Sri Rahmiyati

aku hanyalah seorang pembelajar..... ingin banyak tahu, dan banyak mau agar terbuka pemahamanku ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tertinggal di SPBU

Tertinggal di SPBU

Kejadian ini sudah setahun yang lalu. Tapi menjadi bahan cerita lagi saat kami mudik kemarin dan melewati tempat yang membuat perasaan anak-anak mengharu biru.

Setelah lima hari di rumah orang tua, saatnya kami kembali ke Yogyakarta untuk bersegera melaksanakan aktifitas kehidupan seperti biasanya.

Keluar dari rumah di Nganjuk sekitar pukul 20.00. Si sopir yang kebetulan masih belajar melajukan mobil tak lebih dari 60 km/jam. Maklum, dia baru memegang stir seminggu sebelum kami mudik.

Kami menegakan dia yang bawa mobil, tentunya dengan doa yang tak pernah henti dariku sebagai ibunya. Anakku yang kedua menjadi sopir kami.

Gayanya pelan dan berhati-hati. Sampai di Madiun sekitar pukul 22.00, berhenti untuk beristirahat makan dan memberi kesempatan sopir untuk istirahat.

Jalanan masih padat merayap. Melewati hutan yang panjang dan gelap membuat anakku harus konsentrasi tinggi. Aku duduk di belakangnya memberi support agar dia tak mengantuk.

Sementara ayah dan dua saudaranya sudah pulas sejak mobil mulai berjalan kembali.

Memasuki daerah Mantingan sopir mengeluh mengantuk. Kemudian dia membelokkan mobil ke sebuah SPBU yang agak gelap meski penuh dengan deretan mobil sedang parkir.

Anakku keluar dan kuikuti, menuju kamar mandi. Sebelum masuk sempat kupanggil sambil kuulurkan uang dua ribuan untuk mengisi kotak. Dia tidak menoleh meski aku tepat di belakangnya. Dia masuk ke toliet putra dan aku ke toilet putri. Tidak terlalu lama aku pun keluar.

Celingak celinguk mencari sosok anakku, sekitar kamar mandi sepi. Lalu aku menuju rmushola, berharap dia merebahkan diri sejenak untuk melemaskan otot punggungnya. Mushola pun sepi.

Setengah berlari, aku kembali ke tempat mobil di parkiran. Ya Allah, mobil sudah tak ada.

Aku berlari ke jalan, sekelebatan kulihat mobil melaju ke barat. Kukejar namun tak bisa.

Aku benar-benar bingung, HP dan tas ada di mobil. Di saku hanya ada uang receh yang memang kusiapkan untuk mengisi kotak-kotak yang selalu ada di kamar mandi umum, atau sekedar memberi pak ogah yang membantu mengatur lalu lintas.

Dalam sisa harap, aku menyeberang jalan. Menuju masjid yang biasa kami jadikan persinggahan jika arah perjalanan ke timur. Berdoa semoga keluargaku beristirahat sejenak di sana.

Celingak celinguk kembali, mobil yang terparkir kebanyakan innova, grand livina dan sejenisnya. Tidak ada avanza atau xenia. Sehingga tidak mungkin mereka di sana.

Rasa putus asa mulai menghinggapi. Aku menyeberang lagi menuju SPBU.

Duduk terdiam di kursi penjual kopi bersepeda. Si ibu yang sudah berusia senja itu, menatapku penuh iba.

Aku terdiam saat orang-orang menawarkan tumpangan sampai ke Yogyakarta.

Dalam benak berkecamuk, jika aku ikut salah satu di antara mereka, bagaimana jika terjadi sesuatu ? saat itu tak selembar kartu identitas pun kubawa.

Penolakanku pada tawaran mereka, salah satunya disebabkan mereka kebanyakan bapak-bapak yang membawa mobil tanpa keluarga. Ah tidak, aku takut.

Yang lebih menyedihkan, HP-ku tak bisa kutelepon karena lowbatt saat kutinggal di tas. Nomor HP suami dan anak-anakku tidak ada yang kuhafal.

Mereka ganti nomor baru untuk mendapatkan sinyal bagus di tempat neneknya.

Satu jam berlalu, tidak ada tanda-tanda mereka akan kembali. Sementara subuh mulai merayap datang.

