Suci Maharani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Bukan siapa-siapa
dokumen pribadi

Bukan siapa-siapa

“Ada perlu apa ibu datang kesini? anak ibu kerja dimana? Untuk apa anak ibu kuliahkan kalau hanya untuk dinikahkan!”, imbuh salah seorang ibu yang baru datang dari luar kota. Pertanyaan-pertanyaan yang mengawali pertemuan tantenya dengan ibuku. pertanyaan yang mengheningkan suasana suka cita dua keluarga. Tanpa ragu ibuku menjawab “hanya berkunjung memenuhi undangan dari keluarga sini.”

Ibu dan ayahku hanya mampu menempuh pendidikan hingga sekolah menengah pertama. Memiliki orang tua yang berpikiran “kolot” membuat ibu hanya diizinkan sekolah sampai menengah pertama. Walaupun orang tuanya memiliki segalanya dan mampu untuk menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya. Maklum ibu anak satu-satunya perempuan diantara tujuh bersaudara, dan takut kalau anak perempuannya bergaul dengan sembarang orang diluaran.

Berbeda dengan ibu, ayah hanya seorang anak seorang kursir delman dan ibunya guru mengaji. Di masa sekolah ayah setiap hari menjajakan gorengan agar biasa terus melanjutkan sekolah. Di masa remaja ayah sudah berani untuk membuka toko jual beli perhiasan. Bermodalkan perhiasan ibunya dan sang kakak yang ahli dalam mengolah emas. Usaha inilah yang menghantarkan ayah bersua jodohnya. Ya… ibuku adalah jodoh ayah yang memang sudah diperhatikannya setiap ibuku datang dengan orang tuanya ke toko emas yang digeluti oleh ayahku.

Bukan siapa-siapa, bukan terlahir dikeluarga yang berpendidikan, bukan pula keluarga yang punya kedudukan di instansi atau kepegawaian.

Bukan siapa-siapa, demikian pula denganku… .

Ayahku pernah berkata “selagi orang tua mampu, sekolahlah setinggi-tingginya!”, hal inilah yang membuatku akhirnya mencoba untuk mengikuti keinginan orang tua, dan alhamdulillah akupun menyelesaikan dunia perkuliahan dengan memakan waktu yang lumayan banyak dari kawan-kawan seangkatan bahkan sekelas denganku. Aku tidak pernah mengikuti semester pendek (SP) bahkan mengambil mata kuliah keatas, walaupun dengan indeks prestasi (IP) yang di peroleh setiap semester bisa mengambil jumlah SKS maksimal. Yacchhh… karena memang tidak ada niat kuliah, jadi menjalankannyapun juga dengan santai. Memasuki semester ke delapan, rekan-rekan seperjuangan sudah banyak yang meninggalkan skripsinya di perpustakaan, alias diwisuda. Memasuki semester ke sembilan akupun sakit dan harus istirahat total, tidak boleh berpikir terlalu berat. Terbengkalai sudah skripsi yang aku pahami sebagai aba-aba bahwa sudah boleh meninggalkan kampus menggunakan baju kebesaran dan toga di kepala.

Tak disangka-sangka berkat kesabaran dan perjuangan yang putus nyambung akhirnya akupun di wisuda pada semester sebelas. Sangat luar biasa memang, tapi aku masih beruntung karena keluar bukan karena Drop Out (DO), hehhehe….

Dari perjuangan skripsi ini akupun berniat dalam hati bahwa ini adalah pendidikan terakhirku. Tidak akan pernah terulang kembali. Setiap manusia boleh mempunyai niat, tapi yang menentukan tetap sang khalik. Dalam kenyataannya niat tersebut bertolak belakang dan saya akhirnya mencicip kembali perjuangan untuk lanjut ke pendidikan selanjutnya.

Inilah aku yang bukan siapa-siapa, hanya seorang anak dari orang tua yang punya keinginan agar anaknya berpendidikan tinggi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post