SRI REJEKI RETNOSARI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

TRAGEDI MEMORY EKSTERNAL

Sekolah saat ini adalah sebuah lembaga formal yang dipercaya oleh seluruh masyarakat untuk dapat mendidik dan membekali anak agar mereka mampu hidup mandiri dan layak dimasa dewasanya. Banyak juga masyarakat yang berpikiran bahwa sepenuhnya pendidikan anak adalah disekolah, sehingga banyak orang tua yang lepas tanggung jawab tentang masalah pendidikan. Kadang mereka berpikir terlalu simpel. Sudah merasa bayar sekolah mahal berarti sekolah harus berhasil dalam mengantarkan siswanya menyongsong masa depan.

Banyak orang tua yang kemudian menjadi lebih mementingkan pekerjaannya dibanding anaknya sendiri. Ada kegiatan parenting, tidak pernah ikut, tidak pernah memenuhi undangan pengambilan rapot. Orang tua akan datang kesekolah jika ada undangan khusus karena mungkin anaknya sudah terlanjur bermasalah. Dan jika akhirnya pada siswa terjadi hal yang fatal, orang tua akan menyalahkan sekolah.

Kalau pendidikan anak diserahkan sepenuhnya ke sekolah, hal itu kurang pas. Pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua bekerja sama dengan sekolah dan pemerintah. Tidak mungkin tanggung jawab sekolah sepenuhnya. Misal dari sebuah perhitungan kasar, dari 1000 jumlah siswa dengan tenaga guru 70, berarti 1 guru harus mendidik 14 siswa. Dan guru tidak akan mampu mengawasi satu persatu siswa. Sekolah dalam mendidik siswanya dengan berpedoman pada aturan tata tertib siswa hasil kesepakatan dengan orang tua siswa atau komite. Dan biasanya diawal siswa baru, siswa dan orang tua menanda tangani pernyataan kesanggupan menerima aturan tata tertib siswa. Tapi terkadang ketika siswa mengalami masalah pelanggaran tata tertib, orang tua sukanya tidak terima dan menyalahkan sekolah.

Sebuah contoh kejadian pernah terjadi disebuah sekolah lanjutan atas, dimana salah satu aturan tata tertib siswa adalah tidak boleh mengoperasikan handphone pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Jika ketahuan sanksinya adalah handphone disita oleh guru dan dapat diambil hanya oleh orang tua.

Suatu saat seorang siswa laki-laki kelas XI ketahuan sedang mengoperasikan handphone, kemudian handphone disita oleh gurunya dan kalau ingin handphone segera kembali orang tua harus datang. Saat itu siswa tersebut ternyata hanya tinggal dengan kakak perempuanya yang sudah bekerja sebagai karyawan sebuah pabrik. Sedang kedua orang tuanya bekerja di jakarta semenjak si siswa tersebut masih duduk dibangku kelas 1 SMP dengan alasan untuk mencari nafkah biar dapat membiayai mereka sekolah minimal sampai lulus SLTA.Karena kakak perempuannya seorang pekerja, dia juga harus mencari waktu yang tepat untuk dapat mengambil handphone ke sekolah.

Disisi lain handphone selain disita juga diperiksa isinya untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang mungkin siswa lakukan. Setelah diperiksa dalam memory eksternal-nya ternyata berisi penuh dengan filem anak-anak dari jepang konsumsi siswa TK-SD. Selain itu juga ada sedikit gambar-gambar yang berbau porno, tapi tidak begitu porno sekali.

Setelah beberapa hari mendapatkan waktu yang tepat akhirnya kakak perempuannya datang ke sekolah menemui guru yang menyita handphone adiknya. Kemudian sang guru menceritakan kronologis kenapa handphone disita. Si kakak menerima posisi adiknya yang melanggar aturan tata tertib. Sebagai sanksi karena di dalam memory eksternal berisi gambar yang berbau porno, maka kartu memory disita untuk tidak dikembalikan. Dan kakaknya juga menerima sanksi tersebut.

