Sri Subekti

Sri Subekti. Jalani, nikmati, syukuri, jalan pasti yang dibentangkan Ilahi. Pengawas SMA Provinsi Jawa Timur Cabdin Kab. Malang karir yang dialirkan. Menulis un...

Selengkapnya
Navigasi Web

MEMBANGUN BUDAYA RELIGIUS DENGAN MEMBANGUN MASJID SEKOLAH SECARA MANDIRI MELALUI PEMBERDAY

a. Budaya religius adalah pusat perbaikan karakter peserta didik. Jika karakter religius tidak ada, maka karakter lainnya akan sulit ditanamkan dalam diri peserta didik.

Budaya atau culture merupakan istilah yang datang dari disiplin antropologi sosial. Budaya laksana software yang berada dalam otak manusia, yang menuntun persepsi, mengidentifikasi apa yang dilihat, mengarahkan fokus pada suatu hal, serta menghindar dari yang lain.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya diartikan sebagai: pikiran; adat istiadat; sesuatu yang sudah berkembang; sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Dalam pemakaian sehari-hari, orang biasanya mensinonimkan definisi budaya dengan tradisi (tradition). Padahal budaya dan tradisi berbeda. Budaya dapat memasukkan ilmu pengetahuan kedalamnya, sedangkan tradisi tidak dapat memasukkan ilmu pengetahuan ke dalam tradisi tersebut.

Budaya religius yaitu budaya manusia tentang ketuhanan atau agama sebagai kebutuhan hidup. Hidup tanpa agama seperti berjalan tanpa arah. Ilmu tanpa agama seperti kapal yang terombang-ambing di lautan. Barang siapa hidup dan kehidupannya lari dari petunjuk Al-Qur’an maka akan terjai kerusakan sebagaimana dijelaskan dalam QS Ar-Rum ayat 41. Tujuan agama dihadirkan di dunia tidak lain untuk memberi tuntunan terutama akhlaq manusia dalam kehidupannya. Maka agama merupakan pusat dari perbaikan dalam dunia pendidikan.

b. Pelaksanaan pembinaan karakter butuh fasilitas. Karakter religius membutuhkan masjid sebagai pusat belajar religius peserta didik.

PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilakukan denganmenggunakan prinsip sebagai berikut.

a. Berorientasi pada berkembangnya potensi peserta didik secara menyeluruh dan terpadu;

b. Keteladanan dalam penerapan pendidikan karakter pada masing-masing lingkungan pendidikan; dan

c. Berlangsung melalui pembiasaan dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan bunyi pasal 4 Perpres PPK tersebut dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter butuh praktik secara nyata dalam proses pendidikan sehari-hari atau disebut dengan pembiasaan. Maka pembiasaan shalat sebagai ciri umat religi adalah shalat dhuhur dan asyar di masjid. Jika jumlah peserta didik sekitar 1.000 orang, maka kapasitas masjid juga tidak boleh sekadar mushalah, tapi harus masjid yang memadai. Lama waktu istirahat 30 menit diperkirakan ada 2 atau 3 gelombang pelaksanaan shalat. Juga agar peserta didik tertarik dan nyaman beribadah di masjid, perlu dikondisikan suasana masjid yang nyaman untuk beribadah. dibutuhkan Maka dibutuhkan bangunan masjid yang memadai.

Program full day school dimana sekolah berlangsung hingga sore hari, maka dibutuhkan bangunan masjid sebagai pembiasaan shalat dhuhur berjamaah. Program ini membuat kebutuhan sekolah akan fsilitas ibadah masjid menjadi semakin urgen. Masjid menjadi kebutuhan yang tidak boleh ditawar lagi.

c. Pemberdayaan infaq siswa dan guru sebagai cara membentuk budaya religi sekolah disamping memenuhi kebutuhan masjid sekolah. Perintah berinfaq senantiasa menjadi perintah Allah yang disandingkan dengan perintah shalat. Ayat yang berbunyi, “Tegakkanlah shalat, dan amalkan zakat” menjadi dasar pentingnya melatih berinfaq sebagaimana pentingnya peserta didik diajarkan untuk menegakkan shalat lima waktu. Pembiasaan ini juga terkait dengan jalan buntu masalah pengadaan dana pembangunan masjid. program sekolah gratis hanya memperkenankan biaya pendidikan dari pemerintah dan tidak boleh sama sekali memungut dari orang tua siswa. Hal ini menjadi dasar penyaluran infaq warga sekolah untuk pendanaan pembangunan masjid, dan kegiatan sosial lainnya. Namun, tujuan utama penyaluran infak itu adalah untuk pembiasaan karakter religius.

d. Program pengadaan tahsin baca tulis Al-Qur’an, shalat Jum’at dan Pengajian keputrian sebagai upaya pemanfaat masjid dan pengimbangan karakter religius warga sekolah.

Awalnya guru-guru muslim yang membimbing baca tlis Al-Qur’an pada kelompok kelompok siswa. Namun, karena tugas guru yang semakin meningkat, maka program ini selanjutnya bekerja sama dengan pengajar UMMI. Shalat Jum’at diselenggarakan untuk mengantisipasi kewajiban warga sekolah muslim untuk melaksanakan kewajiban shalat Jumat di dalam waktu belajar di sekolah. Jadi masjid adalah hal wajib yang harus ada. Sementara siswa putra shalat, maka siswa putri dibimbing untuk pengajian keputrian oleh guru-guru muslimah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post