Pahlawan Kecil

*part 5, selesai*

Bersyukur bos suamiku sangat memahami kondisi kami. Cerita suamiku mengetuk kemurahan hatinya. Alhamdulillah tak sulit suamiku dapat izin mendampingiku merawat putri kami. Baru sehari kerja sudah harus kembali pulang.

Kenyataan mengharuskan Kaila diopname. Diagnosa kelainan darah membuat dokter intensif mengobservasi. Aku tak mampu berkata, terduduk lemas. Setiap helaan napas hanya bermohon kesembuhan putriku. Kalau boleh memilih biarlah aku yang terbaring menggantikan Kaila. Biarlah aku yang sakit.

Tiba-tiba Habib menjawil tanganku. “Bu, kok kita tidak dapat jatah makan.” MasyaAllah sabar ya nak, mas bisa kan beli di kantin rumah sakit.” Mungkin karena sudah kelaparan tanpa banyak protes Habib menuju kantin.

Bangsal rumah sakit penuh dengan pasien. Terpikir bagaimana si Habib nanti malam tidur. Karena pagi tadi hanya mau berobat, ndak tahunya Kaila mesti opname. Segera kucatat beberapa barang yang diperlukan. Dan kutelpon pakde ojek langganan.

“Mas,…..mas pulang ya nak, ambil barang-barang yang ibu catat ini. Bentar lagi pakde datang. Biar ibu nanti yang ngomong ke pakde untuk membantu mas.”

Habib mengerjakan tugas dengan senang. Anak bujang kecilku tak mau menampakkan keletihannya. Padahal dari ayahnya berangkat kerja semua tugas ayah sudah diambil alih. Tak satupun kata keluh kesah keluar dari mulutnya.

Menjelang subuh si ayah tiba di rumah sakit. Mendapati putrinya tergolek lemah dan bujang kecilnya tidur beralaskan karpet, menetes bulir kecil dimata letihnya.

“Bagaimana perkembangan kesehatan Kaila bu?” untuk sementara dokter baru memberi obat pereda nyeri, turun panas dan vitamin saja mas. Sambil menunggu hasil lab besok pagi. Mudah-mudahan bukan penyakit yang membahayakan, “ujarku.

Habib terbangun dan langsung mengahambur kepelukan ayahnya sambil terisak-isak. Dielusnya kepala anak bujang sambil diseka air matanya.

Habib menceritakan semua kejadian setelah ayahnya pergi bekerja. Mulai kejadian aneh Kaila mengigau. Menunjuk-nunjuk sudut langit-langit kamar. Yang sebetulnya Habib sendiri juga melihat apa yang dilihat Kaila. Namun Habib dengan keberanian penuh melindungi ibu dan adiknya. Apa jadinya bila Habib ikut ketakutan.

Saat di IGD saya lupa pamit mengantar sampel darah ke labor. Habib sebetulnya cemas dan takut luar biasa. Apalagi di sebelah Kaila ada korban kecelakaan yang meraung-raung kesakitan. Habib tak kuasa menahan takut. Tapi mau lari mencari ibunya atau sekedar mencari tahu kemana si ibu tak ia lakukan. Kalau saya tinggal, bagaimana dengan adikku.

Habib juga diperintah oleh petugas IGD untuk segera mendaftar. Kalau tidak penganan Kaila terhambat. Kemudian antri di apotik. Itu semua dilakukan oleh anak kelas V SD.

Habib bercerita dengan penuh semangat. Sambil air matanya meleleh. Sesekali diiringi ekspresi cemas, takut dan kadang senyum puas karena mampu berbuat demi adik dan ibunya.

“Anak ayah hebat sudah mampu menggantikan ayah. Ayah ibu sangat bangga pada mas. Mas sudah menjadi pahlawan bagi keluarga kita, nak. Bersyukur sekali ayah punya anak laki-laki yang gagah dan berani.”

Kota Arang, 17 Februari 2020