Setelah adiknya pulang dari sekolah dia langsung meminta handphone ke kakaknya tanpa ganti baju dan tanpa makan siang dulu. Kemudian membuka handphonenya. Tapi apa yang terjadi setelah membuka handphonenya, dia marah-marah kesetanan kepada kakaknya sambil menanyakan kartu memorinya. Kakaknya menjawab kalau kartu memori disita pak guru karena ada gambar-gambar pornonya. Dan adiknya semakin brutal dengan melempar perabotan yang ada didekatnya, termasuk gelas dan piring banyak yang pecah. Akhirnya banyak tetangga yang datang untuk meredakan amarahnya.

Setelah marahnya reda, dia diam, kemudian kakaknya dengan masih ditemani beberapa tetangganya menyuruh adiknya makan siang. Setelah makan siang dan kelihatan tenang kakak bertanya kenapa ia marah. Sang adik menjawab dengan nada masih jengkel : “Pokoknya kakak harus minta kartu memori itu ke pak guru, aku tidak akan berangkat sekolah sebelum kartu memori kembali, aku janji akan buang semua gambar porno, tapi filem-filemnya jangan dihapus!” Si Kakak hanya bisa menjawab : “ Ya nanti kakak ambil, tapi kakak harus cari waktu dulu, masa baru ijin hari ini besok ijin lagi.” Akhirnya si adik dapat menerima alasan kakaknya. Melihat suasana sudah tenang akhirnya para tetangga minta ijin pulang.

Semenjak peristiwa itu si adik jadi pendiam. Dia mengurung dirinya didalam kamar. Keesokan harinya dia tidak masuk sekolah dan berada dirumah sendirian. Dan kakaknya berangkat kerja seperti biasa dan selama di rumah sediri dia tidak pernah keluar rumah.

Sudah tiga hari siswa tersebut tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Walikelas merasa kehilangan karena dia termasuk siswa rajin dan tidak pernah membolos, dan jika tidak masuk sekolah pasti ada surat pemberitahuan. Kemudian walikelas berusaha mencari informasi kepada teman sekelasnya dan teman satu kampungnya tapi tidak ada yang tahu. Akhirnya menelphone kakaknya. Melalui telphone dia menceritakan kejadian yang terjadi dirumahnya. Dan dia juga menyampaikan akan datang kesekolah untuk mengambil kartu memori, tapi sedang mencari waktu yang tepat.

Setelah mendapatkan informasi walikelas langsung menemui pak guru yang menyita kartu memori dan menceritakan apa yang sudah diceritakan kakaknya melalui telephone tadi. Kemudian pak guru membuka lacinya untuk mengambil kartu memori, tapi ternyata tidak ada. Dia berusaha untuk mencari, di tasnya, di dompetnya dan di tempat-tempat yang sekiranya kartu memori dapat ditemukan. Akan tetapi tidak ketemu juga. Dan akhirnya dia berjanji kepada walikelas akan berusaha mencari sampai ketemu.

Sore harinya sesampainya si kakak dari kerja didapatinya rumah sepi, kemudian ia mengetuk pintu. Tapi tiba tiba terdengar dari luar pintu kamar dibuka dengan keras kemudian terdengar bantingan pintu ditutup. Secara tiba-tiba tepat didepan mata pintu terbuka keras sambil adiknya membentak marah-marah : “Kapan memorinya diambil, aku bosan dirumah, aku pengin nonton filem, kapan !!!” Dia mengamuk lagi. Tetangga dekat berdatangan lagi. “Ia besok kakak mau ambil, tadi kakak udah telphone walikelasmu!” jawab kakaknya. Sang adik kalap, semua barang rumah tangga didekatnya dilempar dan dibanting. Para tetangga berusaha untuk mencegah dan memeganginya. Sambil berusaha untuk istighfar menyebut asma Allah SWT. Dia seperti kemasukan setan. Tidak putus asa tetangga meredakan amarahnya. Akhirnya reda juga. Dan pada malam itu beberapa tetangga berjaga-jaga dirumah sampai pagi.

