MENGAPA HARUS EMOSI JIWA
Mengapa Harus Emosi Jiwa
Catatan Syawal 1439 H Oleh : Sri Sugiastuti
Sejak selesai membaca doa pagi, usai shalat pikiran sudah fresh. Semua yang akan dikerjakan dari pagi hingga sore sudah dirancang dengan baik, dan berharap semua akan berjalan dengan lancar.
Pagi ini memang ada beberapa agenda yang cukup penting berkenaan dengan observasi tentang hal yang baru terutama masalah keuangan. Masalah ini di mana-mana merupakan masalah yang rawan, jadi saya memang harus tabayun sekaligus mengecek data yang ada.
Mengapa bisa begini, mengapa bisa begitu, apa sebabnya, dan bagaimana solusinya. Tentu itu bukan pekerjaan yang mudah tapi perlahan dan pasti berharapnya benang kusut itu bisa terurai dan terlihat mana yang hak mana yang batil.
Berhadapan dengan orang yang tidak jujur, penjilat, banyak membuat kecohan, dan sekaligus tidak mendukung dengan kebijakan yang kita miliki, lambat laun pasti itu akan terlihat.
Tadi pagi saya sempat sedikit emosi karena merasa dibohongi di saat serah terima diucapkan bahwa semua baik-baik saja dan data sudah lengkap tinggal dilihat dan ditindaklanjuti. Tapi apa yang terjadi semua itu hanya lip service saja ketika saya tanya apa yang saya minta,kekeh bilang 'tidak ada', bahkan data masih di petugas lain, belum dikerjakan.
Tentu saja ini membuat saya kecewa. Saat kita kecewa kadang tanpa disadari suara tiba-tiba berubah jadi keras, padahal itu salah satu yang ingin saya hindari. Tapi saya pikir hal ini juga penting, biar mereka tahu bahwa saya dibohongi dan mereka belum mengerjakan apa yang dikatakan oleh yang sebelumnya sudah berujar bahwa semua beres. Ternyata tidak sesuai dengan yang diucapkan.
Ada satu hal lagi yang cukup membuat saya jengkel ketika berhadapan dengan orang yang bohong. Sebelumnya saya berhadapan dengan orang yang bohong di depan umum, dan saat ini saya berhubungan dengan orang yang berbohong langsung di hadapan saya. Setelah dipepet dengan pertanyaan yang mematikan pun tetap dia mempertahankan kebohongannya. Di sinilah saya harus belagak 'bego' dan menerima berbagai alibinya. Tapi tolong dicatat bahwa Allah tahu apa yang dikatakan itu tidak benar dan biarkan dia yang mempertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Yaa Allah, tahan diri ini agar tidak emosi jiwa. Saya banyak istighfar dan bersabar. Saya tidak boleh memusuhi orang itu karena saya masih membutuhkan banyak data dan belajar darinya bukan belajar untuk berbohong atau memanipulasi data tapi apa yang menjadi kelemahannya harus dihilangkan.
Ilmu berdamai dengan hati pun saya terapkan yaitu tidak boleh emosi harus mau menerima keadaan dan mencari solusi yang tepat, agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.Tak kalah penting mendengarkan masukkan dari orang lain yang mungkin bisa menjadi solusi.
Catatan kecil sebelum rapat pembagian tugas.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Selamat, bu..
Selamat menahan emosi dan hadapi dengan senyuman ya
Sing Waras Ngalah Bunda hehehe ....
Leres Pak SY Kedah mekaten njih...
Aku yakin bunda adalah orang yang bisa "mengkomunikasikan" marahnya. Salam sehat dan sukses selalu.Barakallah bunda.
Iya Bu Nana, setelah itu mencair seperti nggak ada masalah.Dan ngga mau masalah nya dibawa ke rumah.