Sri Wahyuningsih

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Ibu dilarang Sakit

Bulan Oktober sudah di penghujung. Musim sudah mulai tak menentu. Kadang panasnya cetar, kadang hujan disertai angin yang datang tiba-tiba. Alam sudah mulai memperlihatkan keakuannya. Perubahan cuaca seperti ini bagi sebagian orang akan membuat kondisi badan tak menentu. Tak terkecuali anggota keluargaku. Kami adalah keluarga kecil yang mengikuti program Keluarga Berencana (KB) yang sukses. Ayah, Ibu dan 2 anak cukup.

Seminggu lalu sang ayah sudah memperlihatkan tanda daya tahan tubuhnya mulai menurun. Badannya panas, sering bersin serta sesekali batuk dan mengeluh tenggorokannya sakit. Aku segera memintanya untuk mengkonsumsi obat flu dan demam, tak ketinggalan tambahan minuman hangat yang bisa meringankan rasa sakitnya, wedang jahe. Dalam 3 hari kondisinya sudah terlihat membaik. Bersamaan dengan pulihnya sang ayah, datang anak perempuanku yang pertama dari asrama. Ya, dia menimba ilmu di SMP IT yang memiliki sistem boarding school. Minggu ini sebenarnya bukan minggu perpulangan, tapi karena seluruh ustadz/ustadzahnya mengikuti sertifikasi WAFA (sistem pembelajaran Al-Qur’an Metode Otak Kanan) tak terkecuali musrif asrama, sehingga seluruh siswa yang ada di asrama diminta untuk belajar di rumah selama 3 hari. Selama 2 hari di rumah tak terlihat gejala apapun. Dia sibuk mengerjakan tugas yang dibebankan padanya selama dia pulang. Sesekali aku menjenguk di kamar untuk memeriksa kondisinya dan mengingatkan untuk makan. Kulihat dia masih sibuk menulis surat Al Waqi’ah di buku tulis. Hingga akhirnya dia mengeluh capek dan minta dikeroki punggungnya menggunakan minyak angin dan uang koin seribuan. Setelah merasa lega dia beristirahat.

Sehari sebelum kembali ke asrama, dia meminta dibelikan sepatu. Karena sudah musim penghujan, kadang dia kehujanan dan sepatunya menjadi basah, sedang dia hanya memiliki satu sepatu. Sore itu aku mengajaknya ke toko sepatu dan memintanya untuk memilih sepatu yang diinginkan. Malamnya aku membantu membereskan barang-barang yang akan dibawa ke asrama keesokan harinya. Semua sudah siap, termasuk uang saku untuk seminggu.

Menjelang tengah malam disaat semua terlelap tidur, si adik yang masih berusia 3 tahun 8 bulan batuk-batuk. Biasanya dia merasa lega jika dahaknya sudah dikeluarkan dan itu melalui muntah. Aku segera membawanya keluar dari kamar. Aku siapkan tempat sampah dan air minum. Benar saja, beberapa saat dia batuk kemudian dia bisa mengeluarkan dahak yang mengganggu tenggorokannya. Setelah aku memberinya air minum, dia kembali terlelap namun kami harus berpindah tempat tidur di ruang keluarga agar lebih cepat menangani jika si adik batuk lagi.

Rasanya baru saja aku ikut terlelap, tiba-tiba ada suara yang membangunkanku. Ternyata si kakak sudah berada didekat tempat sampah dan mengeluh habis muntah-muntah dan kepalanya pusing. Mungkin itu efek dari kerokan yang kulakukan sehari sebelumnya. Dia mengeluh pusing dan minta dikeroki punggungnya menggunakan minyak angin lagi, tapi aku menolaknya karena baru sehari aku mengeroknya. Setelah beberapa saat dia merasa nyaman dengan perutnya, aku menyuruhnya berkumur dan minum air putih. Setelah itu dia kembali tertidur.

Menjelang subuh, seperti biasa aku terbangun dan segera menyiapkan segala sesuatu sebelum berangkat kerja. Ya, inilah resiko seorang ibu yang juga menjadi perempuan pekerja. Harus siap fisik dan mental dalam menghadapi masalah apapun. Di rumah maupun di sekolah yang menjadi ladangnya. Menjadi seorang perempuan adalah kodrat, menjadi perempuan pekerja adalah pilihan, menjadi seorang ibu yang bekerja adalah takdir. Semua pilihan ada konsekuensinya, tapi takdir harus dijalani. Menjadi seorang ibu harus bertanggungjawab dengan amanah yang sudah diberikan Allah padanya. Menjadi perempuan pekerja harus profesional menjalankan tanggungjawabnya. Apalagi profesinya adalah seorang guru seperti aku.

Hari itu kegiatanku adalah mengantar kedua anakku periksa ke dokter setelah sebelumnya aku meminta ijin kepala sekolah untuk datang terlambat. Segera setelah mereka mendapatkan obat, aku membawa mereka pulang dan meminta mereka segera meminum obat yang diberikan dokter. Setelah aku yakin semua bisa teratasi, aku berangkat untuk bertemu murid-muridku. Aku yakin Allah akan menjaga buah hatiku walau tanpaku. Anakku dan muridku adalah seperti dua sisi mata uang koin bagiku. Mereka sangat berarti bagiku. Mereka bisa mengobarkan semangatku untuk selalu bertahan dan bersemangat dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Kalau sudah seperti ini tak ada kata yang pantas untukku kecuali “Ibu dilarang Sakit”.

#Menikmati cuaca di penghujung Oktober#

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap bu...enak n ringan dibacanya...itulah peran seorang ibu ya. Bu...smangat trus bu

13 Nov
Balas

Senang bisa baca cerita ibu.

27 Oct
Balas

Terima kasih bu. salam kenal

28 Oct



search

New Post