AKU PEREMPUAN
Aku perempuan, berambut ikal kecoklatan, pipi tembem, mata bulat, menjadi kesayangan paman, bibi dan saudara sepupu.
Hemmm … Papa dan Mama?, jangan tanya lagi, karena aku anak yang lama dinanti oleh mereka, saat itu seakan kebahagiaan tak akan meninggalkanku.
Beranjak remaja, aku mulai memahami kehidupan yang nyata kualami, berbanding balik dengan apa yang terlihat di hadapanku mereka menyayangiku karena ingin menutup mataku dengan kasih sayang dan belaian mereka, agar tak terlihat ketimpangan yang terjadi antara Mama dan Papa.
Papa dan Mama menganggap diriku masih bocah yang tak mengerti dengan realita sesungguhnya, mereka mengapit diriku dengan sandiwara kehormanisan, perselisihan antara mereka tak pernah terjadi apalagi pertengkaran.
kejanggalan yang tertangkap di benakku adalah kehadiran Papa di rumah dalam sepekan hanya sehari, setiap aku bertanya alasan yang terlontar adalah Papa harus tugas di luar, dan itu memperkuat keyakinan karena setiap balik ke rumah selalu membawa oleh-oleh kesukaanku sate bumbu kacang.
Sore hari, usai hujan lebat aku terbangun dari tidur siang dan beranjak menuju kamar mandi, perlahan terdengar suara tangisan, langkah kuhentikan dan kuintip di balik pintu, mataku terbelalak melihat Mama menangis, pintu kututup kembali dan aku kunci, kusimak pertengkaran mereka, tanpa mengeluarkan suara, aku menangis sejadi-jadinya.
Sejak kejadian itu, aku mulai mengerti mengapa Mama bertahan dan mengorbankan kebahagiaanya semata-mata karena tak ingin melihat aku bersedih dan berusaha agar aku mempunyai orangtua yang lengkap.
Tapi mereka tidak tahu semuanya telah terungkap dan aku berpura-pura bahagia di mata mereka. Mereka tidak tahu dengan kejadian itu aku mulai menyalahkan diriku dan mengutuk diriku, karena Papa dan Mama mengorbankan kebahagiaannya demi aku.
Kini aku yang berbalik bersandiwara, tak lagi merengek, dan menanyakan ketidakhadiran Papa di rumah, dengan bersikap demikian Mama menganggapku sudah dewasa, dan memahami kondisi pekerjaan Papa.
Kulihat di raut wajah Mama sungguh aku sangat sayang Mama, kubuang jauh rasa egoku, kutak ingin menambah rasa sakit Mama, biarlah kini aku yang berbalik bersandiwara untuk Mama.
Beranjak dewasa, seusiaku tentu saja sudah memikirkan tentang masa depan bersama orang yang dicintai, tapi beda dengan aku, setiap ingin menjalin kedekatan dengan orang yang meluluhkan hatiku perasaan suka hilang dan selalu terbayang cinta seorang laki-laki hanya semu dan hanya sekejap, aku tak ingin senasib dengan Mama.
Kadang Mama menggoda, dengan melontarkan kalimat mengejek, “Percuma anak Mama manis, tapi nggak punya kekasih”, Aku hanya tertawa kecil dan menjawab dengan manja, “Sabar yah Mah?, Pangerannya belum turun dari langit”.
Hidupku, ceritaku, dan pelajaranku, tak pernah kusesali, semua sudah diatur olah garis hidup, kejadian itu membuatku berprinsip, dewasa, dan menjadi mandiri, mencintai diri sendiri lebih bahagia dibanding mengharap dicintai.
Makassar, 11 Nopember 1998.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar