Sudarno Arip

Just Sudarno bin Arip...

Selengkapnya
Navigasi Web

SITI NUR BAYA, SITI ANDUNG DELIMA dan SITI PUTRI TANJUNG (Asal Mula buah “KETAP”)

Cerita ini berawal dari tiga orang putri yang hidup bersama di hutan dekat pantai. Mereka tinggal bersama dan seadanya di tepi Laut Jerangkat Desa Ketap (Laut Jerangkat terletak ± 16 km dari Desa Ketap). Kedua orang tua mereka meninggal ketika musim barat. Pada saat itu kedua orang tua mereka berlayar kelaut mencari ikan, namun kapal mereka dihantam badai dan karam dilautan. Jasad kedua orang tua mereka tidak ditemukan. Yang menjadi pertanda bahwa orang tua mereka mendapat kemalangan yaitu adanya serpihan-serpihan kapal yang dibawa oleh ombak ke pantai. Ketiga wanita tersebut bersedih dan hampir larut dalam kesedihan.

Wanita yang pertama (tertua) bernama Siti Nur Baya, wanita yang kedua bernama Siti Putri Tanjung, sedangkan yang bungsu atau ketiga bernama Siti Andung Delima. Sangat sulit menilai kecantikan diantara mereka karena mereka bertiga sama cantiknya. Hanya sifat mereka saja yang mampu membedakan mereka bertiga. Walaupun mereka bersaudara, terkadang mereka sering bertengkar satu sama lain. Terlebih lagi setelah kedua orang tua mereka meninggal. Hanya si bungsu (Siti Andung Delima) yang selalu menanti kedatangan orang tuanya. Setiap pagi dan sore, pandangannya jauh ketengah lautan menanti kedatangan Ayah dan Bundanya.

Siti Andung Delima tidak menyangka bahwa saat berdialog dengan ibunya satu hari sebelum melaut, itu merupakan dialog terakhir dengan ibunya. Ibunya pernah berkata bahwa dia harus mampu menjadi penengah diantara kedua kakaknya. Ibunya pun terkadang tidak mampu dalam menengahi kedua kakaknya ketika mereka sedang bertengkar. Pernah suatu ketika, ibu mereka berkata kepada kedua kakaknya bahwa suatu saat ibu mereka akan lari dari kehidupan mereka jika mereka tidak bisa merubah sifat keegoisan mereka berdua. Hanya waktu dan keadaan yang mampu meredam sifat egois mereka.

Pesan terakhir itulah yang selalu terngiang-ngiang didalam benak Siti Andung Delima. Hari demi hari ia lalui dengan penuh rasa sedih, namun selalu dihiasi dengan pesan terakhir dari ibunya. Sehingga suatu sore hari, Siti Andung Delima melihat kearah lautan sambil berteriak, “Ayaaah....Ibuuu.....Aku percaya kalian rindu padaku dan kakak-kakakku.... Manalah mungkin kalian sengaja meninggalkan kami....Aku akan ingat selalu pesan Ibu....Ini bukti cinta dan pengabdianku padamu....” Dengan teriakan itu, semua kegundahan hati Siti Andung Delima seperti hilang. Yang ada hanyalah pesan terakhir dari ibunya.

Setiap hari mereka hidup bersama. Ternyata benar bahwa hampir setiap hari pula, Siti Nur Baya dan Siti Putri Tanjung bertengkar. Ada-ada saja yang mereka pertengkarkan. Dari hal yang paling kecil sampai yang besar. Besar keinginan Siti Andung Delima untuk menyatukan kembali kedua kakaknya. Terkadang keinginan itu sudah Siti Andung Delima sampaikan kepada kedua kakaknya. Namun, kedua kakaknya selalu saja berdalih dan saling memiliki argumen atau pendapat masing-masing.

Setiap malam Siti Andung Delima selalu mencari cara untuk bagaimana caranya agar kedua kakaknya bisa saling hidup berdampingan. Siti Andung Delima selalu berusaha untuk mencari cara mendamaikan keduanya.

