Cerita kehidupan perjuangan perempuan Jawa yang memegang teguh keluhuran budayanya. “Titikane wong kang putus ngelmu, basa kang bisa gawe tentrem lan bungahing liyan", sebuah nasehat yang pernah Simbok utarakan kepada sang anak; tandanya orang yang ilmunya luas, bahasa yang dapat membuat tenteram dan membuat bahagia orang lain.

Kisah perjuangan Simbok diawal pernikahan, melahirkan, sampai membesarkan 5 anaknya. Filosofi hidup yang kental dengan budaya Jawa sebagai pegangan hidup yang selama ini dijalani. Bahkan untuk pendidikan anak - anak menjadi sebuah prinsip yang selalu dipegang. Pengharapan kelak sang anak bisa menjadi sumber kebahagiaan untuk siapapun, dan semua itu bisa didapat dari ilmu pendidikan.

Walaupun banyak cibiran yang Simbok dapatkan dalam membesarkan anak - anaknya, Simbok tetap berjuang mewujudkan cita - citanya. Banyaknya kerikil - kerikil tajam yang harus dilalui, kaki Simbok tetap melangkah menuju tujuan itu. Hinaan dari saudara tidak dihiraukan, bahkan dijalan harus sendirian membesarkan kelima anaknya. Bahkan harus kehilangan 2 anaknya serta suaminya.

Bukan berhenti ditengah jalan, dengan sisa - sisa tenaga Simbok tetap berjuang. Harapan tetap ditumbuhkan, menjalani sisa kehidupan dengan ketiga anak yang tersisa. Simbok hanya bisa berharap kelak anak - anaknya menjadi pegangan hidup waktu senjanya.

Mantra apakah yang dimiliki Simbok dalam mewujudkan tujuan dari sisa hidupnya, sehingga mampu mengantarkan ketiga anak sukses mewujudkan cita - citanya. Seorang pengusaha muda yang sukses, seorang dosen, dan seorang guru yang terlahir dari perjuangan Simbok yang selalu menjaga kearifan lokal sebagai pegangan dalam membesarkan anak - anaknya. Inilah kisah hidup Simbok dengan tongkat yang kelak menemaninya diujung usianya.