Keterpaksaan Yang Menyenangkan Bisa Ikut Training PII
Hari ini, 4 Mei 2022, nama PII dan segala memorinya meletup-letup di dada. Serius. Ada kangen, senang, bangga, nyatu jadi satu.
Bagi saya pribadi, PII telah berhasil memberi warna pada diri saya.
Saya diajak masuk PII kelas 2 SMA,tepatnya saat liburan kenaikan ke kelas 3, saat itu masih bandal2nya (bandal masih dalam batas wajarlah). Pakai jilbab hanya saat acara keagamaan sekolah, dua kali ikut pesantren kilat ramadhan (karena wajib), tapi pas selesai ya lepas jilbab lagi), karena kebetulan di sekolah juga gak pakai jilbab.
Setiap mau ikut sanlat, saya selalu nanya, habis ini harus pakai jilbabkah? Karena sejujurnya dulu saya tak pernah suka pakai jilbab. Dan 2 kali ikut sanlat gak pernah dipaksa pakai jilbab di sekolah. Saya girang lah.
Tapi dalam kegirangan saya, selalu muncul pertanyaan dalam diri yang terlahir sebagai seorang perempuan muslim, kenapa perempuan muslim selalu mengenakan jilbab? Pastinya kan ada hukumnya ya, saya berpikir begitu, dulu tahunya, wajib dan gak wajib. Dan saat saya bertanya pada guru saya, apakah jilbab wajib untuk perempuan muslim? Jawaban guru saya, "Ya wajib".
Saat itulah muncul ketidakterimaan saya sebagai remaja yang sedang tumbuh-tumbuhnya, yang juga berpikir bahwa segala yang Allah ciptakan selalu memiliki manfaat. Maka apa manfaat Allah menciptakan rambut untuk perempuan jikalau hanya untuk ditutupi? Itulah yang saya tak terima. Akhirnya, saya merasa guru saya itu salah.
Sudahlah, saya jalan saja, ada acara ikut, pasti saya selalu dapat the best, pikir saya waktu itu (saat itu saya selalu menjadi peserta terbaik), padahal saya sholat aja gak pernah, tapi bukan berarti saya gak bisa sholat. Secara teori, hafalan saya bisa, karena saya sudah terbiasa menghafal pelajaran sejak masih SD. Jadi untuk menghafal bacaan sholat dan suroh Al quran, gampang menurut saya.
Parah kan? Peserta terbaik tapi gak pernah sholat. Gak pakai jilbab lagi.
Lalu untuk yang ketiga kali, saya ikut sanlat, hanya berdua dari SMAN 1 Lubuk Pakam, dengan almarhumah Dessy Yusnita Anggraini. Tapi kali ini gak enak menurut saya, karena selama 7 hari di kelas, gak ada Pak Ustadznya, kita cuma diskusi dan diskusi. Tepat hari ketiga, saya mulai jenuh, saya berencana ingin kabur, saya ajak teman saya yang kebetulan beda kelas, dia menolak, katanya ke Lubuk Pakam itu harus jalan ke depan dan pasti nanti panitia bakal tahu. Dia menasehati saya agar sabar sampai hari terakhir. Teman satu sekolah saya tidak mendukung ide saya, mau bagaimana lagi? Saya juga gak berani, kalau pulang sendiri. Akhirnya tetap stay disitu. Di Yayasan PAB Medan.
Akhirnya selesai juga selama 7 hari, pelan-pelan saya sedikit betah meski terpaksa dan disinilah saya akhirnya mulai berjilbab karena saat di kelas ada diskusi tentang jilbab, disini saya juga akhirnya bisa menerima bahwa memang jilbab itu wajib bagi seorang perempuan muslim.
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al Arab : 59)
Disini pula saya merasa sangat menyesal karena sebelumnya tak pernah tahu dan tak berjilbab.
Sejak saat itu, saat kembali masuk sekolah, saya mengenakan jilbab.
Banyak hal-hal yang membuat rindu sebenarnya saat saya memutuskan berjilbab. Saat itu saya yang memutuskan langsung membatasi hubungan dengan lawan jenis, jauh di dalam hati kadang rindu bersenda gurau dengan teman-teman.Saat teman-teman gitaran dan nyanyi bareng di kelas juga ada perasaan yang menusuk, seperti ingin bergabung. Tapi saya sudah berniat seperti ini, sudahlah, saya lihat mereka saja, begitulah setiap harinya.
Saat itu, saya berubah menjadi manusia yang sangat berbeda dengan sebelumnya, berbeda 180°. Saya menjadi sangat pendiam. Ke sekolah hanya membawa Al quran, saya tak peduli lagi dengan pelajaran sekolah, meski tetap belajar dan mengerjakan PR.
Saat itu mungkin saya sedang merasa bahagia dengan pemahaman saya. Saya tak peduli saat teman-teman saya mengatakan apakah saya botak sehingga berjilbab, apakah rambut saya rontok dan sebagainya. Saya tak pernah peduli. Mereka pun sering bertanya apakah saya ada masalah, sehingga saya menutup kepala. Semua pertanyaan teman-teman, saya jawab dengan diam. Entahlah, saat itu saya tak peduli dengan segala macam omongan orang lain.
Mengenakan jilbab di sekolah, sebenarnya membuat saya harus merelakan kehilangan teman baik, teman sebangku, karena kebetulan saya dari kelas 1 dan 2 selalu berteman dengan teman-teman non muslim. Saat saya memutuskan berjilbab, saya yang menjadi pendiam ini terlihat sangat membatasi diri. Sehingga teman-teman saya menjauh, saya asyik dengan diri sendiri dan teman saya pun hanya yang berjilbab.
Bagi saya, itulah proses yang harus saya lalui, hubungan dengan teman-teman pun perlahan secara pelan-pelan bisa kembali membaik. Saya tak bisa membayangkan jika saya tak ikut training PII waktu itu, mungkin akan menjadi remaja bebas gaul, secara saat itu saya sedang tumbuh-tumbuhnya, bergaul dengan lawan jenis juga bebas, ditambah di rumah juga kurang begitu peduli dengan pendidikan keagamaan. Beruntung Allah memberi jalan dengan di training PII.
Aaaah masa yang menyebalkan sebenarnya ikut training LBT waktu itu. Tapi dari yang menyebalkan itu ternyata saya bisa menjadi lebih baik, ketemu dengan orang-orang baik.
PII, aku bangga pernah dididik dan dibesarkan olehmu.
Selamat Harba ke-75.

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar