Suaefi Latief

Saya guru jaman old di alam jaman now. Mencoba untuk menyelami atmosfer jaman now yang beda banget dengan jaman kejayaan Sandiwara Radio Saur Sepuh dan Sinlat K...

Selengkapnya
Navigasi Web

PLAGIARISME ANTARA PELOPOR DAN PENGEKOR

PLAGIARISME : ANTARA PELOPOR VS PENGEKOR

Oleh Suaefi Latief (Alumnus Sagusabu Banten 1)

Tulisan ini terinspirasi dari pesan Mas Eko Prasetyo, pemred MediaGuru pada sesi pelatihan Sagusabu Banten 1 medio Desember lalu. Beliau menegaskan bahwa untuk jadi seorang penulis harus bisa menghindari plagiarisme. Istilah ini tentu berawal dari kata plagiat. Secara etimologis, istilah plagiat identik dengan makna pengekor. Untuk mahluk vertebrata, setiap ada ekor, mestinya ada bagian - bagian lainnya seperti leher, tubuh dan kepala. Maka lengkaplah sudah struktur tubuh itu. Tak mungkin hanya ada ekornya saja tanpa kepala, kan? Atau sebaliknya, tidak mungkin ada mahluk hidup yang hanya memiliki tubuh saja tanpa kepala. Kecuali mahluk yang namanya berudu alias kecebong. Ia hanya memiliki ekor dan tubuh saja!

Sedangkan plagiarisme merupakan kegiatan meniru-niru karya orang lain. Meniru semacam ini boleh dikata sinonimnya dari menjiplak. Usaha jiplak menjiplak ini tak bisa lepas dari kekaguman seseorang yang tidak pada tempatnya pada tokoh idolanya. Padahal potensinya besar sekali untuk bisa menjadi besar asal mau menjadi dirinya sendiri. Hanya saja mental menerabasnya telah mengantarkannya pada plagiarisme. Bisa jadi ingin lekas populer. Bisa jadi pula karena mau menumpang beken belaka. Alhasil, namanya tidak akan pernah besar. Diingat orang pun karena plagiarismenya belaka.

Dalam kehidupan, termasuk dalam dunia kreativitas selalu muncul sang Pelopor dan sang Pengekor. Di musik dangdut ada Raja Dangdut, Bang Haji Rhoma Irama yang tetap eksis sejak 1970-an hingga kini. Tahun 1980-an muncullah Mara Karma dan Asep Irama mengambil gaya panggung dan lagu-lagu Bang Haji sebagai merk dagangnya di panggung. Mereka berdua, walau beda panggung, selalu menyanyikan lagu-lagu Bang Haji pula. Pertanyaannya, kemana mereka berdua sekarang? Berapa album lagu dangdut berhasil mereka ciptakan? Jawabnya sudah bisa ditebak. Mereka telah tenggelam dilupakan orang. Karyanya, karena sebatas karya panggung, ikut tenggelam juga ditelan waktu. Sementara tokoh yang dikaguminya sekaligus dijiplaknya di setiap penampilannya di panggung, masih tetap moncer dan cemerlang!

Di dunia tulis menulis pun demikian, setelah kemunculan Habiburohman El Shirazi yang fenomenal dengan Novelnya Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Cinta Suci Zahrana dsb maka muncullah nama lain sebagai pengekornya yaitu Taufiqurrohman El Azizy dengan Mihrab Cinta, Dzikir-dzikir Cinta, Sahadat Cinta dan sebagainya. Setelah Andrea Hirata menggebrak dengan Laskar Pelangi yang diikuti Sang Pemimpi, dan Maryamah Karpov muncullah penulis lain Samsikin Abu Daldiri dengan Rumah Pelangi-nya yang bercover mirip sekali dengan Laskar Pelangi, walau isinya bak langit dan bumi perbedaannya.

Lebih parah lagi plagiarisme itu dilakukan seorang plagiat tulen. Artinya seorang plagiat menjiplak sebagian atau seluruh karya kreatif orang lain atas namanya sendiri. Jadi proses kreatif orang lain diakui sebagai hasil karyanya sendiri. "Jika Anda melakukan ini, sama saja dengan bunuh diri!" ujar Mas Eko dengan tandas.

"Bukan sekedar mencuri ide, ya?" tambah Mas Eko lagi. Mencuri ide berbeda konteksnya dengan plagiarisme. Orang yang mencuri ide itu mendengar ujaran orang lain akan membuat karya tertentu, oleh si pencuri ide langsung dieksekusi menjadi sebuah karya. Sementara yang berniat membuatnya belum sempat mewujudkan proses kreatifnya. Jadi ada 2 kasus mencuri yang masuk kategori dimaklumi. Satu mencuri ide dan satunya lagi, mencuri hati!

Ada satu fakta yang tak terbantahkan bahwa tiada seorang pengekorpun yang bisa menyamai prestasi tokoh yang diikutinya. Jangankan menyamai, mendekatinya pun tidak akan ada yang pernah bisa. Mana ada produk kawe-kawe-an dapat menyaingi produk original?

Sekarang pilihan ada di tangan Anda sepenuhnya. Mau jadi penulis tulen yang berkarakter atau mau sekedar menjadi epigon? Yang pasti, biarpun seorang plagiat bisa diundang ke istana buat makan malam, tak akan pernah ia berubah menjadi pihak yang mengundang orang lain kelak di tempat yang sama.

*************************

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Leres pak

05 Jan
Balas

Bagus sekali artikel ini krn mengingatkan kita semua bahwa penulis itu tdk muda janganlah menjadi plagiarisme tspi jadilah pelopor. Sy sngt setuju dgn tulisan ini. Salam literasi

29 May
Balas



search

New Post