Proses perjalanan yang membuat kami belajar hidup dan membentuk pribadi yang tangguh, dalam kisah nyata ini tetap kami anggap sebagai cerita dongeng yang menyulut semangat kami untuk mencapai tujuan, memanglah secara logika mustahil kami gapai.

Saat itu kami saling bergandengan tangan memenuhi sebuah syarat agar impian tetap tergenggam, laju langkah kaki tak sedikit pun menunjukkan rasa gentar dan berkecil hati, menginjakkan kaki di sebuah ruangan yang tak semua orang dapat menjangkaunya, di pikiran hanya dua pilihan maju atau mundur. Inilah yang kami anggap sebagai perjuangan yang tak mudah, dalam syarat tetap menenangkan hati dan mengambil keputusan mundur, bukan tanpa alasan tapi jiwa dan cita-cita kami bukan di tempat itu, kami butuh komitmen bukan janji.

Meninggalkan ruangan, sikap professional tetap kami tunjukkan dengan senyum dan attitude, aku membisikkan kalimat yang membuat sahabatku tertawa kecil. “Bapak Asisten Direktur tadi akan menarik persyaratan untuk kita berdua, dan tunggu saja gawai akan berdering mengharap kita berdua akan kembali”. Kami berdua tertawa dan tetap saling bergandeng tangan melangkah dan tak menoleh sedikit pun, meninggalkan impian yang bukan jodoh kami berdua.

Gawai berdering terlihat nomor kontak yang sudah tersave, kami hanya tersenyum, aku dan sahabat tetap berprinsip dalam proses kami tak butuh syarat sebagai embel-embel yang menciutkan asa, tapi kami butuh komitmen, kami akan terus melangkah meskipun merangkak dari nol.

Melangkah maju kejenjang selanjutnya bukan hal mudah, jatuh bangun hal yang biasa, dalam proses kami dianggap egois, memang pendapat mereka tak boleh disalahkan karena berbeda pandangan itu sangat lumrah, tapi kami menunjukkan pandangan mereka keliru, dengan melangkah maju kami dapat berkarya dan kami pun tak menuntut agar karya kami dapat pengakuan menjadi terbaik, tapi kami hanya meminta berilah ruang untuk membuktikan karya kami juga sebagai sumbangsi untuk generasi-generasi anak bangsaku.