ISTIRAHAT ATAU DI ISTIRAHATKAN ( TAGUR188)
ISTIRAHAT ATAU DI ISTIRAHATKAN
Oleh: Suesilowati Sukirman
***
Kematian sejatinya adalah peristirahatan. Kematian seperti inilah yang kita dambakan. Saat kita mati, telah tunai semua amal kebaikan dan kebajikan. Duhai indahnya kematian seperti itu, dimana Allah ridho pada kita.
Namun kenyataannya tidak semua yang mati/kembali kepada Allah benar-benar beristrahat. Sebaliknya kematian sebagian orang adalah cara Allah untuk mengistirahatkan orang-orang yang ada disekelilingnya dari keburukan perilaku dan sikap si mayit selama ia hidup. Astagfirullah sedihnya kematian seperti ini, semoga Allah selamatkan kita.
Tentunya ini menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa ada orang yang kematiannya menjadi tempat istirahat bagi dirinya? Sedangkan pada orang yang berbeda, kematiannya itu adalah waktu istirahat bagi orang lain.?
Kiranya apa yang disabdakan oleh baginda Rasulullah ini bisa menjadi jawaban atas pertanyaan dan kebingungan kita.
Pada suatu hari, Rasulullah sedang duduk bersama beberapa orang sahabat. Tak lama kemudian datanglah orang-orang mengusung keranda Jenazah, lalu baginda bersabda sebagaimana disanadkan dalam hadits ini.
“Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Wahb bin Abu Karimah Al Harrani dia berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah Al Harrani dari Abu 'Abdurrahim; telah menceritakan kepadaku Zaid dari Wahb bin Kaisan dari Ma'bad bin Ka'b dari Abu Qatadah dia berkata; "Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba ada jenazah -yang diusung- muncul, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dia beristirahat atau -sesuatu- diistirahatkan darinya." Jika seorang mukmin meninggal dunia, ia beristirahat dari beban berat dunia, penderitaan dan penganiayaannya, dan jika seorang yang fajir meninggal dunia, para hamba, negeri, pohon dan binatang diistirahatkan darinya."[1]
Dalam riwayat yang lain, disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan yang lainnya. Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bersama beberapa sahabatnya, lalu lewatlah jenzah seorang muslim, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mustariihun” (Dia beristirahat)
Tak lama kemudian lewatlah jenazah seorang Yahudi, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mustaraahu minhu” (Dia diistirahatkan darinya)
Kemudian para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan “Dia beristirahat” dan “Dia diistirahatkan darinya”?
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya seorang mukmin apabila meninggal dunia maka dia istirahat dari lelahnya kehidupan dunia dan penatnya. Dan orang yang kafir apabila meninggal dunia maka beristirahat darinya para hamba dan negeri-negeri.”
Inilah kiranya satu hikmah yang pernah Rasulullah ingatkan pada kita, “Cukuplah sebuah kematian itu menjadi mauijjah/ ibrah/ pelajaran”.
Karena kematian tidak hanya menjadi tempat lepasnya semua kenikmatan dunia, tapi juga menjadi pembeda antara orang-orang yang beramal dengan orang-orang yang fasik.
Bagi para Mustarihun (Dia beristirahat), mereka itu orang-orang yang husnul khotimah, selama hidupnya telah dipenuhi dengan aktivitas kebaikan yang luar biasa. Kelelahannya di dunia adalah lelah dalam melakukan kebaikan dan amal sholeh, bila ia mencari rezeki maka yang dicarinya adalah rezeki yang halal dan bila ia lelah dalam perjalanan, maka itu adalah perjalanan yang ia lakukan untuk mencari ridho Allah, serta kelelahannya dalam menjauhi dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.
Maka saat dia wafat, dia beristirahat (mustarihun) dari hiruk pikuk dunia dan segala macam tipu dayanya. Para mustarihun, berbahagia dengan kepulangannya ke sisi Allah, sedangkan orang-orang yang ditinggalkannya merasa sedih, karena kehilangan sahabat/ teman/ kerabat yang baik.
Berbeda dengan para Mustaraahu minhu (Dia diistirahatkan darinya), mereka adalah orang -orang yang suul khotimah karena selama ini hidupnya hanya memberikan kesusahan, kebingungan, kesedihan atau kesulitan pada orang lain, sehingga dia diistirahatkan oleh allah (dengan kematiannya) agar orang lain tidak terbebani, tidak tersakiti, tidak terzalimi dengan perbuatannya lagi.
Maka saat orang-orang Mustaraahu minhu (Dia diistirahatkan darinya) wafat, dan melihat balasan yang disediakan Allah baginya, mereka menangis menyesali perbuatannya selama ini serta berharpa dapat kembali lagi ke dunia. Sedangkan orang-orang yang ditinggalkan oleh para Mustaraahu minhu, mereka bersuka ria dan bergembira karena sumber penyebab dari kesulitan dan kesusahan nya telah tiada lagi.
Sungguh ini sebuah pelajaran sekaligus tawaran pilihan untuk kita yang masih hidup, akankah kita menjadi Mustariihun atau Mustaraahu minhu. pilihannya ada pada kita, karena Allah telah melengkapi kita dengan hati dan akal pikiran, yang dengan semua modal itu kita bisa menimbang mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang bermanfaat dan mana yang sia-sia.
Akhirnya, hanya satu saja yang pasti… kita kembali tak membawa harta benda sebagaimana kita datang juga tak membawa apa-apa, semoga saat kepulangan itu tiba telah terkumpul bekal iman dan amal untuk kita bawa dalam perjalanan panjang yang bersendirian itu.
Jakarta, 11 Agustus 2021
[1] Hadits Sunan An-Nasa'i No. 1905 - Kitab Janazah
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ulasannya
terimakasih bunda atas suportnya, sehat selalu bun.
Mantap tulisannya. Semangat literasi. Sudah like & follow
alhamdulillah, terimakasih pak atas supportnya, insyaAllah folback