Cintaku Berlayar di Samudera Setiamu
1. Pandangan Pertama
Matahari dengan malu-malu menampakkan sinarnya di atas hamparan bumi tercinta. Burung pun mulai bernyanyi menyambut pagi yang begitu cerah. Seolah ikut bergembira mendengar kabar baik kalau aku diterima masuk sekolah di salah satu SMA di kota ini.
"Ibu! Lihat ini!" Dengan nada sedikit bergetar. Sembari menyodorkan selembar kertas.
Kertas tersebut berisikan daftar nama calon siswa yang berhasil lolos dalam tes seminggu yang lalu. Rasa bahagia dalam hatiku tidak mampu aku sembunyikan. Betapa tidak?, Sejak lama aku memang ingin melanjutkan sekolah di SMA tersebut.
"Alhamdulillah, Ya Allah!" Sambil meraih kertas itu dengan perlahan dengan tangan yang agak bergetar. " Akhirnya kamu bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi nak!" Jawabnya padaku.
Dengan penuh rasa bahagia yang tak mampu diungkapkan dengan dengan kata-kata, ibu memelukku dengan tetesan air mata haru dan bahagia. Akupun tak kuasa menahan air mata kebahagiaan ini. Dan kami pun saling berpelukan. Mungkin ini yang dinamakan rasa sedih bercampur kebahagiaan. Di satu sisi aku sangat senang dan bahagia karena dapat lanjut sekolah. Di sisi lain aku merasa sedih karena harus berpisah dari ibu untuk beberapa tahun. Karena, sekolah yang akan aku tempati belajar berada jauh dari tempat tinggal kami.
"Dyra sudah bangun apa belum pak?" Tanya ibu kepada ayah yang sejak tadi bolak balik membangunkan aku.
"Belum! Saya sudah membangunkan berkali kali. Namun, tetap saja ngorok." Jawab bapak sambil meneguk secangkir teh hangat.
"Emangnya kenapa bu? Biasanya Dyra juga bangunnya selalu siang, memangnya ibu perlu dibantu?" Tanya bapak sambil memasang wajah penasarannya.
"Kan hari ini dia harus berangkat ke kota pak!, hari ini awal Dyra masuk sekolah," Sambil menyuguhkan sepiring pisang goreng panas di depan bapak.
Obrolan mereka tiba-tiba terhenti saat menyadari kemunculan aku dari balik pintu kamar. Tanpa bicara aku langsung ikut duduk di salah satu kursi yang masih kosong di dekat mereka. Tanpa menunggu ditawari aku langsung ikut menikmati sarapan pagi.
Setelah aku selesai menikmati sarapan pagi yang begitu nikmat. Tanpa berpikir panjang aku langsung siap-siap berangkat ke sekolah yang letaknya luamayan jauh dari desa tempat aku tinggal. Perjalanan ke sana membutuhkan waktu yang lumayan. Untungnya aku telah mempersiapkan semuanya dari kemarin.
Matahari semakin ganas memancarkan cahayanya seolah-olah tidak mau kalah menembuskan cahaya itu di balik awan yang terkadang begitu pekat.
"Hati- hati di jalan anakku!" Sambil mengelus pundakku, air mata ibu pun tak mampu lagi dibendungnya. Aku tak mampu berucap sepatah kata pun. Hatiku begitu remuk rasanya karena selama puluhan tahun aku tidak pernah berpisah dari mereka. Tapi demi sebuah cita-cita, aku harus kuat. Aku tak kuasa lagi menatap wajah ibu. Aku tidak ingin ibu tahu kalau sebenarnya akuvtak mampu berpisah jauh darinya. Sementara itu tak jauh dari tempat kami berdiri nampak bapak berdiri seperti patung. Hanya mampu terdiam dengan seribu bahasa.
"Aku berangkat yah Bu!" Sambil melepas genggaman tangan ibu.
Tangan yang terlihat sudah agak keriput. karena usia ibu memang sudah tua. Namun ibu tetap gigih membantu bapak bekerja di sawah. Karena kami adalah petani, jadi selama ini kami hidup dari hasil bertani.
Tangga demi tangga aku turuni tanpa ada rasa ragu. Karena rumah kami terbuat dari kayu dengan model rumah panggung. Sehingga untuk sampai ke bawah aku harus menuruni sebuah anak tangga yang jumlahnya tidak sedikit. Mobil travel sudah menungguku di depan rumah sedari tadi. Aku pun masuk dalam mobil tanpa menoleh lagi. Perlahan namun pasti, mobil yang membawaku pun lenyap dari pandangan ibu dan bapak.
Dalam perjalanan menuju tempat tujuan, aku terdiam sambil sesekali melirik ke jalan. Nampak pohon asam di pinggir jalan berlari begitu kencang. Tanpa aku sadar ternyata mobil yang membawaku ini yang melaju sangat cepat. Rambutku pun berurai tertiup angin dari sela kaca jendela mobil.
"Ibu, bapak! Semoga aku mampu mewujudkan harapan kalian suatu hari nanti. Aamiin."
"Kita sudah sampai Dek!" Suara pak sopir membuyarkan lamunanku.
"Oh,iya pak! Sambil kuraih tas ranselku yang berisi perlengkapan sekolah dan beberapa lembar baju salin.
Dari rumah aku memang mengenakan baju seragam sekolah. Walaupun masih seragam SMP. Tapi tidak masalah, karena semua siswa baru masih boleh menggunakan seragam SMP. Sehingga, aku bisa langsung ke sekolah. Karena di kota ini aku tidak memiliki keluarga, jadi aku numpang di rumah seseorang yang berbaik hati mengizinkan aku tinggal bersamanya.
Lonceng sekolah berbunyi, tanda masuk telah tiba.
"Alhamdulillah! Aku tiba tepat waktu." Gumamku dalam hati.
Semua siswa baru telah berkumpul di lapangan untuk apel pagi. Mereka begitu antusias ingin mendengarkan pidato sambutan kepala sekolah. Tak mau ketinggalan, aku pun bergegas bergabung dengan siswa yang lain. Karena ini hari pertama masuk sekolah, tentunya sebagian kelihatan gugup karena belum saling kenal.
Apel pagi pun telah usai. Semua siswa terlibat bubar dan aku pun beranjak meninggalkan lapangan itu. Aku berjalan sendiri dengan santainya walau dalam hati agak sedikit risih.
Aku terus berjalan hingga akhirnya langkah ku terhenti di depan sebuah ruangan. Aku berdiri hampir tak bergerak, mematung.
"Hai, tunggu aku!," Terdengar suara seorang siswa laki-laki dari arah kanan ku. Spontan aku langsung menoleh.
"Masya Allah!" Aku kaget, untungnya aku mampu menyembunyikan rasa kaget itu.
"Wajah itu ko mirip banget kakak?" Hatiku diserang rasa tak percaya.
Siswa itupun tanpa sengaja menoleh ke arahku. Menatap sekejap dan berlalu dengan sebuah senyuman manis. Membangunkan aku yang dari tadi bengong.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Masa sekolah, meninggalkan orangtua, menuju cita2. Apik tulisannya. Sukses selalu