Suatu ketika, kayu bakar di pondok mereka habis. Siti Nur Baya sebagai kakak tertua mengajak Siti Andung Delima kehutan untuk mencari kayu bakar. Siti Andung Delima pun menyetujui asal dengan satu syarat yaitu mereka harus pergi mengajak kakaknya yang kedua yaitu Siti Putri Tanjung. Dengan segala pertimbangan, kakaknya yang tertua pun menyetujuinya. Merekapun pergi ke hutan dengan membawa bekal dan peralatan.

Ditengah perjalanan, mereka melihat sebuah pohon berwarna coklat keputihan berbuah lebat. Buahnya berwarna kuning kecoklatan. Buah ini dikenal dengan nama buah Duku. Sebagai kakak tertua, Siti Nur Baya memanjat pohon tersebut dan mencoba makan buah tersebut. Karena rasanya manis, maka Siti Nur Baya segera turun dan menebang pohon tersebut. Mereka pun mengambil buah Duku tersebut dan bahkan membawa pulang buah tersebut untuk dimakan saat mereka pulang di pondok mereka dekat pantai.

Sore hari setelah pulang dari mencari kayu bakar, Siti Nur Baya mengajak adik bungsunya Siti Andung Delima mandi dilaut. Kakaknya yang kedua Siti Putri Tanjung pun ingin mandi bersama mereka. Hati Siti Andung Delima merasa senang karena sepertinya kedua kakaknya sudah mulai rukun satu sama lain.

Siti Andung Delima tidak lupa membawa buah Duku yang mereka peroleh dari hutan untuk dimakan sambil mereka mandi dilaut Jerangkat. Setelah sampai di pantai, Siti Andung Delima menaruh buah duku yang mereka bawa diatas sebuah batu. Ketika mereka sedang asyik mandi dipantai dan saling bersenda gurau, kakak mereka yang tertua (Siti Nur Baya) naik ke daratan dengan maksud untuk makan buah duku yang mereka bawa. Tetapi, kakak mereka yang tertua ini ternyata memiliki sifat yang serakah. Siti Nur Baya menyembunyikan separuh dari buah duku yang mereka bawa tadi. Setelah Siti Nur Baya selesai menyembunyikan separuh duku tadi, ia pun kembali lagi ke tempat mandi tadi.

Setelah beberapa lama kemudian, Siti Putri Tanjung juga naik ke daratan. Siti Putri Tanjung berbeda dengan sifat kakaknya yang pertama. Ia tidak memiliki sifat yang jahat seperti kakaknya Siti Nur Baya. Siti Putri Tanjung hanya mengambil duku seadanya saja, karena ia teringat bahwa adiknya Siti Andung Delima belum makan buah duku itu. Walaupun ingin rasanya makan buah duku, ia tetap menyisihkan buat adiknya. Setelah makan buah duku itu, ia pun kembali lagi ke pantai untuk melanjutkan mandinya. Selesai mandi, mereka bertiga naik bersama ke daratan. Mereka sepakat untuk beristirahat.

Adik mereka yang bernama Siti Andung Delima ingin mengambil buah duku yang mereka bawa. Alangkah terkejutnya Siti Andung Delima, karena buah duku yang dibawa tadi ternyata masih tersisa sedikit. Ia pun marah dan bertanya kepada kedua kakaknya. “Siapa yang banyak makan buah duku?” tanya Siti Andung Delima dengan wajah yang geram.

Siti Nur Baya menjawab “Putri Tanjung lah yang telah makan terlalu banyak." Putri Tanjung tidak menerima tuduhan itu. Ia pun berkata, “Aku memang makan duku, tapi sedikit.” Akhirnya mereka pun saling menuduh satu sama lain.

