Pagi, kabut masih menyelimuti ketika TGU bergegas membersihkan diri agar nantinya tidak mengganggu siapapun yang berani mendekat. Sejenak berdiri didepan cermin sekedar meyakinkan diri agar penampilannya tidak mengganggu batas kesopanan. TGU harus memenuhi janjinya sepagi mungkin.

Alunan musik Tikus-Tikus Kantor yang dinyayikan dengan suara khas oleh Iwan Fals mengalun merdu dalam mini bus yang mengantar TGU menuju ke sebuah sekolah yang disepakati menjadi tempat pemeriksaan dana Bos yang dikelolanya. Bagai seorang drumber kawakan, sesekali TGU memukul-mukul setang setir, dibarengi anggukan ritmis menyemangati dirinya agar secepatnya sampai di tujuan.

TGU tiba ditempat dalam waktu singkat. Selang sepeminuman teh, empat orang isnpektorat pun datang di lokasi, dan langsung memanggil TGU bersama bendahara untuk menunjukkan laporan pertanggunjawabannya.

Ibu dari Inspektirat kemudian memperkenlkan nama, dan memulai berdiskusi ringan, bertanya tentang kondisi umum sekolah yang dibina TGU, beberapa pertanyaan awal diajukan walupun pandangannya tetap melekat pada dokumen tebal yang disodorkan oleh bendahara. Suaranya halus, lembut, namun tetap mengandung aura kewibawaan yang sangat tinggi. Bendahara dan TGU hanya mampu memberikan jawaban yang singkat dan ringan, pertanda sangat menghormati sipemilik suara lembut didepannya.

Laporan lengkap! Semua transaksinya dapat dipertanggungjawabkan! Lantas mengapa ada rasa “takut” berhadapan dengan pemeriksa? TGU tertegun sejenak. Berpikir bagaimana nanti jika mungkar dan nakir yang bertanya? Mampukah saya menjawabnya? Dalam kesendirian digalapnya alam kubur?

Ibu inspektorat sedikit mendehem lagi-lagi dengan suara halus dan lembutnya, membuyarkan lamunan TGU untuk bersiap mengikuti pemeriksaan.