St. Maria Ulfah,S.Pd,M.Pd

ST. MARIA ULFAH NO WA 081343903973 EMAIL [email protected] ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jangan Bosan Berbicara Karakter

Jangan Bosan Berbicara Karakter

Jangan Bosan Berbicara Karakter

Mata di sipitkan penuh selidik, jidat yang di keriputkan, ini merupakan respon visual atas sebuah pernyataan yang mungkin saja tidak di setujui alur logikanya. ini juga yang menjadi respon saya seketika, saat mendengar gerutu teman yang mengatakan bosan dengan pembahasan isu karakter ataupun istilah pendidikan karakter yang lazim nya kita dengar. ia juga mengatakan, setiap ia membaca koran dan melihat kolom opini yang bertemakan karakter , cukup hanya melihat judul dan berlalu ke halaman selanjutnya.

Memang benar, masalah karakter bukan hal yang baru lagi di bicarakan bahkan tema tersebut selalu menjadi pilihan bagi tenaga pendidik yang berkicau di media massa. Namun sebagai seorang guru, tentu saya tidak sependapat dengan hal ini. bagaimana pun pendidikan karakter tidak boleh berhenti sebagai pengetahuaan semata apalagi hanya akrab di mulut namun implementasi yang tidak di mengerti. terparah jikalau kita mulai apatis, kehilangan kepedulian akan pentingnya pendidikan karakter. pada saat itu, saya tidak ngotot dalam merespon , dengan pertimbangan ia bukan berasal dari kependidikan dan saya memilih diam sambil tersenyum kecut.

Sikap itu justru berakhir dengan penyesalan , mengapa tak saya ladeni saja dengan berbagai argumen semampu saya. tapi sudahlah sepertinya akan jauh lebih elegan dan bermanfaat jika tulisan ini , lolos dari kebijakan redaksional dan akhirnya terbit di media ini. Tentu saya berharap tidak ada kebosanan didalamnya. tapi kalau masih ada yang tetap bosan , sebaiknya untuk membaca kutipan ini : " saya ingat berjalan sebagai seorang kanak-kanak, tidak lazim untuk mengatakan bahwa anda penat / bosan , yang lazim adalah menyelesaikan tujuan terebut "

( aktris Amerika Katharine Hepburn 1902-2003)

Karakter

Pada Kamus , Karakter di defenisikan sebagai gabungan ciri – ciri mental dan etika yang menandai seorang individu , kelompok atau Negara. Juga di sebutkan karakter sebagai keunggulan dan keteguhan moral . untuk keduanya kita boleh sepakat bahwa karakter di artikan dengan cukup baik. Bagi Carolyn Warner seorang desen dan pengarang asal Amerika serikat, ada pendefenisian yang paling baik dengan mengikuti nasihat yang iya dapatkan dari neneknya ( Nellie Hershey Tullis ) . Carolyn menceritakan neneknya yang merupakan wanita petani asal Oklahoma seringkali filosofisnya di ungkapkan dalam istilah agrikultur atau pertanian. ini lah yang di katakan “ Tanamkan lah Fikiran, Anda Akan Menuai Tidakan, Tanamkanlah Tindakan, Anda akan menuai Kebiasaan , Tanamkanlah Kebiasaan , Anda akan menuai kebiasaan , Tanamkanlah Karakter , Anda akan menuai takdir “ Carolyn menjelaskan, sebagai gadis kecil saat itu ia hanya menganggap semua itu hanya ucapan seorang perempuan tua belaka, namun saat usia nya bertambah ia kemudian tersadar apa yang neneknya coba berikan pada dasarnya adalah sebuah resep kehidupan. Pikiran seringkali di rubah menjadi tindakan, tindakan yang berulang-ulang akhirnya menjadi kebiasaan , gabungan dari semua kebiasaan mental dan spiritual membentuk karakter.

Keberadaan PAUD

Berbicara Karakter saat ini, pada sistem pendidikan di indonesia, pembentukan karakter justru di stimulan melalui Pendidikan anak usia dini (PAUD). hal ini di yakini PAUD merupakan Wadah Pembangunan Sumber Daya Manusia Sejak Usia Dini yang tidak hanya dalam membentuk Karakter Anak, sekaligus menjadi investasi terpenting yang dilakukan orang tua bagi masa depan anaknya. Sejak seorang anak lahir ke dunia, ia memiliki banyak potensi dan harapan untuk berhasil di kemudian hari. Pendidikanlah yang menjadi jembatan penghubung anak dengan masa depannya itu. Dapat dikatakan, pendidikan merupakan salah satu pembentuk pondasi bagi tumbuh kembangnya seorang anak untuk memperoleh masa depan yang lebih baik.