Karena kesal, Siti Andung Delima berkata “Ah…sudahlah.” “Kalian berdua memang tidak bisa akur satu sama lain. Sudah lama aku bosan dengan keadaan ini. Mendiang Ibu pun sama. Ibu sudah muak dengan sifat kalian berdua. Apakah kalian tidak menyadarinya? ”

Kemarahan Siti Andung Delima pun tak terbendung lagi. Ia pun berdoa semoga buah duku yang disimpan oleh salah satu kakaknya berubah menjadi buah yang sangat masam, sehingga orang yang memakannya tidak akan sanggup dengan rasa asamnya buah ini. Ternyata Tuhan pun mendengar do’anya dan seketika itu pula buah duku diatas batu dan yang disembunyikan oleh Siti Nur Baya jatuh keair laut dan rasanya berubah menjadi asam. (Konon, katanya bahwa buah tersebut dinamakan buah Ketap. Buah Ketap seperti buah duku atau buah langsat tetapi warna kulit buahnya agak berbeda dan lebih tipis dari buah duku ataupun langsat. Rasanya sangat masam, serta pohonnya tidak setinggi dan daunnya tidak selebat buah duku ataupun langsat.)

Ternyata hal itu tidak membuat Siti Nur Baya dan Siti Putri Tanjung menyadari sifat keegoisan mereka. Mereka masih tetap bertengkar. Diantara mereka tidak ada yang mau mengalah. Siti Andung Delima pun semakin kesal dengan tingkah laku kedua kakaknya. Sehingga ia punya keinginan untuk memisahkan kedua kakaknya tersebut.

Akhirnya, Siti Andung Delima memanggil kedua kakaknya dan menceritakan apa yang ada didalam benaknya. Siti Nur Baya dan Siti Putri Tanjung pun menyetujuinya. Mereka bertiga sepakat berpisah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Beberapa waktu kemudian, mereka sudah berpisah satu sama lain. Sudah lama mereka berpisah. Kakak yang tertua pindah ke Tanjung Genting. Disana Siti Nur Baya hidup bahagia dan setiap hari pekerjaannya adalah mencari cacing laut atau wak-wak.

Begitu juga dengan Siti Putri Tanjung juga hidup bahagia. Dia tinggal di Tanjung Pemuja. Setiap hari ia menjaga burung kelayang. Sampai sekarang, burung kelayang banyak terdapat didaerah Tanjung Pemuja.

Berbeda dengan Siti Andung Delima, ia hidup diantara keduanya Siti Nur Baya dan Siti Putri Tanjung. Siti Andung Delima tinggal ditengah-tengah tempat kakaknya yaitu antara Tanjung Genting dan Tanjung Pemuja. Siti Andung Delima tinggal di sebuah bukit yang bernama Bukit Penyabung. Bukit Penyabung memiliki keindahan panorama. Ini juga mencerminkan sifat dan tingkah laku Siti Andung Delima, sehingga banyak orang khususnya masyarakat desa Ketap yang sering mencari ikan, mandi dipantai bahkan berkumpul bersama keluarga didaerah tersebut.

Tidak hanya keindahan panorama Pantai Penyabung yang menjadi pemikat, namun bebatuan yang ada di Pantai Penyabung juga salah satu pemikat bagi wisatawan lokal

(tempat Siti Andung Delima)

Tanjung Genting, Bukit Penyabung dan Tanjung Pemuja terletak di daerah wilayah pantai Jerangkat Desa Ketap Kecamatan Jebus. Ketiga tempat ini memiliki pemandangan yang berbeda-beda dan memiliki keunikan tersendiri.

Warga desa Ketap yang berkunjung ke Pantai Jerangkat

ooo000ooo

Cerita diatas diambil dari Bapak Bujang bin Dugul (salah seorang penduduk yang sudah lama tinggal di Desa Ketap dan sampai sekarang masih aktif berkebun didaerah Bukit Penyabung, Pantai Jerangkat Desa Ketap)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren ceritanya pak, pantainya indah dan masih asri. salam literasi.

15 Nov
Balas

Kapan2 ajak saya ya Pak ke pantai jerangkat

15 Nov
Balas

Di gurusiana inilah rupanya bakat terpendam menulis guru dapat tersalurkan. Lanjutkan... Salam literasi

15 Nov
Balas

mantapp Ditunggu cerita selanjutnya

15 Nov
Balas

Jadikan jerangkat pantai terbuka, sehingga Jebus memiliki pantai yg indah

15 Nov
Balas

Sebelah mana pak? Baru tahu klo ada pantai bagus di Ketap

16 Nov
Balas



search

New Post