Bocah berambut pirang, bermata bola bening, merajuk ingin dipeluk dan dibuai, baginya belaian yang ternyaman adalah sentuhan lembut jemari Bibi. Bibi mengasuhku melebihi dari anak kandungnya, Kakak sepupu juga sangat menyayangiku, sehingga aku dijaga bagai seorang putri dilarang ini, dilarang itu, istilah lainnya dipingit.

Saat musim hujan kenangan itu hadir, jiwa kejahilan selalu muncul, rasa kekanakan meronta ingin menikmati guyuran hujan, di luar jendela kawan-kawan menunggu dan memikirkan strategi agar bisa lolos lewat jendela. Kawan-kawan membantu menyusun batu bata tempat berpijak ketika keluar dari jendela, maklum tubuhku masih mungil saat itu heheheeh,,,,

Akhirnya aku bisa melewati jendela, jurus pelari maraton kugunakan agar cepat menjauh dari rumah, pikiranku ingin cepat sampai di sungai kecil, sambil bermain balapan perahu, akan tetapi suasana bermain menjadi kacau, terlihat dari jauh Bibi membawa sapu ijuk, bersama kawan-kawan mengambil langkah seribu menghindari ayunan sapu ijuk.

Tiba di rumah, tubuh menggigil kedinginan, Kakak segera mengambil handuk dan menyeka air yang masih melekat di tubuh mungilku, Bibi datang dan memelukku dan hanya mengatakan “Anak pintar tidak boleh mengulangi kesalahan”.

Kenangan beberapa tahun silam masih kurindukan, saat padi menguning Bibi kadang menggendongku sambil memanen padi, ketika menina bobokkanku, alunan suara Bibi sangat mendayu, bercerita tentang seorang putri yang baik hati, hingga terbawa mimpi.

Kini belaian itu masih terasa hangat, kelembutan, ketenangan, dan kasih sayang mereka yang membentuk kepribadianku saat ini, Al-Fatihah untukmu Bibi dan Kakakku.