ADAB DAN AKHLAK PENUNTUT ILMU (Bagian 6)
PRIBADI SEORANG GURU
Pembahasan tentang pribadi seorang guru harus didahulukan sebelum membahas kepribadian yang harus dimiliki oleh murid sebagai penuntut ilmu. Karena pada hakekatnya guru adalah seorang penuntut ilmu, guru adalah seorang pelajar. Oleh karenanya guru (khususnya penulis) harus memposisikan dirinya sebagai pelajar terlebih dahulu sebelum sebagai pengajar untuk menyampaikan ilmu. Al-Imam an-Nawawi menyampaikan ada tujuh hal yang harus diperhatikan sebagai ciri pribadi agung yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Pertama, guru ketika memulai mengajar harus mengawal hatinya bahwa guru harus menjadikan ridho Allah Subhanahuwataala sebagai tujuan belajar dan mengajarnya. Hindarkan dalam hati para guru muncul keinginan untuk semata mendapatkan kesenangan duniawi. Selalu berharap bahwa apa yang guru lakukan akan menjadi ladang ibadah yang dapat memberikannya kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat.
Kedua, guru harus selalu menunjukkan akhlak yang mulia, perilaku yang baik. Segala tindak-tinduknya harus sesuai dengan nilai-nilai agama, norma yang berlaku di masyarakat, dan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Guru harus hidup dalam kesederhanaan sehingga guru dapat menguasai dirinya untuk tidak tertipu oleh gemerlapnya dunia. Guru harus memiliki sifat rendah hati, berkepribadian yang lembut, tutur bahasa yang ramah. Guru juga harus memperhatikan penampilannya agar sesuai dengan norma-norma yang berlaku khususnya norma agama. Menjaga kebersihan tubuh dan pakaiannya, merapikan ramput, tidak menggunakan pakaian yang bentuk dan warnanya mencolok. Sehingga betul-betul guru akan menjelma menjadi tauladan bagi murid-muridnya. Sama sekali tidak ada keraguan pada murid untuk menjadi pengikut gurunya. Ini sejalan dengan budaya baik bahwa guru adalah manusia yang “digugu dan ditiru”.
Ketiga, guru harus menjauhi sifat-sifat buruk dan tercela seperti mengancam, menghasut, pamer, sombong dan congkak. Guru tidak boleh mempunyai sifat suka menghina dan merendahkan orang lain seperti muridnya. Mengeluarkan kata-kata yang sifatnya menghina atau mempermalukan murid di depan teman-temannya.
Keempat, guru harus membiasakan diri untuk melantunkan dzikir-dzikir dan doa-doa. Berdzikir untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahuwataala sehingga diperoleh ketenangan jiwa. Guru membiasakan berdoa untuk keselamatan diri dan keluarganya, doa untuk murid-muridnya, doa untuk lembaga tempat guru mengajar, doa untuk lembaga yang menaungi sekolah, dan doa untuk keselamatan bangsa dan negara Indonesia.
Kelima, guru harus menyadari bahwa setiap gerak dan diamnya selalu diawasi oleh Allah Subhanahuwataala. Dengan demikian guru menyadari bahwa segala sesuatu yang dilakukan tetap berada dalam tujuan utama untuk mendapat ridho-Nya.
Keenam, guru tidak boleh semena-mena menggunakan ilmu. Guru jangan sekali-kali mendatangi suatu tempat kemudian berbuat semena-mena dengan siapapun karena merasa tinggi ilmunya.
Ketujuh, guru harus meninggalkan perilaku-perilaku yang mungkin dimasyarakat dimaklumi akan tetapi dapat menyebabkan mudharat bagi diri dan keluarganya.
Demikianlah ketujuh kriteria pribadi seorang guru yang mungkin sebagian dari kita sulit untuk memenuhinya. Bukan perkara mudah untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh ulama bagi terwujudnya pribadi seorang guru. Akan tetapi kita juga para guru tidak boleh juga mengesampingkan kriteria pribadi mulia seorang guru. Dengan mengetahui kriteria pribadi mulia seorang guru, maka kita akan berusaha untuk menggapai kriteria itu. Dibutuhkan keikhlasan, keteguhan niat, kelapangan hati, ketenangan berpikir, kesehatan fisik dan jiwa untuk mencapai semua ini. Selain itu terkadang dibutuhkan sosok-sosok di luar kita yang dapat meneguhkan dan menguatkan niat kita untuk berubah menjadi lebih baik. Sosok di luar guru yang dapat menginspirasi seperti ulama, keluarga, pimpinan, sahabat atau kawan terdekat.
(Bersambung ke bagian #7)
Kitab Rujukan:
1. Al-Quran dan Terjemahannya. Terbitan Departemen Agama.
2. Ibnu Hajar al-‘Asqalani. “Fathul Bari, Syarah Shahih al-Bukhari: Kitab Ilmu” Jilid 2/35. Penerbit Imam Asy-Syafii. 2018.
3. Imam Al-Bukhari. “Kitab Al-Adabul Mufrad”. Pensyarah Syaikh Dr. Muhammad Luqman as-Salafi “Rasysyul Barad Syarh al-Adabil Mufrad”. Penerbit Griya Ilmu. 2009.
4. Imam Nawawi. “Adabul ‘Alim wal Muta’allim”. Penerbit Maktabah ash-Shahabah, Thantha. 1987.
5. Imam Ibnu Al-Jauzi. “Shaidul Khatir” . Penerbit Maghfirah. 2016.
Catatan: Dengan tidak mengurangi hikmah dari tulisan ini, karena kelemahan ilmu dan perangkat penulis tentang penulisan huruf arab maka pada tulisan ini tidak dituliskan tulisan Arabnya. Untuk melihat sumber asli tulisan Arab dapat dilihat pada Kitab rujukan di atas.
SMK Negeri 3 Tuban, 10 September 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Quality writing.
Subhanallah, sungguh luar biasa pak. Salam literasi dan salam kenal
Tulisan yang keren Pak. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Terima kasih ilmunya
Terima kasih.
informatif dan sangat bermanfaat Pak, makasih atas pencerahannya Pak
Luar biasa pencerahannya pak. Terima kasih, Sukses selalu, salam literasi.
Pencerahan agar selalu sadar di gugu dan di tiru ucapan dan perbuatan mantap Pak
salam literasi
Semoga terlakoni selalu pak. Sangat bermanfaat. Salam hormat.
INGGIH