Dan paginya si adik tidak keluar kamar. Si kakak masuk kekamar adiknya sambil membawa sarapan dan untuk pamitan mau berangkat ke sekolahnya. Akhirnya dia harus membolos kerja minta ijin lewat telephone. Tapi si adik tidak ada respon dia diam dengan pandangan kosong. Ada kekewatiran dihati si kakak : “Kenapa adikku jadi seperti ini hanya karena kartu memori, hanya sekedar filem anak kok jadi begini?”

Si kakak sampai disekolah pagi sekali jam 6.30. Saat itu bapak guru yang menyita kartu memori juga belum tiba disekolah. Kemudian dia langsung bertemu dengan walikelas dan menceritakan kepada walikelas kejadian kemarin sore sambil menangis.

Setelah pak guru datang walikelas langsung menemui sendiri bapak guru yang ditunggunya. Kemudian dia menceritakan seperti yang diceritakan sang kakak. Ada kekewatiran dan penyesalan pada sang guru. Segera ia mengosongkan memory eksternal pada handphonenya. Kemudian buka komputer untuk download filem anak yang jadi idolanya si siswa. Kemudian dia isi kartu memorinya dengan filem anak tersebut hingga penuh. Kemudian baru dia berani menemui si kakak.

Sambil memberikan kartu memori sang guru berkata jujur kalau kartu memorinya hilang, sudah berusaha untuk mencari tetap tidak ketemu, kemudian menggantinya dengan kartu memori yang lain dan sudah diisi dengan filiem-filem anak sesuai dengan yang diinginkan si siswa. Si kakak menerima kartu memori tersebut, dan dia meminta kepada walikelas dan bapak guru untuk ke rumah, untuk membujuk adiknya agar mau berangkat sekolah. Akhirnya mereka bertiga berangkat bersama ke rumah si siswa.

Sesampainya di rumah mereka bertemu siswanya, dia ikut duduk menemui gurunya. Pak guru langsung membuka pembicaraan dengan minta maaf sebelumnya kemudian memberikan kartu memori kepada siswa dan unuk segera dicek. Dengan tetap diam siswa menerima kartu memori dan membukanya beberapa lama dihadapan bapak ibu gurunya. Terlihat wajahnya begitu antusias memperhatikan handphonenya tapi tiba-tiba wajah itu jadi diam penuh kejengkelan yang terpendam. Kemudian dia langsung melepas kartu memori dan meletakkannya dengan keras di meja sambil membentak : “Tidak ada filemnya!!!” kemudian berlari menuju kekamar membanting pintu kamar dan menguncinya. Kakaknya mengejar, dia ketuk pintu kamar sambil bertanya : “Apa maksudnya dik, filem banyak begitu kok!”. Dari kamar menjawab : “Filem ku ngga ada......!”. “Terus filem kamu yang mana?” kakaknya bertanya. Dari dalam kamar adiknya menjawab dengan bentakkan : “Sudah, pokoknya kalian ngga tahu, aku benci Pak Guru, aku benci semua, kalian pergi......!”

Tidak menyangka pak guru akan menemui peristiwa semacam itu. Dia menjadi merasa bersalah, dia menjadi sangat menyesal. Selama satu jam pak guru dan walikelas teap bertahan di rumah tersebut menunggu kalau ada gerakan atau perubahan yang terjadi di kamar siswa. Setelah menunggu beberapa lama tetap tidak ada reaksi dari dalam kamar. Akhirnya sang kakak mempersilahkan guru pulang karena hari sudah sore dan cuaca mendung. Akhirnya mereka pamitan pulang dengan permohonan maaf tidak hentinya dari pak guru.

Keesokan paginya si siswa tidak berangkat sekolah. Suasana hati pak guru terlihat galau, beliau mengajak walikelas ke ruang BK untuk membahas tindak lanjutnya mau bagaimana. Kemudian antara BK, Walikelas, pak guru dan kepala sekolah rapat membicarakan tindak lanjutnya. Dan diputuskan dari sekolah akan melakukan mediasi dengan siswa dan keluarganya. Mereka merencanakan besok harinya untuk berkunjung ke rumah siswa.

