Sri Sariwarni

Seorang pengajar yang terus belajar tentang professi dan kehidupan. Semoga tetap bermanfaat bagi ummat. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
TOMBO KANGEN  SIHIJAU YANG MANIS DAN GURIH

TOMBO KANGEN SIHIJAU YANG MANIS DAN GURIH

Suara khas dari Bambu yang menutupi lubang panci pengukus terus berbunyi, laksana siulan yang nyaring tak henti seolah memanggil saya yang sedang menikmati hujan rintik hadir sesaat, setelah kota ini diterpa cuaca panas global panjang, ternyata hujan rintik kecil walaupun sekejap, begitu menggembirakan, laksana memperoleh minum di tengah rasa haus yang begitu kuat menerpa. Ditambah lagi suara khas pedagang kue puthu yang semakin menambah romantisme senja yang mulai merambat meninggalkan langit jingga menuju pelukan malam.

Sontak kupanggil tukang kue puthu yang sudah sempat melewati pagar rumah saya menuju gang sebelah. Syukurlah, abang kue puthu bersedia mundur sedikit, karena memang gang rumah saya hanya cukup untuk dilewati satu kendaraan roda dua. Jadi kalau ada kendaraan dari arah yang berlawanan, ya mau tidak mau, harus ada yang mengalah, agar sang kuda besi dapat melaju.

Abang kue puthu berhenti pas didepan pagar rumah, dan ternyata abang kue puthunya tidak hanya berjualan kue puthu, tapi juga kue klepon, kue favorit suami saya. Akhirnya saya membeli kue puthu, si hijau manis nan gurih. Paduan antara tepung ketan dan tepung beras, dicetak dalam cetakan bamboo bulat berukuran tinggi sekitar 10-12 Cm dengan diameter 5-7 Cm, mengikuti ukuran bamboo yang ada, lalu diisi dengan gula merah, sebagai pemanis rasa, dan diatasnya ditaburi parutan kelapa yang diberikan sedikit garam, sebagai toppingnya. Sungguh nikmat menggoda sekaligus mengobati rasa kangen akan makanan tradisional masa kecil dulu yang memang sudah mulai langka.

Ya, memang kue puthu sudah mulai langka, mulai sedikit penjualnya. Hampir tenggelam oleh kue kue modern seperti red velvet, yang mahalnya lumayan bisa merogoh kocek agak dalam. Maupun kue atau cake lain yang mulai banyak bermunculan.

Abang Edi Suhendro, penjual kue puthu, ternyata sudah lama berjualan sejak tahun 1995. Hmmmm…., lumayan lama ya, 28 tahun. Bukan waktu yang sebentar, untuk tetap bisa konsisten bertahan di tengah gempuran kehadiran cake – cake dan kue kue modern akhir – akhir ini. Beliau berjualan setiap hari sejak pukul 5 Sore sampai jam 11 Malam, dan mampu menghabiskan beras sebanyak 2.5 Kg. Jagi, kalau di olah menjadi tepung beras, bisa diperoleh sebanyak kira – kira 1,2 Kilogram tepung, namun, jika kadar airnya berkurang atau semakin kering, maka bisa menjadi 1 Kg beras = 1 Kg tepung beras.

Kue puthu, selain mengobati rasa kangen kita akan nostalgia masa kecil, tapi juga memberikan “rasa lain” disetiap gigitannya. Bagaimana tidak? Ketika kita memegang si hijau nan gurih dan manis, harumnya sudah menggoda untuk kita lahap. Ditambah lagi dengan topping kelapa parut yang gurih, serasa “ramai” rasa yang kita peroleh dari si hijau.

Tergelitik juga saya untuk mencari sejarah lahirnya kue puthu, yang sudah mulai langka di jual di pasar tradisional. Yuk kita coba tilik sejarahnya…..

Dikutip dari laman Fimela https://www.fimela.com/lifestyle/read/3869135/begini-sejarah-kue-putu-yang-jadi-kudapan-manis-khas-jawa yang ditulis oleh Febi Anindya Kirana, bahwa ternyata, kue puthu, sudah ada sejak 1200 tahun yang lalu, dimasa dinasti Ming. Dan kue ini disebut Xian Roe Xiao Long, yaitu kue dari tepung beras yang diisi kacang hijau lembut yang dimasak dalam cetakan bambu.

Dalam Serat Centhini yang ditulis pada tahun 1814 di masa kerajaan Mataram, disebutkan bahwa Ki Bayi Panurta yang meminta santrinya menyediakan hidangan pagi menyajikan makanan pendamping berupa serabi dan puthu. Begitu pula di naskah lainnya. Puthu identik dengan kudapan yang disajikan pagi hari. Isian puthu sendiri ikut berubah dari kacang hijau jadi gula jawa yang saat itu tentunya, lebih mudah didapatkan.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa diberi nama Puthu? Adakah artinya?

Tenyata, nama puthu merupakan serapan dari Bahasa Jawa “Puthu” dalam Bahasa Jawa Kuno “Puthon”. Puthon memiliki arti bundar atau lingkaran yang merujuk pada bentuk lingkaran rongga bamboo yang digunakan dalam proses memasaknya.

Yang membuat ke khasan dari kue puthu ini adalah, selain cara memasaknya, juga cara menjajakannya, dengan mengeluarkan bunyi seperti siulan yang nyaring, yang tak ada duanya. Unik Bukan….?!

So, tugas kita adalah bagaimana agar kue tradisional ini, tetap lestari, dan bisa dijadikan sebagai salah satu kue atau kuliner warisan budaya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya, Bu. Salam kenal!

20 Nov
Balas



search

New Post