Kisah Arya & Difa (Ketika Arya Kecelakaan)
“Apakah nak Arya ingin langsung pulang.” Tanya pak sopir ke Arya.
“Iya pak. Aku telah menemukan yang kucari selama ini.” Jawab Arya sambil tersenyum lalu memakai kaca mata hitam merk ternama yang ia selipkan di kantong kursi mobilnya.
“Aku heran, kenapa kok nak Arya harus menyamar jadi pemulung untuk mencari calon istri. Padahal kan di perusahaan banyak pegawai-pegawai cantik dan berkelas.” Tanya pak Sopir setengah protes.
“Wanita cantik dan seksi banyak berseliweran dimana-mana pak. Aku bosan dengan kebiasaan buruk mereka. Ujung-ujungnya pasti hanya menginginkan hartaku saja.” Jawab Arya sambil menatap keluar lewat jendela mobilnya.
Pak Maman sang sopir yang telah lama mengabdi di keluarga Arya hanya terdiam mendengar penuturan tuannya itu. Ia berpikir bahwa wanita yang telah ditemui tuannya pagi tadi di cafe pastilah sangat baik hingga membuat Arya merasa yakin dengan pilihan hatinya.
“Apakah nak Arya sudah mengetahui alamat wanita itu?” Tanya Pak Maman sambil terus berkonsentrasi mengemudi.
“Tidak.”Jawab Arya singkat. Namun, tiba-tiba matanya terbelalak dan berseru panik.
“Pak Maman, segera putar balik mobil. Aku lupa menanyakan alamat gadis itu tadi.” Seru Arya cepat.
“Baik, nak Arya.” Jawab pak Maman yang langsung dengan cepat memutar arah mobil.
“Cepat,cepat pak Maman. Jangan sampai Difa sudah meninggalkan café itu dan kita kehilangan jejaknya.” Seru Arya lagi.
Pak Maman membawa Alphard itu dengan kecepatan tinggi. Awalnya semua baik-baik saja, namun saat akan berbelok, pak Maman tidak mampu mengendalikan laju mobil itu. Ban kiri depan mobil menghantam pembatas jalan dan sesaat kemudian terdengar bunyi hantaman benda keras. Arya yang saat itu duduk dibelakang sopir, mengalami benturan kepala yang dahsyat dari sisi jendela kanan mobil. Darah mengucur deras di pelipisnya, tatapannya tiba-tiba menjadi gelap, bersamaan dengan hilangnya bayangan wajah Difa sang gadis pujaan hati dari ingatannya saat sejak itu.
Sebuah mobil ambulance nampak berhenti di halaman sebuah Rumah Sakit. Dua orang petugas berpakain putih-putih setengah berlari mendorong brankar atau tempat tidur yang sekaligus berfungsi sebagai tandu bagi pasien yang diturunkan dari dalam ambulance.
“Pak, tolonglah pak. Jangan sampai tuan saya kenapa-kenapa.” Ucap pak Maman yang nampak hanya mengalami luka ringan saja saat kecelakaan itu terjadi.
“Apakah bapak keluarganya?” Tanya sang petugas sambil mendorong brankar tersebut.
“Saya sopirnya pak.” Jawab pak Maman.
“Tolong bapak hubungi keluarganya. Sepertinya pasien mengalami pendarahan hebat di bagian kepala, butuh transfuse darah secepatnya.” Ucap petugas itu lagi sebelum akhirnya brankar itu berbelok masuk ke ruang Tindakan.
“Keluarga?” Guman pak Maman yang nampak bingung mendengar perintah petugas tadi. Selama ini Arya hanya hidup seorang diri setelah ditinggal mati oleh neneknya. Haruskah ia menelpon ibu Arya yang saat ini sedang berada di London. Ataukah ia memberitahukan mengenai keadaan Arya ke ayahnya yang saat ini kabarnya telah menikah lagi dan hidup bersama istri barunya di Jerman. Sungguh situasi keluarga yang rumit. Meskipun berlimpah harta, namun keadaan keluarga majikannya ini sangatlah memprihatinkan. Ia bersyukur, meskipun hanya sebagai sopir, namun ia memiliki keluarga yang utuh di kampung. Setiap bulan setelah gajian, pak Maman akan mengirim uang lewat pos giro untuk istri dan anak-anaknya.
“Permisi, apakah bapak keluarga dari pasien yang kecelakaan tadi?” Tanya seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang pasien.
“Iya, mbak. Gimana keadaan majikan saya?” Tanya pak Maman Balik. Wajahnya masih diselimuti oleh rasa khawatir dan penyesalan mendalam karena lalai membawa mobil sehingga menyebabkan majikannya dalam kondisi kritis saat ini.
“Pasien masih belum siuman. Masih dibutuhkan sekitar 2 kantong darah bergolongan A. Jika tidak ada keluarga yang bisa menjadi pendonor, mohon untuk ke kantor PMI dan meminta 2 kantong darah di sana.” Ucap perawat itu sambil berlalu pergi menuju ke unit loket.
Setelah mendapatkan penjelasan dari perawat tadi, pak Maman lalu bergegas menuju ke gedung PMI yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat Arya dirawat. Secara kebetulan, beberapa menit sebelum itu ada seorang gadis yang baru saja mendonorkan darahnya. Setiap 3 bulan sekali ia rutin datang ke tempat ini dan tampa rasa takut akan jarum suntik ia membiarkan saja petugas di sana menancapkan jarum besar dan mulai menngeluarkan darahnya.
“Untuk golongan darah A, hari ini kami baru mendapatkan 1 orangg pendonor bernama Difa Dwi Putri. Orangnya baru saja pergi.” Ucap petugas PMI itu sambil mencatat data yang disebutkan oleh pak Maman.
“Difa?” Gumam pak Maman. Nama itu sepertinya pernah ia dengar sebelumnya. Namun, entah dimana dan kapan. Pak Maman tidak berlama-lama di tempat itu, setelah sekantong darang ia dapatkan, segera ia berpamitan kepada petugas PMI itu lalu balik ke rumah sakit. Ia masih harus mencari sekantong darah lagi setelah ini. (Bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap tulisannya, sukses selalu bu Suharni