Keberhasilan ataupun kegagalan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya akan terlihat dari perasaan hatinya manakala menyaksikan kehidupan anaknya saat dewasa. Pada hakikatnya masa depan anak juga merupakan masa depan bangsa dan negara. Masa depan itu akan terlihat dua puluh atau tiga puluh tahun ke depan, di saat mana jutaan anak yang ada sekarang ini memasuki usia remaja dan dewasa. Merekalah nantinya yang menjadi pelaku pembangunan di berbagai sektor kehidupan. Kelak diantara mereka ada yang berperan sebagai pemimpin-pemimpin bangsa yang kebijakannya akan turut menentukan arah perjalanan bangsa dan negara ini.

Problematika Pendidikan Karakter

Tantanganya saat ini !! Pendidikan dihadapkan pada sejumlah problem yang bersifat makro dan mikro. Pada tataran makro, setidaknya ada dua permasalahan mendasar, yaitu orientasi filosofis dan arah kebijakan. Sedangkan Pada tataran mikro, kita diperhadapkan pada kesenjangan kualitas yang sangat jauh antar lembaga pendidikan dalam hal input siswa, ketersediaan sarana, SDM, lingkungan, dan lain-lain. Implementasi pendidikan kita sering lebih menciptakakan manusia yang bertipe mekanistik daripada humanistik. Pendidikan karakter tidak bisa dilaksanakan seperti pendidikan matematik, karena pada pendidikan karakter memiliki kekhasan tertentu, yang hakikatnya merupakan pendidikan kepribadian yang memerlukan sebanyak mungkin pembiasaan dan peneladanan. Dalam hal pendidikan karakter memang menunjukan indikasi banyak kegagalan. Bukti-bukti kegagalan pendidikan kita dalam membangun karakter dengan indikator perilaku, sebagaimana dapat kita saksikan pada siaran-siaran TV dan surat kabar. Ada mafia di bidang hukum yang disebut markus, ada mafia di bidang ekonomi yang terdapat pada kasus bank dan pajak, semuanya itu berputar di sekitar korupsi. Kita juga menyaksikan keadaan kurang beradab pada acara di gedung DPR yang ditonton oleh jutaan orang, kita juga menonton orang pintar berdebat di TV yang mengeluarkan kata-kata yang kurang layak diucapkan.

Hal ini terjabarkan oleh penjelasan Sismanto yang mengatakan ada Tiga substansi dasar yang menjadi patologi pendidikan yang sampai saat ini yang belum juga belum teratasi. Pertama, buruknya mutu pendidikan Kedua, cerminan sikap atau watak manusia Indonesia yang masih belum menampakkan sikap yang menjunjung nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan rasa tanggung jawab (sikap kedewasaan). Ketiga, yang paling parah adalah minimnya keterampilan yang dimiliki, sehingga kemandiriandalam hal ekonomi setelah menyelesaikan sebuah jenjang pendidikan kurang terwujud.Kelemahan yang banyak dilakukan oleh masyarakat dalam mengorganisir sumber daya manusia PAUD adalah menentukan orangnya terlebih dahulu, baru kemudian organisasinya. Padahal, tahap pengorganisasian yang benar adalah menentukan pekerjaan apa saja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi, lalu unit-unit mana yang melakukan pekerjaan tersebut, kemudian disusun struktur organisasi yang menempatkan masing-masing unit dalam rangkaian struktur organisasi yang sinergis. Baru pada tahap akhir menentukan personal-personal yang memiliki kompetensi, kualifikasi untuk menangani pekerjaan di masing-masing unit.

Kelemahan lain dalam pengorganisasian PAUD adalah mekanisme hubungan interaksi antar segenap pihak dalam lembaga. Pengorganisasian pada dasarnya menempatkan masing-masing personal dalam tata hubungan yang sistematik, sehingga jelas siapa mengerjakan apa dan bertanggungjawab kepada siapa. Kedua, adalah ukuran keberhasilan kerja yang tidak jelas. Hal ini erat kaitannya dengan budaya kita yang “just do it” atau pokoknya sudah melakukan. Akibatnya proses pengukuran (kriteria) keberhasilan kinerja personal tidak dilakukan atau kalau dilakukan maka pengukurannya tidak objektif. Ketiga, tiadanya norma tertulis.Namun permasalahannya, kebanyakan personal yang menjadi pengurus bidang pendidikan kurang atau tidak menguasai apa yang seharusnya dilakukan. Hal ini dilatari kurangnya kualitas SDM, yang tidak tepat pada suatu jabatan dalam organisasi.

