TAKDIR CINTA (17)
Tantangan Hari ke-281
#TantanganGurusiana
TAKDIR CIRI (17)
"Mana mas Yuda, Ma? Papa ingin meminta maaf," ucap pak Bram lirih.
"Alhamdulillah Papa sudah sadar. Jangan memikirkan mas Yuda dulu, Pa! Nanti setelah Papa sehat kita cari bersama-sama," jawab mama Melisa.
"Papa banyak bersalah dengan Mas Yuda. Papa orang yang tidak tahu balas budi," sesal pak Bram.
Aku melihat ada ketulusan dari ucapan pak Bram. Penyesalan tergambar jelas di wajahnya. Meskipun hanya lewat cerita Jihan, aku tahu konflik yang terjadi antara pak Bram dan pak Yuda.
"Ma, siapa pemuda itu?" tanya pak Bram sambil memandangku.
"Namanya Gio. Kekasih Jihan," jawab mama Melisa. "Sudahlah, Pa! Jangan dulu terlalu banyak bertanya! Papa istirahat saja. Nanti setelah sehat, akan Mama ceritakan semua," lanjutnya.
"Tidak, Ma. Papa tidak apa-apa. Hanya sedikit luka di bagian dahi Papa," sanggah pak Bram.
"Kalau luka kecil tidak mungkin diperban, Pa. Sudahlah Papa istirahat dulu! Tunggu agak mendingan, baru Papa bercerita panjang lebar," saran mama Melisa.
"Ya, Pa. Papa nggak boleh banyak berpikir dulu," tambah Melisa.
Pak Bram mengalah. "Baiklah kalau begitu, Papa istirahat dulu," katanya sedih.
"Bu, Gio menunggu di luar," pamitku.
"Melisa ikut Mas Gio," kata Melisa langsung mengikutiku keluar dari ruang perawatan pak Bram.
Aku sengaja memilih tempat duduk yang paling ujung di ruang tunggu rumah sakit. Melisa duduk satu kursi agak jauh dari tempat dudukku. Ada tanda silang pas di sebelah kursi yang kududuki. Aturan untuk tetap menjaga jarak.
"Mel, bolehkah Mas Gio bertanya?" tanyaku.
"Tanya apa, Mas? Sepanjang Melisa tahu pasti kujawab."
"Bagaimana pendapat Melisa tentang Jihan?"
"Mbak Jihan adalah saudara terbaikku. Melisa selalu curhat dengan mbak Jihan jika ada masalah. Dengan sabar mbak Jihan pasti melayani semua pertanyaan Melisa."
"Bagaimana dengan prinsip hidupnya?" tanyaku lagi.
"Mbak Jihan tipe wanita yang teguh memegang janji. Jika tidak pasti dikatakan tidak. Kalau iya juga dikatakan iya," ujar Jihan.
"Apakah Melisa tahu dimana Jihan sekarang?"
Melisa terdiam. Aku penasaran. Sekali lagi aku bertanya, "Tahu?"
"Maaf, Mas Gio. Sama sekali Melisa tidak tahu dimana Mbak Jihan sekarang. Melisa juga kangen," katanya sedih.
"Ya sudah. Nggak usah bersedih begitu," kataku sambil tersenyum. Aku tidak ingin Melisa bersedih lagi. Kecelakaan yang menimpa papanya sudah membuat dia bersedih, jangan ditambah lagi dengan masalah lain.
Tak terasa hampir satu jam, aku dan Melisa ngobrol di ruang tunggu rumah sakit. Dari obrolan itu aku tahu bahwa hubungan antara keluarga pak Bram dan pak Yuda pada awalnya sangat harmonis. Namun, setelah meniggalnya orang tua mereka yaitu pak Sukaca Candra, sifat pak Bram sedikit berubah. Pak Bram, sebagai anak kandung merasa harusnya lebih banyak menerima harta warisan dibandingkan dengan pak Yuda yang hanya anak angkat.
"Ayo, kita lihat lagi mama dan papamu!" ajakku.
Melisa mengangguk. Kami pun langsung menuju kamar pak Bram dirawat.
