakukan.

“Keluarga anak Kaila.” Kaget kami dengar panggilan itu. “Mas, tunggu adik ya nak, ibu dipanggil perawat.” Habib mengangguk tanda setuju.

“ibu silakan sampel darah Kaila ini dibawa ke labor. Ikuti saja petunjuk lokasi labor. Nanti ibu serahkan sampel darah ini dan ibu tunggu hasilnya, sudah itu serahkan kembali kesini ya Bu.”

Bergegas aku menuju labor. Berharap segera diketahui diagnose penyakit putriku dan mendapat obat. Beruntung karena hari masih pagi. Pengunjung labor hanya beberapa keluarga pasien saja. Ternyata pemeriksaan labor membutuhkan waktu lebih dari 60 menit.

Ya Allah, aku lupa tadi pamit sama Habib. Sementara sudah lebih dari satu jam aku bengong di labor. Astagfirullahaladzim kenapa aku bodoh sekali. Pasti Habib kebingungan mencariku. Kondisi ini sudah melumpuhkan akal sehatku.

Begitu hasil cek darah selesai aku berlari menuju IGD. Berharap mendapati anak-anakku baik-baik saja. Segera kuserahkan hasil labor ke petugas. “Lho….kemana mas Habib sayang?” Ibu kok lama sekali, adik pingin pipis.” Iya, mas kemana nak.” Celingak-celinguk aku mencari Habib.”

Terima kasih ya Robb. Habib sudah mampu mengurus administrasi pendaftaran. Dan antri obat di apotik. Anak ini patuh dengan petunjuk petugas IGD untuk mengurus kelengkapan administrasi pengobatan. Sampai pula selesai dan mendapat obat. Anak hebat!

Sementara aku beberapa jam tadi bengong dan linglung di labor. Lagipula petugas labor tidak menginformasikan kalau pemeriksaan darah itu butuh waktu lama.

Alhamdulillah Kaila sudah mendapat tindakan dokter. Infus sudah terpasang dan obat juga sudah berhasil masuk tubuh. Tersadar dengan kenyataan kalau putriku diinfus. Berarti harus rawat inap dong. Sementara tak ada membawa baju dan perlengkapan lain.

Benar juga dugaanku. Berdasar hasil tes darah dokter menginformasikan Kaila mengalami sedikit infeksi darah. Jadi harus menjalani perawatan intensif. Nama penyakitnya sulit disebutkan karena tubuhku lunglai seketika.

Aku pasrah dan terima dengan ujian Allah. Menurut saja keputusan dokter. Toh putriku akan lebih baik dirawat di rumah sakit. Berharap mukzizat Allah.

Setelah Kaila dipindah ke ruang perawatan. Kondisinya sudah mulai tenang. Kutelfon guru kelas Habib, mohon izin dan cerita singkat kondisi kami terkini.

Perlahan menata hati dan kata guna menghubungi si ayah. Bagaimanapun beliau harus tahu kondisi putrinya. Tak perlu kukabarkan kronologis kejadian yang mengharu biru.

Bersyukur bos suamiku seorang sangat memahami. Cerita suamiku mengetuk kemurahan hatinya. Alhamdulillah tak sulit suamiku dapat izin mendampingiku merawat putri kami. (bersambung sekali lagi)

Kota Arang, 16 Februari 2020

Pahlawan Kecil

*part 4*

Bujang kecilku sangat syok menghadapi insiden malam itu. Sebetulnya aku juga merasakan “kesereman” itu. Tapi akal sehatku yakin bahwa Allah melihat kondisi kami. Dan segera melindungi kami. Tak lama terdengar suara mengaji di surau belakang rumah. Tanda waktu subuh menjelang.

Setelah sholat subuh perasaan semakin tidak menentu. Kecemasan tingkat tinggi. Kaila tergolek lemah. Tekadku bulat membawanya ke rumah sakit.

Tak butuh lama berunding dengan si mas. Cekatan sekali Habib menyiapkan persiapan adiknya ke rumah sakit. Sementara aku membantu Kaila beberes ke kamar mandi untuk sekedar gosok gigi dan cuci muka.

“Bu adik lemes kepala sakit, gosok giginya pakai kursi boleh ya.” Pusingnya seperti apa nak.” Aku mendesak cemas.

“Mata adik juga agak ndak terang,” lanjutnya. Segera kupercepat mengelap Kaila. Dengan harapan cepat menuju rumah sakit.

Duh….dengan apa harus ke rumah sakit. “Ojek… pakai ojek pakde langganan Habib saja, pikirku”. Masyaallah bukankah pakde kalau Sabtu libur.