Selain itu, masih banyak kenyataan di masyarakat ,orangtua masih mempunyai pola pikir bahwa pendidikan itu sepenuhnya tanggungjawab pihak lembaga pendidikan saja. Seringkali orangtua menumpu harapan terlalu tinggi pada lembaga pendidikan, sehingga banyak orangtua yang berani membayar mahal biaya pendidikan anaknya. Di sisi lain, tidak sedikit orangtua yang menuntut lembaga pendidikan harus berbuat seperti yang dikehendaki dan kecewa jika hasil pendidikan di lembaga tersebut tidak sesuai dengan harapannya. Fenomena keliru ini harus segera diluruskan agar tanggungjawab tinggi muncul dalam keluarga.

Upaya Pengendalian

Untuk menjawab masalah di atas tentu membutuhkan upaya pengendalian yang suistanabel (berkelanjutan ). upaya pengendalian tentu dimulai dari usaha pamong PAUD saat melakukan mendidik anak. salah satu yang bisa dilakukan yakni membentuk kegiatan informal oleh pengelola lembaga PAUD dalam menyelaraskan kegiatan pengasuhan dan pendidikan anak di sekolah dan di rumah. Kegiatan ini ditujukan kepada para orangtua, pengasuh, dan anggota keluarga lain yang berperan secara langsung dalam proses perkembangan anak.

Dan tentu hal terpenting lainya, keterlibatan dalam hal dukungan pemerintah. sudah sangat jelas, dengan adanya: (1) Undang-undang No 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang juga membahas tentang pendidikan informal. (2) Undang-undang No 23/2002, tentang Perlindungan Anak (3) Konvensi Anak Sedunia. Dengan demikian, kerjasama semua pihak, baik lembaga pendidikan, orang tua (keluarga), masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan untuk pencapaian tujuan pendidikan terutama pada anak usia dini, dapat dioptimalkan.

kita pernah bertanya - tanya mengapa halangan yang sangat besar harus di letakan pada jalan kita. mau tidak mau kadang kita bertanya - tanya mengapa bukanya lancar,bahkan dalam pelayaran pun kita selalu di paksa untuk menentang angin serta amukan gelombang. saya setuju dengan yang di katakan Hellen Keller dosen asal Amerika yang juga penulis, alasanya masalah karakter tidak dapat berkembang di dalam situasi yang mudah dan tenang. hanya dalam pengalaman yang penuh cobaan dan penderitaanlah jiwa dapat diperkuat dan visi dapat diperjelas, ambisi dapat di inspirasikan dan sukses dapat di capai.

Sama dengan upaya yang kita lakukan saat ini, tentu bukan hal mudah membiasakan atau menyadarkan pentingya pendidikan karakter sejak dini termasuk menangkis kebosanan yang sifatnya manusiawi , tapi kita tidak dapat menguji keberanian dengan bersikap hati – hati bahkan pasif , kita harus terus , mencoba terus, dan melawan bosan meski seumur hidup sekalipun.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

"Membentuk kegiatan informal oleh pengelola lembaga PAUD dalam menyelaraskan kegiatan pengasuhan dan pendidikan anak di sekolah dan di rumah." Saya sepakat swkali ada sinkronisasi antara sekolah dan rumah bahkan harusnya berlanjut di jenjang berikutnya.

27 Jun
Balas

Saya juga tak terlalu senang dengan dunia pendidika yang menurut saya tiba-tiba 'mendadak karakter'. Sejak dulu kita sudah tahu bahkan sejak bayi belum dilahirkan kita mendambakan anak yang berakhlak mulia. Dan itu melibatkan peran semua orang, bukan melulu guru. Apalagi harus selama 8 jam di sekolah hanya mengandalkan guru. Guru tuh manusia biasa. Yang kadang bisa salah ataupun lupa.

27 Jun
Balas

sepakat sekali. mantap teman.....lanjutkan

29 Jun
Balas



search

New Post