Suci haryanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kandasnya Sebuah Pernikahan 'Gurusiana 98'

Suasana masih terlalu senja, untuk aku dapat melihat indahnya rembulan. Masih terasa penat menggelayuti pikiranku yang tidak terarah. Mobil silver yang kerap menemaniku mulai memasuki kawasan pemukiman mewah di daerah Pondok Indah. Yupss…! Sebentar lagi sampai rumah, aku ingin memanjakan diri dengan merendam tubuh ini dengan air hangat yang pas, sesaat aku jadi teringat hokum Azaz Black yang aku dapati di jenjang Sekolah Menengah Pertama ‘Kalor yang masuk sama dengan kalor yang keluar’ begitu hasil dari perpaduan air hangat yang tercipta melalui hokum Azaz Black.

Cukup melelahkan hari ini, meskipun tidak terlalu banyak aktivitas, rumah sakit sangat baik denganku, setelah dua hari full aku bedtress diruangan dingin seperti puncak dengan bercat putih, hari ini pun masih diberi kesempatan untuk cuti, ya…aku tidak buang-buang waktu untuk membatalkan acara pernikahan dengan team IO yang akan digelar 10 hari lagi, beruntungnya aku undangan belum disebar, hanya bertumpuk-tumpuk ada di ruang tengah keluargaku.

Yeahhhh! Ini keinginanku. So’tidak mungkin, kubiarkan team yang sangat bagus dari segi pelayanan dan cara kerja yang sangat professional mengalami kerugian. Kulunasi semuanya dengan tabungan yang kupunya. Tabungan yang kupersiapkan untuk membantu Satria mendekor rumah cantik, yang menjadi kediaman kami kelak. Huffff! Itu hanya sebatas angan kini. Cukup sudah tangisan ini! Cukup semua ini. Aku lelah…benar-benar lelah! Mengapa kecelakaan itu tidak menghabiskan nyawaku saja? Hingga selesai! Aku tidak perlu merasakan hati yang sehancur ini. Apakah ini adil buatku? Mana keadilan Tuhan, kenapa tidak sedikitpun berpihak padaku?

Kuparkir sisilver di garasi yang sudah terisi mobil Papa dan Mama, tidak seperti biasanya kedua orang yang sangat kusayangi sudah berada dirumah. Biasanya sampai larut malam baru pulang, maklum pengusaha dengan loyalitas penuh itulah papa dan mama. Aku harus banyak belajar dari mereka, aku tidak pernah kehilangan waktu bersama mereka karena setiap weekend pasti kita habiskan bersama. Walaupun tidak setiap pekan ya, buatku tidak masalah, mungkin karena sudah terbiasa dari masih kecil seperti ini.

Kubuka pintu rumah utama, aku seperti kehilangan tenaga, Mama dan Papa berada disana dengan tumpukan Undangan pernikahanku di hadapannya, apa yang dilakukan kedua orang tuaku, bukan memilah undangan yang akan disebarkan, melainkan sebaliknya, mengepak undangan tersebut pada books yang cukup besar. Jantungku mulai melambat tak beraturan, ada kecemasan yang tak mampu aku deskripsikan mengelayuti sukmaku, tanganku mulai gemetar menghampir mereka , mendekati Mama yang hanya tertunduk lusuh hanya guratan kesedihan menyelimuti wajah cantik dengan beberapa kerutan di wajahnya.

Kucium tangan mama lembut, mama memelukku erat, mencium kedua pipiku dengan linangan air mata, erat, sangat erat kurasakan pelukan mama, kehangatan, kenyamanan kurasakan, namun saat ini …saat ini lebih dari itu…! Ingin kupeluk terus tubuh ini yang telah menghadirkanku kedunia, yang sudah memberikan arti kasih sayang yang tulus, tapi apa balasan yang kuberikan. Bukan keindahan matanya memandangku melepas masa lajangku, mengenakan gaun yang paling istimewa dengan sejuta pesona. Melainkan mata yang tulus ini harus menyaksikan anak semata wayangnya merenggang nyawa yang mungkin tidak lama lagi, dalam kondisi sekarat!

Ya Allah…..anak macam apa aku? Mengapa tak sedikitpun Kau berikan aku kesempatan, untuk bisa membahagiakannya? Dengarlah aku wahai Tuhanku, mengapa harus aku yang menerima kenyataaan ini?

Hati ini belum bisa menerima kenyataan yang ada, bukan belum, lebih tepatnya tidak bisa.

“Tari, mama…..” tangisan mama kembali tumpah pada bahuku, papa pun kini ikut memelukku erat, dekapan hangat dari dua orang yang sangat berarti ini, membuatkan terlena, moment yang jarang kurasakan, ucapan sayang yang ada hanya via telpon saja. “Mama sayang…Tari…! Mama sangat sayang Tari “ tangisan dan pelukan ini ingin terus kurasakan. betapa haus aku akan belaian ini. Dikondisi rapuh, hanya pelukan yang aku butuhkan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ceritanya sungguh menyayat hati Bu :)

19 Jun
Balas

Jazakillah

20 Jun



search

New Post