Kami memang baru sebulan tinggal di komplek perumahan ini. Jadi belum banyak yang kenal. Lagi pula rasanya segan kalau harus merepotkan mereka. Ditengah kalutku tergopoh aku siapkan perlengkapan ke rumah sakit di teras. Tiba-tiba tetangga sebelah mengetahui kalau kami mau bepergian.

“Bu Yuli mau kemana, mari bareng sekalian. Kami mau ke Padang.” Berulangkali kuucapkan terima kasih. Tanpa ba bi bu lagi segera kugendong Kaila. Habib sigap membawa perlengkapan adiknya.

Kami langsung menuju IGD saja karena kondisi Kaila sudah sangat lemah. Segera anak cantikku ditangani oleh dokter jaga. Si mas dengan seksama mengamati proses pengobatan Kaila. Bahkan Habib sesekali ikut merespon pertanyaan dokter.

Sampai akhirnya Kaila harus menjalani tes darah. “Separah inikah sakitmu nak. Bukankah dirimu hanya demam dan muntah saja.” Kami terbengong mendengar penjelasan dokter dan instruksi apa-apa yang harus kami lakukan.

“Keluarga anak Kaila.” Kaget kami dengar panggilan itu. “Mas, tunggu adik ya nak, ibu dipanggil perawat.” Habib mengangguk tanda setuju.

“ibu silakan sampel darah Kaila ini dibawa ke labor. Ikuti saja petunjuk lokasi labor. Nanti ibu serahkan sampel darah ini dan ibu tunggu hasilnya, sudah itu serahkan kembali kesini ya Bu.”

Bergegas aku menuju labor. Berharap segera diketahui diagnose penyakit putriku dan mendapat obat. Beruntung karena hari masih pagi. Pengunjung labor hanya beberapa keluarga pasien saja. Ternyata pemeriksaan labor membutuhkan waktu lebih dari 60 menit.

Ya Allah, aku lupa tadi pamit sama Habib. Sementara sudah lebih dari satu jam aku bengong di labor. Astagfirullahaladzim kenapa aku bodoh sekali. Pasti Habib kebingungan mencariku. Kondisi ini sudah melumpuhkan akal sehatku.

Begitu hasil cek darah selesai aku berlari menuju IGD. Berharap mendapati anak-anakku baik-baik saja. Segera kuserahkan hasil labor ke petugas. “Lho….kemana mas Habib sayang?” Ibu kok lama sekali, adik pingin pipis.” Iya, mas kemana nak.” Celingak-celinguk aku mencari Habib.”

Terima kasih ya Robb. Habib sudah mampu mengurus administrasi pendaftaran. Dan antri obat di apotik. Anak ini patuh dengan petunjuk petugas IGD untuk mengurus kelengkapan administrasi pengobatan. Sampai pula selesai dan mendapat obat. Anak hebat!

Sementara aku beberapa jam tadi bengong dan linglung di labor. Lagipula petugas labor tidak menginformasikan kalau pemeriksaan darah itu butuh waktu lama.

Alhamdulillah Kaila sudah mendapat tindakan dokter. Infus sudah terpasang dan obat juga sudah berhasil masuk tubuh. Tersadar dengan kenyataan kalau putriku diinfus. Berarti harus rawat inap dong. Sementara tak ada membawa baju dan perlengkapan lain.

Benar juga dugaanku. Berdasar hasil tes darah dokter menginformasikan Kaila mengalami sedikit infeksi darah. Jadi harus menjalani perawatan intensif. Nama penyakitnya sulit disebutkan karena tubuhku lunglai seketika.

Aku pasrah dan terima dengan ujian Allah. Menurut saja keputusan dokter. Toh putriku akan lebih baik dirawat di rumah sakit. Berharap mukzizat Allah.

Setelah Kaila dipindah ke ruang perawatan. Kondisinya sudah mulai tenang. Kutelfon guru kelas Habib, mohon izin dan cerita singkat kondisi kami terkini.

Perlahan menata hati dan kata guna menghubungi si ayah. Bagaimanapun beliau harus tahu kondisi putrinya. Tak perlu kukabarkan kronologis kejadian yang mengharu biru.

Bersyukur bos suamiku seorang sangat memahami. Cerita suamiku mengetuk kemurahan hatinya. Alhamdulillah tak sulit suamiku dapat izin mendampingiku merawat putri kami. (bersambung sekali lagi)

Kota Arang, 16 Februari 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post