Don't Judge the Book from the Cover
Suatu siang... gas kompor saya sedang habis, padahal sedang ingin merebus air panas guna menyeduh kopi. Akhirnya, dengan naik scoopy, saya berangkat membelinya di toko gang sebelah.
Sambil membeli gas, sekalian saya beli bawang putih, caos untuk spagety, petis madura dan telur 1 kg.
Sengaja saya beli macem-macem, selain untuk memenuhi kebutuhan sarapan kilat, juga agar akrab dengan pemilik toko. Maklum, saya penduduk baru di kompleks perumahan ini.
Setelah beberapa saat berbincang tentang rencana takjiyah bersama pemilik toko, datanglah ibu tetangga yang lain turun dari Inova Reborn bersama suaminya.
Sayapun menyapa ibu tersebut dengan hangat. Saya sangat terkesan dengan penampilannya. Menggunakan gamis longgar berwarna biru dongker, lalu menggunakan kerudung lebar warna yang senada. Rapi, sopan dan elegan.
Ketika saya sudah membayar barang-barang yamg saya beli, ibu itupun juga selesai. Sehingga kami keluar toko bersama-sama. Bedanya, saya sambil mengangkat barang-barang yang saya masukkan jok sepeda motor dan terakhir membawa gas untuk diletakkan di bawah setir depan. Sedangkan ibu yang anggun tersebut langsung naik ke atas mobilnya. Padahal, suaminya masih ngobrol dengan tetangga sebelah toko.
Sial, sepedaku tidak bisa distater atas. Waah...macet lagi. Harus stater kaki ini. Kuletakkan gasku di aspal depan toko. Lalu kucoba berkali-kali untuk memarkir sepeda motor dengan sandaran ganda. Tapi dasar sedang apes, berkali-kali mencoba, berkali-kali juga tidak bisa.
Akhirnya, dengan menahan rasa malu, saya meminta bantuan bapak pemilik mobil inova yang sedang ngobrol dengan tetangga sebelah toko. Beliaupun dengan cekatan langsung membantu saya. Scoppy tua itupun seketika langsung menyala mesinnya.
Dengan riang dan sepenuh hati saya ucapkan tetimakasih pada beliau. Selanjutnya, saya menghadapkan wajah pada istrinya yang sudah duduk di jok depan mobil dengan maksud akan berterimakasih juga.
"Terimakasih ya bu, mohon maaf sudah merepotkan suaminya" kataku dengan penuh ketulusan.
Namun apa balasannya ya?
Ternyata, ibu itu tidak membalas senyum dan ucapan terimakasih saya yang tulus. Beliau malah menatap saya dengan tatapan yang tajam dan menghunjam. Wajahnya nampak sangat jengkel, entah karena apa.
Byuh... maka langsung kunaiki scoppy tuaku sambil memegang gas dan kupacu sepedaku agar segera nyampe rumah.
Aah...busana yang begitu menawan, ternyata bukan jaminan bahwa seseorang akan berakhlak mulia...
Aah...saudariku, darimu aku belajar, semoga saya tidak melakukan hal yang sama, karena hal tersebut menyakitkan. Bukankah senyum kepada saudaramu sesama muslim itu adalah sedekah?
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap tulisannya
Terimakasih ibu. :)