Aku melihat mama Melisa sedang menyuapi pak Bram. "Tinggal dikit lagi buburnya. Dihabisin ya!" katanya.
"Sudah, Ma. Papa sudah kenyang," jawab pak Bram. "Sebelum Papa bercerita kepada kalian, hati Papa rasanya belum tenang," lanjutnya.
"Kalau memang itu yang membuat hati Papa tenang, cerita saja! Tapi nggak usah lama-lama! Papa masih harus banyak istirahat," ingat mama Melisa.
Pak Bram mengangguk setuju. "Gio, Melisa, sini lebih dekat lagi duduknya!" suruhnya.
"Baik papa yang ganteng," gurau Melisa.
"Pagi tadi tanpa ditemani Pak Anton, supir Papa, Papa nekat pergi memeriksa proyek yang ada di pinggir kota. Semalam Papa kurang istirahat karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dengan cepat. Ketika berada di jalan tingkungan, Papa terkejut karena ada seekor kucing yang menyeberang. Papa menghindar agar kucing tidak tertabrak. Setir mobil Papa banting ke arah kiri. Papa tidak melihat kalau di arah kiri ada tiang listrik. Akibatnya, Papa menabrak tiang listrik tersebut. Selanjutnya Papa tidak tahu lagi. Papa pingsan. Sadar ketika mendengar suara kalian."
"Lalu mengapa Papa menyebut nama Mas Yuda?" tanya mama Melisa.
Pak Bram kemudian melanjutkan ceritanya. Dalam keadaan tidak sadar, pak Bram merasa di datangi almarhum pak Sukaca Candra orang tuanya. Bapaknya sangat marah dengan kelakuan Bram.
"Mengapa kamu menjadi sejahat itu? Papa tidak pernah mengajari kamu menjadi jahat. Serakah harta. Kamu tahu, siapa Yuda itu? Dia itu kakakmu. Coba ingat sekali lagi masa kecilmu! Yuda sangat sayang sekali denganmu. Tetapi, mengapa kamu membalasnya seperti itu!" kata pak Sukaca dengan emosi.
Bram terdiam. Dia tidak berani menatap wajah bapaknya.
"Mengapa kamu diam? Apa masih kurang harta yang kuberikan kepadamu? Ketahuilah bahwa manusia tidak akan merasa cukup sampai dia mati. Maka sadarlah, bahwa harta tidak akan dibawa mati. Coba lihat Papa! Apa yang dibawa oleh Papa? Tidak ada sama sekali. Justru Papa merasa sedih, kamu tega melakukan perbuatan bodoh itu kepada saudaramu sendiri. Bagaimana Papa tenang jika kamu di dunia seperti itu?"
Sedikit pun Bram tidak berani menatap bapaknya. Bram teringat, ketika bapaknya marah, Yuda lah yang sering membelanya. Bahkan Yuda rela dihukum oleh bapak demi membela Bram. Namun, sekarang mas Yuda tidak ada. Tak ada lagi yang membela Bram.
"Ingat! Kembalikan hak Yuda. Kalau tidak kamu akan menderita sepanjang hidupmu," ancam bapaknya.
Bersambung
Sarolangun, 21 Oktober 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ngarep berkenannya tulari kami supaya bisa juga nulis cerpen menarik hati seperti Pak Suhargo. Jazakallah khairan,barakallah Aamiin
Terima kasih apresiasinya bu Sri Saktiani. Tetap semangat. Ibu juga hebat dalam menulis. Sukses selalu dan salam literasi
Mantul pak ceritanya ... Salam sukses ...
Terima kasih apresiasinya Bu Elyta. Sukses selalu juga untuk ibu dan keluarga
Bagus pak, next .... ditunggu.
Terima kasih apresiasinya bu Adee. Sukses selalu dan salam literasi
Rancak bana Mas Kepsek.. Ditunggu episode berikutnya.. Sukses selalu
Terima kasih apresiasinya mas Burhani. Sukses selalu juga
kisah yang semakin seru. keren Pak...sukses selalu. salam.