Aku mulai berpikir keras bagaimana mencari jalan keluarnya. Tidak mungkin naik angkutan umum dengan kondisi dana pas-pasan. Yang lebih mengenaskan, aku mengenakan daster panjang berbalut jaket dengan aroma yang khas. He he

Di ujung kebuntuan, seorang bapak muda dengan tiga anak yang masih balita menawari tumpangan. Si bapak sedang menuju ke kota Purworejo. Mobil kijang tua, kupilih untuk membawaku pulang ke Yogyakarta.

Sebelum pergi, kutitipkan pesan pada petugas SPBU bahwa aku menumpang mobil kijang hijau tua. Aku juga berpesan pada nenek penjual kopi tentang keberadaanku.

Suasana haru saat aku pamit si nenek, yang tulus mengulurkan telpon genggamnya untuk kugunakan. Yang dengan senyumnya menenangkan. Serta segelas kopi susu membuat gemetaranku menjadi berkurang.

Sesampai di Solo, anak sulungku menjerit. Ibuku hilang.

Tiga anak remaja menangis bersama. Si sopir merasa sangat bersalah, langsung membalikkan mobilnya berlari dengan kecepatan yang tidak terduga dan air mata membasahi wajahnya.

Rayuan ayah untuk menggantikan menyopiri tidak dia hiraukan. Ibuku harus segera ketemu, begitu tangisnya.

Hanya butuh waktu 35 menit untuk sampai di SPBU Mantingan kembali. Namun ibunya sudah tidak ada.

Menyusuri jalan Sragen-Yogyakarta dengan mata-mata yang nanar melihat setiap mobil kijang memang bukan pekerjaan yang menyenangkan.

Namun ibu harus ditemukan. Air mata ketiga anak remaja tak berhenti mengalir. Ini cerita versi ayah yang ada bersama mereka.

Mobil berwarna silver terus melaju sampai rumah, rasa sedih dan putus asa membuat mereka tak mau masuk rumah meski tubuh sangat lelah.

Tepat saat semburat kuning mulai muncul dari balik bukit di timur desa, mobil kijang hijau tua berhenti di depan rumahku. Setelah mogok hampir enam kali.

Dan pecah tangis di pagi itu membuat suasana sedih menjadi cerah ceria.

Setahun berlalu, kenangan manis yang tidak akan terlupa.

Nenek penjual kopi yang sudah berkali-kali berusaha kucari di SPBU Mantingan namun tidak ketemu.

Mas Andi, arek Malang si pemilik kijang tua, yang tidak mau menerima apapun dari kami.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan kesehatan, kesejahteraan dan rizqy yang barokah untuk beliau-beliau yang tulus menolongku.

Tahun ini, si sopir menjadi lebih waspada. Selalu memanggilku jika suaraku tidak didengarnya. Pengalaman yang membuatnya semakin pintar.

Satu hal lagi kenapa ibunya tertinggal di SPBU, si sopir sudah melihat ibunya duduk bersandar pintu mobil sesaat sebelum mobil dihidupkan. Berjilbab putih. Padahal malam itu jilbab saya berwarna hitam.

Gambar ilustrasi dari http://www.kontraktorspbu.com/tips-cara-memulai-bisnis-spbu-pertamina/

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Drama luar biasa. Seru banget bu. Alhamdulillah happy ending.

01 Jul
Balas

Alhamdulillah, waktu itu sdh hampir menangis lho. Agak panik gimana gitu..he he Saya msh penasaran sm nenek penjual kopi yg blm ketemu sampai sekarang dan si jilbab putih. Terima kaaih pak Yudha.

01 Jul

Masya Allah bu, pengalaman yg tak terlupakan terimakasih sudah berbagi pengalaman yg luar biasa, bu

01 Jul
Balas

Pengalaman yg kdg jadi bahan candaan juga bu, judulnya ibu yg nyaris tertukar he he semoga mjd pembelajaran juga buat orang lain. Terima kasih.

01 Jul

Hiiii Ibunya siapa yang berjilbab putih? Semoga tidak terulang lagi.

01 Jul
Balas

Aamiin bu... Ada yang ingin bertukar tempat he he

01 Jul

Jadi memori lucu dan menegangkan seumur hidup itu.

01 Jul
Balas

Iya bu, betul....kadang bs utk olok2 tapi juga utk pembelajaran. Anak saya yg no.2 masih sedikit trauma dan positifnya sip memgawal ibunya ke mana diminta mengantar. Terima kasih bu.

01 Jul



search

New Post