Suhargo

Tenaga pendidik di SDN 224 Mekarsari Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
TAKDIR CINTA (22)

TAKDIR CINTA (22)

Tantangan Hari ke-286

#TantanganGurusiana

TAKDIR CINTA (22)

Aku celingukan di depan pintu gerbang. Meskipun, di gerbang sudah terdapat tulisan tidak menerima tamu, tetapi aku tetap penasaran. Apa yang menyebabkan pondok pesantren ini tidak menerima tamu? Apakah karena pandemi atau masalah yang lain?

"Assalamualaikum. Maaf, Mas. Pondok pesantren untuk sementara ditutup," sapa seorang santri yang kebetulan melihat keberadaan kami.

"Walaikumsalam. Numpang tanya Dik. Mengapa pondok ini ditutup?" tanya pak Bram.

"Maaf, Pak. Bapak ini siapa?" santri balik bertanya.

"Saya Bramantyo, adik dari Pak Yuda, dan ini istri serta anakku," jawab pak Bram. "Kami ingin bertemu dengan pak Yuda."

"O, begitu. Saya harus lapor dulu kepada pak Ustaz. Maaf, Bapak dan Ibu silakan tunggu dulu!" kata santri sambil berlalu meninggalkan kami.

"Peraturan pondok ini ketat sekali. Untuk bertamu saja, kita harus sabar menunggu di luar pintu gerbang," kata pak Bram.

"Maklum, Pa. Suasana pandemi seperti ini semua orang harus berhati-hati," ucap mama Melisa.

Tak lama kemudian, santri dan salah seorang yang mungkin seorang ustaz menghampiri kami.

"Maaf, Bapak dan Ibu silakan masuk! Pak Yuda sudah diberi tahu. Insyaallah beliau bersedia menemui Bapak dan Ibu. Silakan cuci tangan terlebih dulu. Setelah itu, kami harus memeriksa suhu tubuh Bapak dan Ibu," jelas pak Ustaz.

"Nggak apa-apa Pak Ustaz," jawab mama Melisa.

Tempat cuci tangan terletak di kanan dan kiri pintu gerbang. Dibuat sangat rapi sekali. Tamu laki-laki di sebelah kanan, sedangkan yang perempuan di sebelah kiri. Setelah selesai mencuci tangan, satu persatu suhu badan kami diperiksa dengan thermogun. Kami langsung diajak ke salah satu rumah yang terdapat di pondok pesantren tersebut. Aku melihat pak Yuda dan istrinya sudah berdiri di halaman rumah. Mereka menyambut kedatangan kami.

Begitu melihat pak Yuda, pak Bram langsung berlari memeluk saudaranya itu. "Maafkan Bram, Mas," kata pak Bram di antara isak tangisnya.

"Allahu Akbar. Allah Maha Besar. Benarkah engkau adikku Bramantyo?"

"Benar, Mas. Saya Bramantyo adik yang tidak tahu balas budi."

"Subhanallah. Maafkan saya juga, Dik," kata pak Yuda sambil memeluk erat adiknya.

"Bram yang salah, Mas. Harusnya Bram yang meminta maaf."

"Sudah-sudah. Semua sudah berlalu. Mungkin ini cara Allah menguji kita. Alhamdulillah, kita bisa dipertemukan di tempat yang mulia ini," balas pak Yuda dengan mata berkaca-kaca.

Aku melihat mama Melisa dan ibu Jihan juga saling berpelukan. Terlihat air mata berlinang di pelupuk mata mereka masing-masing. Benar-benar pertemuan yang mengharukan.

Setelah saling melepas rindu, pak Yuda menceritakan alasan mengapa pondok pesantren untuk sementara ditutup. Menurut pak Yuda, lebih dari lima puluh persen bangunan yang ada di pondok pesantren sedang direhab. Seluruh santri diwajibkan belajar di rumah melalui sistem daring.

"Selain itu, masalah pandemi juga menjadi alasan yang utama. Santri di sini jumlahnya sangat banyak. Tentu saja wali santrinya juga banyak. Mereka sering mengunjungi anak-anaknya. Hal itu yang sangat dikhawatirkan oleh pondok pesantren."

"Lalu bagaimana ceritanya sampai Mas Yuda tinggal di pondok ini?" tanya ibu Jihan.