Terima kasih apresiasinya bu Sanria. Sukses selalu juga untuk ibu dan keluarga
Alurnya apik, deskripsinya keren. Barakallah.
Terima kasih apresiasinya bu Dian. Sukses selalu dan salam literasi
Wow, makin seru Pak. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Terima kasih apresiasinya bu Siti Ropiah. Sukses selalu dan salam literasi
wow... jadi terharu membacanya. ditunggu lanjutannya. Tetap semangat, semoga selalu sehat dan tambah sukses. Barakallahu fiik
Terima kasih apresiasinya Pak Muslih. Sukses selalu juga untuk bapak dan keluarga
Keren menewen, lanjut pak
Terima kasih apresiasinya Pak Donni. Sukses selalu
Semakin mantap dan seru saja ceritanya Pak, ditunggu kelanjutannya
Terima kasih apresiasinya pak Sunindio. Sukses selalu juga untuk bapak dan keluarga
Keren cerpene bapak, sukses selalu
Terima kasih apresiasinya Pak Bambang. Sukses selalu juga untuk bapak
Keren pak cerpennya..dapat resiko ancaman itu biasa
Terima kasih apresiasinya bu Sofiawati. Sukses selalu
Cerpen yg asyik dn keren, Pak. Sehat dn sukses selalu, Pak. Barakallah.
Terima kasih apresiasinya bu Yessy. Sukses selalu dan salam literasi
Ada pembelajaran bahwa manusia tak boleh tamak, jika salah, sadarlah untuk meminta maaf. Contoh prilaku yang harus terus dikembangkan pada anak negrri.
Wah, keren.. Semoga pak Bran sadar akan kelicikannya, selama ini...
Terima kasih apresiasinya bu Suryani. Sukses selalu dan salam literasi
Semoga ada titik terang. Sudah gemes ini Pak, menunggu kabarnya Jihan.
Maaf bu Yuniar. Sudah membuat gemes ibu. Hehe. Sabar nggih. Mudah2an indah pada waktunya
Makin keren dan menarik pak. Alhamdulillah akhirnya pak Br sadar dan semoga juga yuda segera bertemu dwngannya.. Terlebih juga Jihan bisa menemukan cintanya.... Keren sangat pak... Salam santun
Terima kasih apresiasinya bu Trisna. Sukses selalu dan salam literasi
Cerpen yang asyik dan keren. Sehat dan sukses selalu, Pak. Barakallah.
Terima kasih apresiasinya bu Rosita. Sukses selalu juga untuk ibu dan keluarga
Keren Pak ceritanya...ditunggu kelanjutannya..sukses selalu Pak
Terima kasih apresiasinya bu Erida. Sukses selalu dan salam literasi
Woow ....keren ceritanya pak. Alhamdulillah pak Bram sudah sadar.
Terima kasih apresiasinya bu Hunaifah. Sukses selalu
Keten.....sukses selalu
Terima kasih apresiasinya pak Pujarsono. Sukses selalu juga untuk bapak dan keluarga
Keten.....sukses selalu
Keren pak, semoga berakhir dg baik..
Terima kasih apresiasinya bu Yulia. Sukses selalu dan salam literasi
alhamdulillah....kesadaran itu datang..
Terima kasih apresiasinya bu. Sukses selalu
Cerpen yg mantap. .. Pak! Semoga sehat dan sukses selalu
Terima kasih apresiasinya bu Samsinar. Sukses selalu juga untuk ibu dan keluarga
Asyik ceritanya, bikin penasaran, ditunggu lanjut pak Har, sukses selalu, salam santun bapak.
Terima kasih apresiasinya bu Henny. Sukses selalu dan salam literasi
Terharu. Keren Pak. Salam kenal dan salam literasi. Izin follow
Terima kasih apresiasinya bu Wiwit. Saya follback. Sukses selalu dan salam literasi
Cerpen yang indah, salam literasi kawan mari kita saling berkunjung
Terima kasih apresiasinya pak Muhammad. Insya allah. Sukses selalu dan salam literasi