Sri Sugiyati,S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Sri Sugiyati Tulisan ke 76 KASIHMU TIADA BERUJUNG

Sri Sugiyati Tulisan ke 76 KASIHMU TIADA BERUJUNG

Wanita yang melahirkan aku 50 tahun silam begitu bersahaja. Paras kesederhanaan seorang perempuan desa begitu terpancar di aura sinar matanya. Perjuangan untuk membesarkan diriku bergelimpang dalam lingkungan pegunungan yang asri. Rumahku yang sederhana berhiaskan rimbunnya pepohonan bambu menghijau. Begitu segar dalam ingatanku di masa kanak - kanak, menggendongku di ajak ke ladang yang jalannya berliku, naik turun. Karena memang seorang petani, sawah ladang kami tempat mengais rezeki. Dengan menggendong keranjang berisi palawija hasil cocok tanam ayah, aku sudah terbiasa di didudukkan di atas keranjang itu.Dengan riangnya ibuku bersenandung mengayunkan langkah - langkahnya di jalan setapak penuh rerumputan . Aku juga dengan tawa - tawa kecil saling berpandangan, sesekali kurangkul leher ibuku dengan sekuat tangan mungilku. Dengan bangganya hatiku, mengusap cucuran keringat di dahinya yang juga membasahi sekujur tubuhnya. Di usiaku yang masih terlalu dini itulah sudah terbangun rasa mengagumi ibuku, sebagai wanita mandiri yang berjiwa perkasa.

Ibu walaupun seorang wanita petani, tanpa kosmetik menempel di wajahnya, tetap tampak cantik alami. Setiap pagi dengan kasihnya yang membiru, menggandengku untuk bergiat pagi. Tangan kekarnya selalu memelukku dengan kelembutan hatinya. Kehidupan keluarga petani begitu menuntutnya untuk mandiri dengan membanting tulangnya. Begitu terbayang setiap pagi ibuku harus menumbuk padi atau jagung untuk makanan kami. Menumbuk dengan memegang kayu penumbuk sekuat tenaganya di lesung belakang rumah. Ibuku tak pernah sedikitpun mengeluh dengan rutinitas beratnya setiap hari. Yang terpancar di sinar matanya hanyalah perasaan cinta menghidupiku. Beliau tak pernah merasa lelah dengan pergi ke ladang seraya menggendongku di atas tumpukan kayu atau rumput. Di situlah aku mulai mengagumi, ibuku wanita yang berjiwa perkasa. Selalu berjuang dengan alam yang kadang tak bersahabat jika gagal musim panen. Karena rusak ditelan kencangnya angin musim hujan.

Suatu hari, ketika aku mau memasuki bangku sekolah memelukku dan berkata, aku untuk belajar rajin agar hidupku tidak sepertinya. Bergelut dengan ladang sawah berlumpur, menyita banyak tenaga. Bahkan mencari sekeranjang rumput saja harus bercucuran keringat. Kalimat itu adalah sebuah doa, bertatih cita - citaku menjadi seorang guru mulai kupatrikan di sanubari. Dengan perjuangan ibu, jika harus membayar uang sekolah tengah malam berjalan ke pasar. Ibu menggendong hasil bumi untuk dijual dengan jarak yang lumayan jauh. Beliau begitu iklas melakukan demi bangganya membiayaiku sekolah. Dan itu berlangsung sampai dengan adik - adikku. Ibu rela tidak makan enak, hanya nasi jagung dengan sayur daun ketela. Hanya karena perjuangannya mencari uang untuk aku bersekolah.

Tanpa terasa, usiaku berjalan setengah abad. Keteladanan ibuku dan perjuangannya yang sungguh luar biasa membekas di jiwaku. Perasaan cintanya dan kasih yang tiada berujung, mengantarkan aku di ujung citaku. Doanya aku mampu mengabdikan diriku sebagai guru. Rasanya seperti kebahagiaan yang tiada taranya untuk melihatku. Namun hanya satu kata yang terucap di bibir lemahku. Doa terindah yang selalu kupanjatkan, agar ibuku sehat dan panjang usia. Mampu meneduhiku diperjalananku yang kadang diterpa angin kencang. Ketika lembutnya suara menyapaku, seakan goncangan itu terhenti. Hatiku terasa damai dan tentram di genggaman kasihnya. Surga sebagai tempat untuk kehidupan kekal balasannya. Doa selalu sehat dan jiwa perkasa itu harus kusemayamkan di sukmaku. Wanita berhati perkasa, berjiwa teduh dan kasih tiada berujung, tiada rapuh dan tegar dalam perjalanan waktu. Satu kata ibu adalah pahlawan pertama dan terakhirku.

Penulis : Sri Sugiyati, S.Pd.

Magetan, 22 Desember 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa cara mengisahkan masa kecil dalam cinta tulus ibunda. Imajinasi saya ikut terbawa. Rumah sederhana dalam rimbunan bambu. Apik banget tulisannya

27 Dec
Balas

Tak pernah habis kata, penuh sanjung dan puja untuk wanita hebat, "Ibu". Keren ulasannya Bu, salam sehat.

23 Dec
Balas

matur nuwun pak Eko kisah sejati diri yang terlahir di pegunungan,

20 Sep
Balas

matur nuwun pak Eko kisah sejati diri yang terlahir di pegunungan,

20 Sep
Balas

Salam sehat juga pak Arief, lama tiada bersapa di media karena ada kendala

20 Sep
Balas



search

New Post