Pak Yuda tersenyum. Beliau kemudian menceritakan mengapa mereka lebih memilih hidup di pondok pesantren dibandingkan di tempat lain. "Setelah kejadian itu, saya hampir putus asa. Kehidupan keluarga saya tidak kunjung membaik. Berbagai cobaan datang silih berganti. Suatu hari saya bertemu dengan salah seorang teman, dia menyarankan agar kami tinggal di pondok pesantren milik saudaranya. Alhamdulillah, saya dan keluarga menjalani kehidupan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Saya membantu pekerjaan apa saja di pondok ini, demikian juga istriku. Hari-hari banyak kuhabiskan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak membutuhkan waktu yang lama, kami pun sudah bisa beradaptasi dengan kehidupan di pondok," terang pak Yuda.

"Maaf, Mas. Masih ada satu pertanyaan yang mengganjal di pikiranku?" tanya pak Bram.

"Saya tahu yang kamu maksudkan. Pasti Bram mau bertanya darimana uang yang saya dapatkan untuk membantu pembangunan pondok ini, kan?"

"Iya, Mas Yuda. Jujur saja kami ingin tahu darimana uang itu." Kali ini mama Melisa yang bertanya.

"Ceritanya panjang lebar," jawab pak Yuda. "Ini Nak Gio, ya?" tanya pak Yuda begitu melihatku.

Aku mengangguk. "Ya, Pak. Assalamualaikum," sapaku sambil menempelkan kedua tangan di depan dada.

"Walaikumsalam. Bagaimana kabar Nak Gio?"

"Alhamdulillah baik, Pak," jawabku.

"Jihan tadi pamitnya mau bertemu denganmu. Memangnya Nak Gio tidak bertemu dengan Jihan, ya?" tanya ibu Jihan.

"Bertemu, Bu," jawabku. Kemudian aku menceritakan kejadian antara aku dan Sherin. Aku pastikan tidak ada hubungan apa-apa di antara kami. Jujur kukatakan bahwa di hatiku hanya Jihan yang paling kucintai.

"Saya percaya dengan ceritamu. Jihan bukan Jihan yang dulu. Sekarang dia lebih dewasa. Lebih matang dalam berpikir. Selama kurang lebih satu setengah tahun hidup di pondok pesantren, kehidupannya berubah total. Alhamdulillah Jihan sekarang seorang hafizah," jelas pak Yuda.

"Masyaallah. Allahu Akbar," kataku.

"Itu yang membuat Jihan selama ini tidak mau menghubungimu. Dia fokus menjemput takdir cintanya kepada Allah dan Nabi-Nya. Jihan yakin, takdir cinta dengan sesama pasti datang menjemputnya," terang ibu Jihan.

"Nak Gio harus mencarinya! Ambil hatinya! Jangan sia-siakan cinta sucinya!" perintah pak Yuda.

"Gio tahu di mana Dik Jihan sekarang. Gio akan menyusulnya," kataku.

Bersambung

Sarolangun, 26 Oktober 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alhamdulillah...akhirnya ketemu juga. Keren cerita Pak Hargo...

26 Oct
Balas

Terima kasih apresiasinya bu Emi. Sukses selalu dan salam literasi

27 Oct

Keren pak...tampaknya harus mulai dari awal lagi...salam literasi

26 Oct
Balas

Terima kasih apresiasinya Bu Yurlina. Sukses selalu dan salam literasi

27 Oct

bu Oria

27 Oct

Keren pak, smg Gio berjodoh dgn Jihan, sukses selalu pak

26 Oct
Balas

Terima kasih apresiasinya bu Yurlina. Sukses selalu

27 Oct

wow... semakin asyik alurnya. ditunggu lanjutannya. tetap semangat Pak, semoga sehat dan sukses selalu. barakllahu fiik

26 Oct
Balas

Terima kasih apresiasinya Pak Muslih. Sukses selalu

27 Oct

Setiap episodenya selalu menarik dan asyik, keren Pak, sukses selalu untuk Bapak

26 Oct
Balas

Terima kasih apresiasinya Pak Sunindio. Sukses selalu

27 Oct

Semangat Gio. Semoga memang benar jodoh... mantab.

26 Oct
Balas

Terima kasih apresiasinya Bu Yuniar. Sukses selalu

27 Oct

Asyiiik

27 Oct
Balas

Setiap kisah ada ceritanya mantap Pak

26 Oct
Balas

Terima kasih apresiasinya Bu Andi. Sukses selalu

27 Oct

Selalu keren ceritanya Bapak..salam sukses dan semangat selalu

26 Oct
Balas

Terima kasih apresiasinya Bu Yenti. Sukses selalu dan salam literasi

27 Oct



search

New Post