Sriyanto

Pemuda kampung yang tak berhenti belajar. Belajar menulis, dari apa yang dibaca pada realitas sosial, pendidikan dan agama. Diruang ini bisa menuangkan id...

Selengkapnya
Navigasi Web

MENTAL PENERABAS

Pagi-pagi ingin beli soto di daerah Wage. Ketika mau melitas jembatan layang berderet antri panjang. Tak bergerak sama sekali. Saya menengok kearah depan ada mobil yang tak mau antri merangsik ke depan sehingga terjadi adu mulut, bahkan mau adu jotos karena keduanya sama-sama merasa benar. Miris melihat kejadian itu. Itulah gambaran hidup disekitar kita. Tak mau antri dan merasa menang sendiri yang merugikan orang banyak. Kenapa demikian? Karena akibat ulah satu orang, bisa membuat macet dan membuat banyak orang terganggu aktivitasnya. Budaya antri kita masih lemah, sangat berbeda dengan luar negeri.

Saya punya pengalaman ketika jalan-jalan ke Singapore. Budaya antri disana sudah terbangun dengan baik. Misalnya ketika antri di imigrasi, berjajar antri sesuai jalan yang dibuat, ketika beli makan juga demikian tidak ada yang saling mendahuluhi, ketika naik kereta cepat bawa tanah juga demikian penumpang yang mau naik, kakinya harus menempati tanda yang ditentukan berbaris rapi. Hampir semua lokasi tempat keramaian itu budaya antri masih terjaga. Sangat berbeda di negeri ini, apa yang menjadi persoalan?

Mungkin saja bangsa ini masih memiliki mental penerabas, meminjam istilah Prof. Koentjaraningrat. Mental penerabas bisa diartikan mengambil jalan pintas dalam mencapai tujuan. Inilah titik lemah dalam budaya bangsa Indonesia yang bisa merusak segala sendi kehidupan. Dalam konteks pendidikan mislanya, hampir setiap tahun, masih ada kecurangan dalam pelaksanan ujian nasional atau ujian sekolah berbasis nasional. Seorang siswa ingin jalan pintas untuk mencapai hasil baik dengan membeli kunci jawaban. Tanpa harus susah payah meraih sukses. Lebih miris lagi pelakunya adalah seorang guru dan kepsek memberikan kunci jawaban pada siswa agar nilai bagus sehingga bisa menjaga akreditasi sekolah. Secara tidak sadar telah menanamkan mental penerabas pada diri siswa. Jangka Panjang akan melahirkan mental korup ketika dewasa nanti.

Inilah tantangan saat ini sebuah sekolah untuk membangun nilai mental pada diri siswa. Perlu sebuah gerakan bersama memberikan pemahaman pada siswa bahwa sebuah proses belajar lebih utama dari pada hasil. Insyaallah dengan proses yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula. Oleh karena itu di sekolah kami, kejujuran menjadi persoalan serius. Tak segan-segan memberikan nilai nol jika anak berbuat curang. Tentu upaya untuk mencegah mental penerabas, kami imbangi dengan mempersiapkan ujian nasional dengan secara matang dengan melaksanakan bimbingan belajar secara regular maupun intesif. Harapan kami, anak-anak meraih kesuksesan yang diridhoi Allah. Begitu indahnya jika anak-anak nanti mendapat nilai ujian terbaik (sukses), seiring dengan nilai ketaatan kepada Allah SWT semakin bertambah.

Dalam realitas politik, mental penerabas juga terjadi pada seorang politisi atau pejabat negara. kita tahu bersama mencalonkan diri sebagai kepala daerah itu memerlukan biaya tak sedikit. Dengan dalil ingin mengembalikan modal dalam pilkada maka melakukan korupsi apapun caranya. Bukan menjadi rahasia umum saat ini banyak kepala daerah kena operasi tangan oleh KPK tersangkut korupsi. Mendagri pernah menyampaikan dalam acara konferensi pemberantasan korupsi, bahwa mulai tahun 2004-2017 ada sekitar 313 kepala daerah tersangkut korupsi dari 524 kepala daerah (JP/11/12/17). Melihat data itu artinya hampir separuh lebih kepala daerah melakukan korupsi. Tertanam dalam hatinya mental penerabas mengambil jalan pintas mengembalikan modal.

Saat ini tahun 2018 yang merupakan tahun politik. Ada sekitar 171 terjadi pemilihan serentak untuk dijadikan momentum untuk memilih kepala daerah yang memiliki track record bersih, tidak tersangkut masalah hukum dan menolak politik uang. Masyarakat harus sadar dalam proses demokrasi haknya telah tergadaikan selama lima tahun. Jika masih menerima politik uang mendapat kenikmatan sesaat, tetapi secara tidak sadar uang rakyat akan ‘dirampok’. Oleh karena itu, semua komponen bangsa untuk berani mengatakan tidak pada korupsi agar pasca pesta demokrasi tidak ada kepala daerah tertangkap OTT oleh KPK dan masuk teruji penjara.

Dalam prespetif agama, mental penerabas itu sesungguhnya terjadi pada setiap diri manusia karena masuk jiwa manusia jalan kefasikan (hawa nafsu). Tetapi manusia dibekali akal dan agama oleh Allah untuk menuntun jalan hidup untuk mengendalikanya. Beruntunglah bagi yang bisa mengendalikan kefasikan dan rugilah bagi yang mengotorinya. Allah SWT berfirman dalam Al Quran surah As Syam:8-10, “Allah mengilhamkan kepada jiwa pada jalan kefasikan (hawa nafsu) dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” Mari kita gunakan akal dan agama sebagai penangkal mental penerabas dan semoga kita semoga termasuk golongan yang beruntung. Aamiin…

Waallahu alam bisowab….

Sidoarjo, 20/1/2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post