Setelah Ba,da Maghrib mereka ketemuan disekolah untuk berangkat bersama kerumah siswa. Karena berharap itu adalah waktu yang tepat untuk dapat bertemu dengan kakaknya setelah pulang dari kerja. Sesampainya di rumah tujuan terlihat rumah sepi, terlihat gelap didalamnya, hanya lampu teras yang menyala, seperti tidak berpenghuni. Kemudian mereka bertanya ke tetangga, dan mendapat keterangan kalau adiknya sedang diantar ke orang tuanya ke jakarta. Akhirnya mereka bertamu di rumah sebelah/ tetangganya sambil menggali informasi tentang siswa mereka. Dari informasinya siswa tersebut termasuk anak manja, segala macam kebutuhan dan keinginannya selalu dipenuhi. Kegiatan kesehariannya hanya bermain, nonton TV dan mainan HP. Tidak pernah ada yang melarang jika ada sesuatu hal yang dia lakukan sekiranya salah, Karena kakaknya juga sibuk dengan kerjanya, berangkat pagi pulang menjelang Maghrib. Tetangga juga menyampaikan kalau kakaknya bilang akan pulang secepatnya karena dia harus kerja dan sudah beberapa hari sering ijin dan membolos.

Akhirnya kunjungan mereka ditunda dan merencanakan akan berkunjung empat hari lagi.

Empat hari sudah berlalu, sebelum mereka melaksanakan kunjungannya, walikelas menelphone walisiswa terlebih dahulu, dalam telephonenya didapat informasi bahwa siswa dirawat dirumah sakit jiwa di jakarta, karena sebelumnya di jakarta dia pernah mengamuk dua kali sampai kesetanan. Kemudian secara spontanitas walikelas menarik santunan sukarela terhadap semua warga sekolah.

Malam harinya kemudian mereka berkunjung sekaligus menyerahkan dana santunan kepada walikelas. Dalam kunjungannya mereka memberi pengertian kepada walisiswa bahwa yang terjadi pada adiknya itu bukan semata-mata kesalahan bapak gurunya. Pak guru hanya menjalankan aturan yang ada, dan sanksi yang diberikan kepada siswa juga sering diberlakukan kepada siswa lain, dan baru kali ini mengalami hal yang seperti ini. Walisiswa pada intinya mau menerima semua yang disampaikan oleh pihak sekolah, walau pun kadang ada pembicaraan yang mengarah pada menyalahkan bapak gurunya dan pihak sekolah. Walisiswa atau si kakak hanya bisa mengeluh “Kenapa ini bisa terjadi dan kenapa terjadinya di sekolah dengan bapak guru!”. Dia juga tidak tahu siapa yang harus dipersalahkan. Dia dan keluarganya mungkin sudah menerima banyak hal dari para dokter jiwa dan psikiater rumah sakit jiwa. Dan pada saat itu juga walisiswa sekaligus menandatangani surat keterangan cuti sekolah karena siswa sakit.

Dari peristiwa diatas, bagi para guru menjadi suatu pelajaran bahwa setiap guru harus berusaha untuk dapat mempelajari dan memahami satu persatu jiwa dan karakter siswa untuk dapat memberikan perlakuan-perlakuan yang sesuai dengan kondisi jiwa anak, sehingga tidak akan terjadi kejadian yang luar biasa seperti peristiwa diatas.

Bagi orang tua perlu menjadi pemahaman bagi mereka bahwa pendidikan anak oleh orang tua sangatlah penting, pola asuh dengan pembiasaan yang baik bagi anak, perhatian orang tua dalam keseharian dirumah adalah faktor utama pembentukan jiwa dan karakter anak. Jangan sampai anak dalam masa perkembangannya harus tinggal berpisah dengan orang tuanya.

Penulis adalah peserta SaGuSaBu SMK Negeri 1 Kaligondang-Purbalingga

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post