Sepertiga malam, kegelisahan tak dapat dibohongi, kusandarkan tubuh pada sisi ranjang, sambil menatap wajah yang terlelap, mungkin Dia telah asik dengan permainan mimpinya, perlahan kusingkap selimut yang menutup tubuh bocah kecilku yang kini sudah menjadi dewasa.

Hadir kembali kenangan masa kecil, masih tersirat senyuman manis bocah kecilku, keluguan kalimat terlontar polos di bibir mungilnya sambil memandang angkasa berucap, “Mah!, Kakak ingin mengelilingi dunia tapi nggak mau pakai uang mamah”.

Bulir air mata tak tertahankan lagi, kubangkit dan menuju ke kamar, kutak ingin larut mengenang keindahan itu. Sungguh tak sanggup melepaskan yang masih kuanggap bocah. Sandaranmu masih terasa saat merengek dan berkeluh kesah, dengan senandung ucapan lembut kutenangkan jiwamu.

Maafkan aku wahai Sang Pencipta terlalu meresahkan garis hidup bocahku, Kau menitipkan Dia, karena Engkau percaya kepadaku akan melukis dan menggores tinta masa depan dalam hidupnya dengan selimut kasih sayang, dan pelukan doa dalam setiap langkah untuk meraih cita-citanya, selebihnya Engkaulah yang tentukan takdir kehidupan bocahku.

Balutan seragam mewajibkan memenuhi ikrar dan sumpahmu, tatapanmu ke depan dengan langkah yang tak pernah ragu, sayapmu telah sempurna menjelajahi angkasa, hidupmu telah tergaris menjadi Srikandi.

Kedua tanganku siap melepas, bocah kecilku telah mengajarkan untuk kuat dan tangguh, “Mamah nggak boleh lemah, Ibu Pertiwi menanti Kakak, untuk mengabdi”.

Saat ini kubuang jauh keresahanku, meyakinkan diri, bocah kecilku akan baik-baik saja, terbanglah Nak!, setinggi angkasa, dan di sini engkau tetap kupeluk dengan doa.